07. Final Exams

6.8K 650 26
                                    

Hari demi hari telah terlewati dengan biasa saja, hanya bagi Radev tentu saja. Hanan tidak mungkin merasa biasa saja sedangkan banyak program kerja yang diurus dalam satu waktu, terlebih lagi ospek yang harus dipersiapkan dari jauh-jauh hari. Jovan juga sama, walaupun tidak aktif di organisasi. Tapi, menjelang ujian seleksi masuk kuliah, dia jadi rajin membuka privat les untuk anak-anak SMA. Kalau Angga.. Anak itu sebenarnya agak santai dari kakak-kakaknya yang lain, tapi karena semester depan dia jadi perwakilan untuk ikut O2SN, mau tidak mau Angga juga perlu mempersiapkan semuanya dari sekarang.

Kehidupan Radev sama saja. Pada dasarnya dia memang suka belajar, jadi tidak ada masalah saat harus dihadapkan dengan ujian-ujian. Ujian hidup saja bisa dia lalui sampai detik ini, apalagi ujian yang levelnya masih terbilang easy. Tidak ada yang berbeda, Radev tetap minum obat, inhaler tetap ada di saku jaketnya, terapi nebulizer tetap dilakukan setiap hari. Begitu terus, kehidupan Radev memang tidak seru sama sekali.

Radev menatap sekeliling, teman-temannya terlihat fokus sekali belajar, sedangkan ia sedari tadi sibuk menghitung jumlah daun pada pohon yang ada di luar jendela

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Radev menatap sekeliling, teman-temannya terlihat fokus sekali belajar, sedangkan ia sedari tadi sibuk menghitung jumlah daun pada pohon yang ada di luar jendela. Helaan napas terdengar, di minggu ujian seperti ini, ia jadi tidak bisa dengan leluasa untuk bermain bersama saudara-saudaranya. Ya, walaupun Angga masih sering datang ke kamar dan tidur bersama. Tapi, tetap saja, rasanya beda. Apalagi untuk Radev yang sudah kelas 3 akhir ini.

Mahendra dan Ratih tentu saja tidak menuntut Radev untuk menjadi apa yang mereka mau, tapi ingatan akan kata-kata Oma selalu berputar di kepalanya. Tanpa sadar, Radev menetapkan standar yang tinggi untuk dirinya sendiri.

"Gak ada yang bisa dibanggain dari kamu! Kamu cuma anak lemah! Seharusnya Mahendra titipkan kamu ke Panti Asuhan dari dulu!"

"Akh!" Radev refleks memegang kepalanya saat tiba-tiba berdenyut sakit. Ingatan dulu lagi-lagi mengacaukan mood-nya. Untung saja tersisa 1 mata pelajaran lagi yang akan diujiankan hari ini, Radev sudah rindu dengan kasurnya.

***

"Kakak udah rangkum beberapa materi yang kemungkinan bakal muncul. Untuk anak kayak kamu, ini masih terhitung gampang sih," ucap Jovan seraya memberikan beberapa tumpukan kertas pada Radev. "Belajarnya dibatasi juga, jangan sampe begadang. Kalo ada yang gak paham, langsung tanya kakak aja," lanjutnya.

"Kak Jovan."

"Kenapa?"

"Aku bodoh, ya?" Tanya Radev yang langsung membuat Jovan mengerutkan dahinya, "Seandainya aku pinter, aku bakal masuk eligible, dan kakak gak perlu capek-capek bikin rangkuman kayak gini."

Ah, Radev lagi insecure ternyata.

"Dev, anak eligible juga belum tentu lolos kalo mereka gak tau takaran kemampuan sendiri. Sama halnya kayak mereka yang harus ujian seleksi dulu, siapa tau emang dari jalan ini kamu bisa kuliah." Jovan berjongkok di depan Radev yang sedang duduk di kursi, "Ada banyak cara buat sampe ke Jepang, gak harus pake pesawat. Walaupun perjalanannya lebih lama, tapi pake kapal laut juga bisa sampe."

Sacrifice: Askara Devan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang