Dengan piyama bergambar lumba-lumba serta rambut yang belum disisir, Ara menuruni tangga menuju lantai dasar dengan gesit. Ia tak mau jatah oleh oleh untuk dirinya diambil oleh abangnya itu. Beberapa hari yang lalu, ayahnya berpamitan ingin pergi menghadiri undangan kolega bisnisnya di Kuala Lumpur, mengingat Ara tak suka ditinggal. Ayahnya memberikan banyak iming g iming akan membawakan oleh oleh untuk putrinya ini.
"JANGAN! itu punyaku!"
Ara memandang sengit Iel dengan tangannya berada dipinggang. Iel meringis sembari mengangkat tangan sejajar telinga. "Ampun."
Menghembuskan nafas kasar, Ara mendekat ke ruang keluarga yang sudah diisi para keluarganya. Ara bangun kesiangan padahal sudah hampir jam sebelas dan ia baru bangun. Lagi-lagi, Ara suka mengubah sarapan menjadi makan siang membuat Direnc memijit kening, karena putrinya selalu melewatkan sarapan.
"Dibilang ayah bawa buat adek, kenapa masih disentuh. Ih sebel!" Ara mengerucutkan bibir, langsung mendudukkan diri di antara Direnc dan Aarav.
"Belum kesentuh itu, cuma ngintip abang mah." bela Iel yang sudah mengunyah coklat.
"Tapi aku udah jadi sebel, padahal aku tadinya gak mau sebel tapi abang bikin aku bete!" sewot Ara sembari melipat tangannya didepan dada.
Direnc tertawa sambil bergerak merangkul putrinya, "Yaudah gak usah sebel-sebelan, itu ayah bawa khusus buat princess ayah. Gak mau dilihat."
Ara masih diam, sembari menampakkan duckface nya. "Nanti."
"Kok gitu mukanya, badmood ya?" tanya Aslan setelah menyeruput lemon tea yang masih mengenakan pakaian rapi, habis dari rumah sakit.
"Nanti abang kasih pelajaran buat Iel." ujar Aarav sambil mengusap rambut adiknya. Iel mendengkua.
Ara mengangguk singkat, lalu bergerak mengambil paper bag besar jatahnya khusus untuknya. Bibirnya melengkung ke atas, bukan barang berharga sih tapi memang Ara maunya belinya barang disana walaupun di kota ini juga ada.
Memeluk ayahnya, "Terima kasih, Ayah. Sayang ayah banyak banyak." Ara mengecup pipi sang ayah.
"Sama-sama." Direnc mengecup kening putrinya.
"Sini peluk ayah dulu! Ayah dateng gak ada yang peluk." Ara beringsut ke pelukan ayahnya.
"Kan ada abang juga." ujar Ara mendongak dipelukan ayahnya.
"Abang kamu mana mau ayah peluk." balas Direnc.
"Cowok itu bukan pelukan tapi baku hantam." celetuk Iel.
"Jantan ya kalo baku hantam?" Aslan mengangkat alisnya menatap Iel.
"Iya lah, bang. Cewek sekarang tuh sukanya yang cowok bad boy gitu." Iel menyugar rambutnya.
"Bad boy kok suka. Bad aja artinya udah buruk." ujar Aarav.
"Ya itu tren, bang." Iel memutar bola matanya malas.
"Cowok itu yang bagus pastinya harus punya attitude, sopan santun. Kamu mah aneh aneh." Aslan geleng geleng.
"Aneh apasih." sewot Iel.
"Kan bang Yel emang aneh plus nyebelin, suka ganggu aku terus." ucap Ara sambil menagakkan badan melepas pelukan ayahnya.
"Makanya jangan gemesin, kan jadi pengen jahilin kamu." Ara mendelik mendengar ucapan Iel.
"Bunda mana, Abang?" tanya Ara pada Iel.
"Keluar tadi."
"Adek belum sarapan loh." Aslan membuka mulut.
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE
Teen Fiction🚫 Bisa dibaca terpisah dari ALARAYNA, Tapi kalau mau paham alurnya ya mendingan baca sih🚫 "Hingga saat ini, belum ada perkembangan dari penelitian kecelakaan itu. Para penyelidik masih berupaya mengonfirmasi pada sopir serta beberapa korban yang s...