6. Rencana pindah sekolah

137 49 66
                                    

"Happy reading-!"

Niolip
.

"Eh! Lo mau ngajak gue mati, ya!" Kayrena yang tengah dibonceng, berteriak kepada si pengendara motor didepannya—Adrian. "Lo tuli apa gimana, sih!" gerutunya lagi. Gadis ini benar-benar bergidik ngeri, melihat kecepatan motor yang ia duduki ini. Sesekali ia meremat ransel kecil yang dipakai oleh Adrian, saat belokan-belokan tak terduga yang dilakukan oleh laki-laki itu. "Nabrak, lo yang tanggung jawab, ya!"

Adrian mendengus kesal dibalik helm fullface yang ia kenakan, begitu terganggu dengan kebisingan gadis yang ia boncengi ini. Bukannya melambatkan laju motor, ia malah melakukan hal yang sebaliknya.

"Mending lo turunin gue! Daripada gue mati! Gue belum siap mati, ya! Apalagi gara-gara orang kayak, lo!" 

Tak membutuhkan waktu lama, Adrian benar-benar menepikan motor gedenya itu ke tepi jalan. Hal ini membuat Kayrena terdiam, tak berkutik. "Jadi turun?"

Kayrena sedikit membulatkan matanya, "E-enggak ... Jangan turunin gue," Ia mengurungkan niatnya. Ia tak mau pulang dengan jalan kaki, terlalu melelahkan karena jarak rumahnya masih lumayan jauh. "Lanjut, deh. Sorry ... ."

Adrian tak mengubbris sama sekali, ia langsung memasukkan gigi motor manualnya itu dan melaju kembali ke jalanan. "Heran," batinnya.

"Heran!" batin Kayrena juga, namun lebih emosi. Selang detik ia menarik nafas dalam-dalam, menyadarkan dirinya sendiri kalau, tanpa adanya Adrian, ia akan jalan kaki untuk pulang. "Nggak apa-apa, deh. Itung-itung ganti rugi dia soal es coklat tadi," pikirnya. Kini ia mulai menikmati suasana motornya, bahkan cuaca sangat bersahabat siang ini. Terik mentari yang harusnya panas, kini ditutupi oleh awan-awan, menguntungkan Kayrena yang tak mengenakan helm.

"Kanan? Kiri?" tanya Adrian, singkat.

"Kanan dulu, habis itu lagi beberapa meter gitu, ada gang di kiri." Kayrena menjelaskan, "Namanya Gang Merpati," sambungnya lagi. Dan ia tak mengharapkan balasan, ia sudah mulai terbiasa. "Mulutnya nggak beku, apa? Irit banget ngomongnya," kesalnya dalam hati.

Dari kejauhan, Adrian sudah dapat menangkap gang yang dimaksud oleh Kayrena. Ia pun menambah laju kecepatannya agar segera sampai ke sana.

"Rumah aku lumayan agak jauh, kak. Di pertengahan sebelah kanan, ada rumah tingkat gerbang coklat." Lagi-lagi Adrian langsung menangkap apa yang dituju.

Dalam hitungan detik, motor besar itu berhenti didepan rumah Kayrena. Gadis itupun langsung turun dari atas motor. "Makasih, mas ojek," ucapnya, mengundang unsur tawa. Namun Adrian kembali sama sekali tak peduli dengab apapun yang dikatakannya, ia langsung memutar motornya dan melaju. Sama sekali tak berniat untuk bertukar sepatah kata dengan Kayrena.

"Nggak jelas,"

-

Usai membuka pintu rumah dengan kunci, ia pun masuk kedalam dan langsung pergi menuju kamarnya. "Tumben mama belum pulang," batinnya sembari berjalan disepanjang tangga.

Mendapati kasur lengkap dengan bed cover berwarna hijau botolnya, ia langsung segera merebahkan dirinya kesana. Seakaan semua kenyamanan datang seketika, ia menghembuskan nafasnya perlahan. "Worst
day ever!" monolognya sebal sembari menatap langit-langit kamarnya.

ADKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang