6

1.4K 282 50
                                    

Hinata meletakan kompres dingin di atas nakas dan mengusap kening dan leher Naruto dengan handuk kering sebelum mengompresnya. "Jika seorang Dokter jatuh sakit, siapa yang akan merawatnya hm?"

"Kekasihnya." Ucap Naruto dengan gumaman, sedangkan matanya terpejam. Sepertinya dirinya kelelahan karena kurang tidur dan beristirahat.

"Kupikir Dokter lain akan merawatnya." Hinata datang ke rumah pria itu malam ini setelah mendapat telepon dengan informasi bahwa pria itu demam tinggi sepulangnya dari rumah sakit.

"Aku akan ditertawakan para residen dan dokter magang." Naruto tak akan pergi ke rumah sakit tempatnya bekerja hanya karena demam.

"Mana mungkin." Hinata pikir tidak mungkin ditertawakan.

"Kau tidak tahu, lingkungan pekerjaan di rumah sakit lebih menyeramkan daripada di militer." Naruto pun mengalami sedikit culture shock.

Di militer, saat seoramg Dokter jatuh sakit mereka akan tetap diobati tanpa banyak bicara, tapi di rumah sakit, akan diobati sambil dibicarakan.

Hinata memeras kompres dingin itu dan melipatnya kemudian meletakannya di kening Naruto. "bagaimana bisa kau tahu pekerjaan di kemiliteran?"

"Aku bekerja di pusat medis kemiliteran Jerman selama delapan tahun dan di Ceko selama dua tahun." Naruto mungkin bisa memberitahu Hinata soal ini, sebetulnya pekerjaan itu hanyalah pengantar pada pekerjaan yang dia lakoni saat ini.

Dirinya dikirim ke wilayah konflik, membuka pusat medis di sana sebagai uluran tangan PBB, kemudian mendapati tawaran menggiurkan sebagai agen intelegensi, menyenangkan bukan?

Hinata duduk di tepi ranjang dan menatap pria itu, terkesima dengan apa yang pria itu katakan soal perjalanan karirnya. Sejak awal dia tahu, pria itu memang luar biasa. "Kau memiliki perjalanan karir yang luar biasa. Lalu demi untuk ayahmu kau memilih ada di sini?"

"Ya." Naruto tentu saja berbohong, dia tak ada di sini hanya untuk menemui ayahnya tapi penelusuran yang membawanya kemari. Soal ayahnya menetap di sini, itu hanya bagian dari kebetulan saja. "Namun aku tak menyesali keputusanku, sebab aku menemuimu di sini."

Dunia terasa sempit sekali sebab mereka ada di Tokyo berkat tuntunan dari satu orang yang sama, yakni Otsutsuki Toneri.

Jika ada satu orang yang harus mereka berikan rasa terima kasih atas pertemuan ini, keparat itu adalah orangnya.

Hinata menatap sendu ke arah pria itu. Sesungguhnya Hinata tidak tahu akan ke mana arahnya hubungan mereka.

Ya, Hinata akui bahwa dirinya jatuh hati kepada Naruto, sebab pria itu telah berhasil memberikan satu pandangan baru terhadap seorang pria di matanya yang mana tak semua pria selalu menyakiti, tak selalu memukul, tak juga mengatakan hal-hal kejam yang membuatnya lelah.

Hinata sempat berpikiran begitu karena satu-satunya pria yang selalu ada di sisinya selalu melakukan semua itu, menyakitinya hari demi hari. Namun Naruto, dia berbeda. Berada di sisi pria itu selalu membuat Hinata merasa aman dan dilindungi, pria itu menyembuhkannya saat terluka, memberinya bahu untuk bersandar.

Mungkin semua orang akan berpikir bahwa Hinata bodoh karena terlalu cepat menyimpulkan, namun dari sudut pandang seorang yang selalu diberikan rasa sakit oleh pria yang dia harapkan memberi rasa aman, kedatangan Naruto adalah sebuah buaian yang nyata untuknya.

Naruto meraih tangan kanan wanita itu di atas pangkuan. "apa yang mengganggu pikiranmu?" Dia bertanya dengan hati-hati karena wanita itu tiba-tiba nampak sedih.

"Toneri cepat atau lambat akan segera kembali, aku ingin tahu ke mana kau ingin kita berakhir Naruto." Hinata tahu pertanyaan ini akan terasa memalukan, namun setelah ciuman di sofa beberapa waktu lalu dan apa yang terjadi setelahnya, membuat Hinata merasa sangat jatuh untuk pria itu.

Naruto bangkit duduk di atas ranjang dan menatap wanita itu dengan keseriusan setelahnya. Sebab dia pikir kesempatan seperti ini tak akan datang dua kali. "Aku ingin kau jadi kekasihku. Aku akan membantumu mengakhiri segalanya dengan pria itu."

Hinata percaya kepada Naruto, sebab saat menatap mata birunya, tak nampak setitikpun keraguan dari ucapannya. Dia meraih tengkuk pria itu dan memberinya sebuah kecupan lembut di sudut kiri bibir kecokelatannya. "Terima kasih."

Naruto meraih tengkuk wanita itu dan membalas kecupan singkat itu dengan sebuah lumatan yang tak dia sangka dirinya bisa jadi begitu lembut saat memberikannya.

Keduanya memejamkan mata, membalas sapuan lidah dan bibir satu sama lain dengan sama hangat dan mesranya.

Seperti malam dengan kilatan petir waktu itu, kecupan-kecupan singkat yang hendak Naruto ubah jadi buaian ringan ditolak secara lembut oleh Hinata, meski sudah sempat saling menyentuh secara ringan, mereka tak berakhir melakukannya.

Naruto akan dengan senang hati bersabar, Hinata cukup sensitif pada keinginannya, jadi kapanpun wanita itu merasa siap, pasti dia akan memberikannya persis seperti kecupan singkat di sudut bibirnya barusan yang wanita itu mulai lebih dulu tanpa perlu diminta.

Hinata menyudahi ciuman itu, dia membelai wajah Naruto dengan lembut, kemudian mendorong pelan bahunya agar kembali berbaring. "Beristirahatlah, kau demam."

Naruto tertawa pelan. "aku akan membaik setelah tidur sebentar."

Hinata meraih sebutir obat di atas nakas dan meletakannya di bibir pria itu seraya membantunya menenggak seteguk air. "Kalau begitu tidurlah, aku akan buat sup di dapur."

"Em, kutunggu kau kembali." Ucap Naruto dan menatap punggung wanita itu yang melangkah pergi ke luar kamar, memadamkan lampu, dan menutup pintu dengan pelan.

Naruto tersenyum simpul setelah itu. Sial, tak dia sangka akan jadi sebegini jatuh hatinya.

...

"Matikan sambungan interkomnya." Ucap Sasuke pada Shikamaru.

"Aku tak ingin mendengar mereka bercinta setelah ini." Ucap Sasuke dengan sarkasme seraya bersandar di kursi di samping Shikamaru.

Di sebuah ruang yang minim penerangan itu, dua pria duduk bersisian dengan kursi kerja hitam yang nampak nyaman, di hadapan mereka layar komputer berjajar dari sisi kiri ke kanan, menampakan pemrograman.

Shikamaru meraih cerutu di laci meja kerjanya dan menyesapnya dengan santai. "Naruto mungkin akan memotong satu atau dua jari kita jika tahu dia jadi bahan percobaan alat sadap itu. "

"Aku meletakannya di dalam tas kerja yang dia bawa saat di mobil waktu itu." Sasuke tak berpikir itu adalah hal yang salah, mereka hanya ingin menguji coba alat penyadap itu dan memeriksa apa interkom mereka bekerja dengan maksimal meski berjarak begitu jauh.

Setelah mendengar semua pembicaraan Naruto dengan seorang wanita malam ini, mereka benar-benar yakin alat penyadap itu sudah nyaris sempurna. Hanya saja masih ada program yang ingin Shikamaru tambahkan di dalamnya selain perekam suara dan titik GPS dan yang terpenting adalah penyesuaian saat nanti alat itu tertanam di bawah kulit manusia.

"Jadi wanita itu adalah kekasih Toneri?" Shikamaru memperjelas situasi di Tokyo.

"Mantan kekasihnya, namun masih sangat berambisi untuk kembali bersama." Sasuke awalnya tak ingin memberitahu Shikamaru namun saat menyadap Naruto, mereka sama-sama mendengar nama Toneri Otsutsuki disebut oleh wanita itu, membuat Shikamaru akhirnya bertanya dan Sasuke tak mampu mengelak.

"Naruto tak bisa merebut wanita itu dari Otsutsuki, atau kita akan kehilangan magnetnya. Apalagi sebelum penyadap itu berhasil ditanam di dalam tubuhnya.

"Naruto tak akan melakukan hal bodoh, kau seperti baru saja mengenalnya. Dia hanya sedang bermain-main." Sasuke sudah mewanti Naruto untuk tak melakukan kesalahan.

Shikamaru hanya mendengkus "aku akan dengan senang hati menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya."

...

Hands of YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang