"Thank you so much for reading this story, sending big love <3."
Niolip
."Ini udah mau jam setengah tujuh, loh! Masih banyak yang belum, ya?" seru seorang gadis dipojokkan, ia terkejut kala melirik layar ponselnya. Lantas, semua orang yang ada disekitarnya ikut mengambil ponsel mereka.
"Bi, lo bener." Melany mengimbuhi Bianca. "Ayo, kita selesaiin setengah jam lagi."
Bianca menggeleng, ia mengemas prabotannya dengan cepat, "Sumpah, gue minta maaf banget. Gue harus pulang, ayah gue udah jalan kesini untuk jemput gue."
Semua orang tak bisa menahannya, "Lo pulang?" protes Melany.
"Udah, nggak apa-apa," sahut si pemilik rumah, menyela pembicaraan. "Lo kalau mau pulang sekarang juga nggak apa-apa, Mel. Udah malem, ini. Nanti lo pulang kemaleman banget," sambungnya lagi ke arah Melany.
Melany terdiam, ia memandangi bagaimana Rayen memberikan kalimat panjang untuknya. "Kay, lo juga pulang?"
Kayrena menggeleng, "Nanggung ini lagi dikit, lo gimana, Mel? Udah mau balik?"
"Ya, gue bisa-bisa aja, sih. Tapi yakali gue pulang sendiri, lo gimana? Kan handphone lo rusak, belum bisa mesen ojol."
Kayrena menyadari kondisinya, "Oh, iya ... Astaga, gue pinjem handphone, lo, Mel. Gue mau mesen."
Rayen mengangkat badannya, "Tenang, lo bisa gue anter pulang, Kay."
Kayrena menggeleng cepat, "Nggak, lah. Gila, lo? Lo udah anter gue kesini, masa iya lo anter gue pulang lagi?"
Rayen berdecih tawa, "Udah, Kay ... ," nadanya panjang, "Mel," panggilnya kepada Melany, "Lo kalau mau pulang, pulang aja nggak apa-apa. Mama lo nggak ngasih lo keluar diatas jam 7 malem, kan? Lo lupa?"
Melany mengangguk ragu, "Iya, sih. Tapi ... Kayrena?" Ia mengkhawatirkan sahabatnya.
"Lo ragu sama gue, Mel?" Rayen menatap gadis ini dengan serius.
Melany menggeleng, lantas ia tersenyum–palsu. "Ya, udah bang. Gue balik ya?"
Kayrena yang kini ada diposisi ragu, Melany tentu menyadari hal itu. "Rayen, lo jangan repot-repot buat–"
Melany memegangi pundak temannya, "Udah, lo pulang sama Rayen, aja. Dijamin aman, damai sampai tujuan." Kalimatnya terdengar semangat, "Awas lo ya!" Rayen terkesiap kala Melany menunjuk wajahnya kasar, "Jangan lo apa-apain temen gue!" serunya lagi, sembari berkemas dengan cepat.
"Ayo, Mel. Kita ke depan? Lo udah dijemput?"
Melany mengangguk, "Udah, bi. Rumah gue nggak jauh-jauh amat. Kebetulan, gue dijemput pakai motor juga. Jadinya bakalan cepet sampai."
"Kita pulang, ya! Sumpah maaf banget!" Bianca mengakhiri pertemuan dengan kalimat itu. Semua orang mengangguk dan melambai, membiarkan dua gadis dalam kelompok ini untuk pergi.
"Yud, gue nanti anter Kay, dulu."
Yuda mengangguk cepat, "Santai, Ray. Lo mau nginep diluar juga ngga apa-apa. Gue mau minjem PS 5, lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
ADKA
Teen Fiction"𝐓𝐞𝐫𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐀𝐝𝐫𝐢𝐚𝐧, 𝐬𝐢 𝐩𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤 𝐤𝐞𝐭𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧. 𝐌𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢𝐤𝐚𝐧𝐦𝐮 𝐨𝐛𝐚𝐭, 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐞𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐫𝐛𝐞𝐬𝐚𝐫𝐤𝐮 𝐤𝐚𝐫𝐞𝐧𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐮𝐚𝐭𝐤𝐮 𝐭𝐞𝐧𝐠𝐠𝐞𝐥𝐚𝐦 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐤𝐞𝐜𝐚𝐧𝐝𝐮𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧...