"Senang bertemu denganmu, Hinata." Minato menatap calon menantunya itu seraya tersenyum simpul.
"Maaf baru menemuimu sekarang." Hinata berucap sopan. Dia tak menyangka kalau tiba-tiba saja Ayah Naruto datang ke Ceko.
Saat turun ke lantai satu Hinata mendapati Naruto berbincang dengan seseorang secara santai di ruang tengah. Ternyata itu adalah ayahnya.
"Tak apa, kalian pasti sangat sibuk." Minato menenggak teh di cangkirnya. "maka aku segera mengatur perjalanan kemari saat Naruto mengatakan ingin menikah."
Hinata menoleh ke arah Naruto, dia tidak tahu kalau pria itu sudah mengatakan rencana pernikahan ini kepada ayahnya.
Naruto merangkul pinggul wanita itu yang duduk tepat di sampingnya. Tentu saja dirinya merencanakan ini, bukan sekedar ucapan asal untuk meminta pernikahan. "Ayah sudah tahu, kami bicara melalui telepon minggu lalu."
"Ayah datang kemari untuk membantu persiapan pernikahan kalian berdua." Minato berucap santai, dia menatap sepasang calon pengantin itu dengan seulas senyum di bibir. Mereka nampak serasi duduk bersisian.
Memang Minato melihat bahwa putranya yang ceroboh dan keras kepala itu butuh sosok yang lembut untuk menjadi pasangan hidup yang selaras. Seperti dirinya dan Kushina dulu.
"Terima kasih." Hinata berucap sungguh-sungguh. Dia senang bisa bertemu dengan Ayah Naruto, mereka nampak benar-benar serupa untuk tampilan luar.
Namun Ayah Naruto memiliki pembawaan tenang dan bijaksana, sekarang dia tahu dari mana datangnya sisi serius Naruto yang kadang muncul. Sedangkan sisi konyolnya belum dia ketahui datangnya dari mana.
"Apa Ayah ingin menikah lagi? Kami juga akan membantu." Ucap Naruto seraya berdehem pelan untuk menggoda ayahnya.
Minato terbatuk mendengar ucapan sembarangan Naruto barusan. "Kau akan dikutuk ibumu dari surga."
Naruto tertawa pelam, tentu saja dirinya hanya bercanda. Dia tahu Ibu adalah cinta mati ayahnya. Meski jikapun ayahnya benar ingin menikah lagi nanti, dirinya tidak akan melarang. "Aku hanya bercanda."
Minato hanya menggeleng, dia menatap tatto di bahu putranya. Dia ingat bulan purnama dan ombak itu, pemandangan yang mereka lihat di salah satu malam liburan keluarga terakhir mereka. "Kau bahkan masih berduka hingga sekarang?"
Naruto menggeleng "hanya ingin mengenang untuk selamanya." Ibu adalah sosok wanita yang dia jadikan patokan dalam memilih pasangan selama ini dan Hinata telah memenuhi semua ekspetasinya soal sosok itu.
Itulah kenapa, tiga tahun berlalu perasaan menggebu itu tidak juga berubah.
...
"Mintalah pernikahan yang kau inginkan, aku akan mewujudkannya." Naruto mendekap pinggul kekasihnya dengan erat. Mereka berdiri di sudut kamar, tepat di depan jendela untuk menatap salju yang turun lagi.
Malam sudah larut saat itu, Ayah beristirahat di lantai satu sejak selepas makan malam dan mereka berdua memiliki banyak waktu untuk bicara soal pernikahan.
Hinata menyentuh lengan pria itu yang melingkar di perutnya. "aku tak memiliki siapapun di dunia ini, teman dan keluarga silih berganti di tiap masanya, mungkin karena hidup berpindah-pindah. Kurasa aku hanya ingin pernikahan yang sederhana di gereja."
"Baiklah, kita berdua di gereja pukul sepuluh pagi, berdiri di atas altar untuk menikah." Naruto akan mengatur janji temu yang penting itu. "Secepatnya." Bisiknya di telinga wanita itu.
"Terima kasih." Jawab Hinata sama pelannya. Dia menoleh ke arah pria itu, ingin menatap mata birunya lagi.
"Tinggalah di Ceko selamanya. Kita mulai segalanya di sini." Naruto siap memulai kehidupan yang menyenangkan berdua. "Kau boleh mengambil garasiku untuk studiomu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hands of Yours
FanfictionWanita cantik yang sering datang dengan luka saat dini hari itu, membuat Naruto ingin tahu rahasia apa yang dia simpan dibalik raut sendunya.