8. Dikala itu, Adrian

112 35 15
                                    

"Happy reading."

Niolip
.

Drt ...

Terdengar sebuah ponsel berdering berulang kali di atas meja kamar dengan pencahayaan yang sangat minim. Hari sudah siang, namun pemilik kamar lebih memilih menutup rapat pencahayaan dari luar, tak ada tirai jendela satupun yang terbuka. Seorang laki-laki yang tadinya tertidur lelap, kini terbangun.

"Eugh ... ," erangnya kasar, "Siapa, sih!" gerutunya pelan. Lengan panjangnya meraih handphone yang ada tepat disebelahnya, dan ia mengangkat sambungan telepon tersebut tanpa melihat siapa itu, "Hm?" Ia berdehem singkat.

["Adrian! Lo ke pengadilan nggak hari ini? Gue mau ikut kalau lo kesana!"]

Adrian, langsung menjauhkan ponselnya saat seseorang berteriak ditelinganya. "Hah?" pungkasnya dengan nada berat, ia tak mengerti kemana arah pembicaraan ini.

["Kan, perusahaan bokap lo lagi ada masalah, lo nggak tahu? Hari ini sidang salah satu CEO nya, kan? Pasti bokap lo dateng, lo nggak ikut?"]

"Buat?" tanya Adrian singkat, merasa tak memiliki urusan dengan itu.

["Gue penasaran aja! Lo tau kan, gue cinta mati sama apapun motor yang dikeluarin sama perusahaan, lo! Dan sekarang, perusahaan lo lagi kena kasus. Gue harus tau, lah!"] Begitu semangat, seseorang dibalik ponsel Adrian berbicara. ["Lo nanti kesana, kan? Gue ikut! Atau nggak, kita kesana, gue jemput lo!"]

"Nggak," Adrian menurunkan nadanya, ia berniat mematikan sambungan teleponnya saat ini, "Gue nggak tertarik, Far."

["Lo tega sama gue? Gimana nasib bokap gue yang jadi investor di perusahaan, lo? Gue kepo juga sama kasus ini seberapa besar dampaknya!"]

"Ah ... ," Adrian mengeluh, "Lo bisa kesana sendiri."

Faro, yang berada dibalik telepon berkata, ["Nggak mungkin gue dikasih masuk, kalau sama lo, pasti dikasih. Lo kan anak pemilik perusahaannya,"] katanya lagi. ["Gue juga dipaksa bokap gue buat ikut liat seberapa besar kasusnya, biar gue bener nyuruh bokap gue narik dana atau nggak dari perusahaan, lo. Lo mau keluarga gue rugi?"]

Adrian mendengar celotehan panjang Faro dengan malas, "Sialan, lo," umpatnya. "Kalau takut saham jebol, tarik aja. Jangan ganggu, gue."

["Bener-bener batu, lo! Sepuluh menit lagi gue ke rumah, terus pulang dari sana kita futsal!"]

Adrian terkesiap, "Gue mau tidur," sahutnya malas, lantas menaruh ponselnya kasar ke bantal disebelahnya.

["Gue berangkat sekarang juga dari warung Bu Intan! Bye!"]

Adrian mendengus kesal, mendengar warung Bu Intan, membuatnya harus bangkit dari posisi tidur. Pasalnya, warung tersebut tak begitu memakan waktu lama dari jarak rumahnya. Dan warung tersebut merupakan tempatnya dan Faro sering berkumpul.

"Nggak ada kerjaan," gerutunya sembari mempersiapkan diri.

-

"Sumpah? Gue baru tau kalau beberapa reporter boleh masuk," celetuk Faro yang kini tengah duduk dideretan pengunjung sidang dipojokkan. Sesekali ia melihat ke sekitar, mengamati orang-orang disana. "Kayrena?" batinnya, mendapati sosok teman gadisnya sedang duduk didepan, dengan tatapan lesu.

ADKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang