28. Ruang BK begitu hina

70 13 8
                                    

"Banyak orang selalu menanyakan letak keadilan berada, tanpa sadar ia sendiri menimbulkan ketidakadilan."

Niolip
.

"Udah ... ." Begitu pelan nada Adrian, ia mengusap lembut ujung mata milik Kayrena yang masih lembab. Mereka berdua terlihat sedang duduk saling berhadapan pada kursi kantin dipojokkan. Kayrena selalu tak bisa menahan tangisnya jika ia berbicara akan suatu hal yang menyakiti perasaan hatinya.

"Terus se–sekarang gimana? Gu–gue ta–"

"Sstt ... ." Adrian meraih jemari Kayrena dan menggenggamnya, laki-laki ini menatap fokis gadis didepannya lalu menggeleng, "Cukup nangisnya, ya? Ada gue."

Kayrena menarik kasar tangannya dan membuat kepalan tangan untuk memukul pelan kepalanya, "Goblok banget, gue." Ia menggerutu.

"Udah, Kay."

"Gue nggak berani ke kelas."

"Kita laporin ke BK masalah ini, ok? Gue anterin."

"Nggak usah, kak. Gue nggak mau nambah masalah."

Adrian menaikkan kedua alisnya, wajah tak terima ia buat, "Mereka keterlaluan."

"Tapi nanti status beasiswa aku malah keganggu, kak."

Adrian menggeleng, "Nggak ada hubungannya sama beasiswa."

"Ada ... ."

"Nggak, Kay."

"Ada, kak."

"Keras kepala." Adrian pasrah.

Kayrena membenarkan pandangannya lurus ke wajah lawan bicaranya, sesuatu mengalihkan fokusnya. "Bibir, lo?" gumamnya, seraya lebih mendekatkan tatapannya. Adrian memundurkan badannya dan memalingkan wajahnya, berlagak kalau ia tidak ingin diperhatikan soal luka pada bibirnya. "Gue baru ngeh, itu kenapa?" Adrian menggeleng cepat, "Pipi, lo." Gadis ini kembali mendapati luka pada pipi mulus Adrian. "Lo berantem sama siapa?"

"Nggak ada."

"Pagi tadi perasaan nggak ada," sahut Kayrena, "Sama siapa?" Ia memberikan penekanan pada nadanya.

"Wahyu."

"Siapa Wahyu?"

Adrian terdiam, ia sama sekali tak mau membahasnya. "Temen kelas."

"Gara-gara apa?"

"Ada." Laki-laki ini masih mendapati Kayrena yang menatapnya begitu serius, "Lo nggak perlu tau." Saat itu juga Adrian melihat sosok laki-laki datang dari kejauhan, ia pun memutar bola matanya malas, "Ck," decaknya kesal.

"Kita obatin, ayo?"

"Kayrena!!!" Yang dipanggil langsung menoleh ke belakang, menuju sumber suara. Terlihat sosok Rayen yang kini berlari begitu kencang menuju meja Kayrena. "Lo gimana?"

Kayrena gagu, ia terdiam. Gadis ini merasakan tubuhnya tertarik bangkit oleh tangan kekar Rayen. Dalam kedipan mata, Kayrena sudah berada dipelukan laki-laki itu. "Ra–Rayen." Suara gadis ini kaku.

ADKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang