"Happy reading!"
Niolip
."David ... David ... Main, yuk," jerit seorang lelaki yang sedang berdiri diteman tepat didepan sebuah tembok berjendela.
"Sialan," umpat seseorang seraya berdecih sebal, usai membuka jendela kamarnya yang terletak di lantai dua.
"Gue masuk, ya. Gue mau ngajak lo nongkrong! Udah sebulan gue nggak ngeliat, lo!"
"Najis, Far." umpat laki-laki yang berada dilantai dua itu lagi, langsung menutup jendalanya kembali.
Faro, langsung memasuki rumah tersebut tanpa permisi. "Faro ... Nyari Den Adrian, ya? Atau nyari Pak David?" seorang ibu-ibu yang bekerja sebagai pembantu dirumah itu berkata.
Faro tertawa, "Adrian, Bi. Saya naik, ya?" ujarnya diselingi tawa. Ia pun langsung naik usai bini didepannya mengangguk. Langkahnya cepat, langsung pergi ke lantai atas dan berhenti didepan sebuah kamar disana. "Gue masuk," ujarnya langsung membuka pintu dengan lancang.
Sosok laki-laki tinggi sama sepertinya, tampak tengah sibuk dengan senar-senar gitar ditangannya. Sesekali tubuhnya ikut sedikit bergerak, mengikuti irama lagu yang timbul dari gitar ditangannya.
"Ah ... ," desau Faro, merebahkan dirinya ke atas ranjang berseprai hitam lengkap dengan bed covernya. "Eh!" panggilnya, merasa masih diabaikan oleh pemilik kamar. "Gimana ceritanya lo sama Kayrena, anjing!" gerutunya diakhiri oleh umpatan.
Adrian yang sibuk memetikkan jemarinya pada senar gitar, langsung memberhentikannya, ia menatap Faro yang juga menatapnya, "Kenapa?" tanyanya.
Faro terkekeh, lalu berdecih tawa, "Ceritain ke gue! Cepetan!"
Adrian kembali memalingkan tatapannya, ia menaruh gitarnya bersandar ke kursi. "Kemana sekarang?" tanyanya, langsung bangkit menuju lemari.
"Anterin gue nyari gitar kayak punya lo."
"Dih ... Manja." Adrian tampak mengambil salah satu jaket bombernya dari lemari dan mengenakannya.
"Habis itu ke Bu Intan, bentar. Riski, sama Rafi baru dateng dari Sulawesi. Dia ngajak kumpul, sebelum balik lagi."
"Oh, ya?" Faro mengangguk, meski ia tau dirinya tidak dilihat. "Bonceng gue."
Faro membulatkan matanya, "Gue kesini karena gue mau pake motor, lo. Motor gue nggak ada bensin."
"Motor gue disita."
Faro tertawa, terheran tak percaya, "Lagi? Sumpah? Nyokap lo ... Apa, Bokap lo, kali ini?" Adrian tak menjawab, "Kali, ini. Ugal-ugalan atau balapan?"
"Sama Rayen."
"Pantesan! Dia bilang di grup, dia nggak dateng! Motornya juga sama disita, haha! Jemput, yuk! Kita ngeboti, bertiga," ajaknya, "Rumahnya gang sebelah, kan?"
"Dimana beli gitar?" Adrian membelokkan topik, dan Faro mengerti itu.
"Di tempat lo beli. Kayaknya disana worth it."
"Jauh, udah mau malem," tolak Adrian.
"Dih," Faro tak percaya mendengarnya, "Ya, udah ... Deket sini, aja." Suasana menjadi hening untuk puluhan detik, "Tapi gue serius mau tanya," kalimatnya terhenti, memastikan lawan bicaranya memperhatikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADKA
Teen Fiction"𝐓𝐞𝐫𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐀𝐝𝐫𝐢𝐚𝐧, 𝐬𝐢 𝐩𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤 𝐤𝐞𝐭𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧. 𝐌𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢𝐤𝐚𝐧𝐦𝐮 𝐨𝐛𝐚𝐭, 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐞𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐫𝐛𝐞𝐬𝐚𝐫𝐤𝐮 𝐤𝐚𝐫𝐞𝐧𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐮𝐚𝐭𝐤𝐮 𝐭𝐞𝐧𝐠𝐠𝐞𝐥𝐚𝐦 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐤𝐞𝐜𝐚𝐧𝐝𝐮𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧...