Naruto terjaga saat jam di dinding menunjukan pukul delapan, tubuhnya terasa begitu ringan saat terjaga. Aroma tubuh Hinata membaui indera penciumannya, mungkin karena ranjang dan selimut ini adalah milik wanita itu. Meski dia sudah tidak ada di sisi kanan ranjang ini.
"Sial." Naruto memijat kepalanya dengan pelan. Dia ingat apa yang terjadi semalam, tentu saja ingat karena dirinya yang menuntun semua itu terjadi.
Pria itu masih berbaring di atas ranjang, dengan selimut menutupi sebatas pinggul kokohnya sedangkan di bawah sana dia sadar tak mengenakan apa-apa. Naruto menatap langit-langit dengan ingatan kembali ke malam tadi.
Semua bermulai dari ciuman singkat di bibir dan berakhir dengan mereka di atas ranjang.
...
Hinata mendorong pelan dada Naruto untuk menyudahi lumatan di bibirnya. Sedangkan Naruto, dia tidak ingin itu berakhir. Maka dia tetap melumat bibir wanita itu.
Naruto menenggelamkan jemarinya di antara helaian indigo Hinata yang menjuntai hingga ke pinggul.
Kecupan dan lumatan itu berlangsung lama, membuat Hinata sedikit sesak. Namun dia tidak menolak karena di ambang batas sadarnya, dia mengaku rindu pada pria itu.
"Aku merindukanmu." Naruto menyudahi lumatan di bibir karena dia rasa Hinata berhenti mengecup bibir bawahnya.
Hinata menundukan pandangannya, tak mengatakan apa-apa selepas ciuman itu berakhir.
Kening mereka masih bertemu, tangan saling menggenggam di atas pangkuan sedangkan pandangan mata menatap ke lantai.
Naruto meraih tengkuk wanita itu kemudian menundukan kepalanya untuk mengecup leher dan sepanjang garis wajah cantik wanita itu.
Hinata tak memberikan penolakan tentu saja karena dirinya mabuk. Namun Naruto mulai menyentuhnya di dada dan punggungnya, memang hanya rabaan ringan yang terasa hangat namun menguliti.
Naruto kemudian mendekap wanita itu sambil mengecup tengkuk dan bahunya.
"Naruto." Ucap Hinata dengan bisikan yang sangat pelan.
"Em?" Naruto menatap wanita itu, dia nampaknya mabuk berat sekarang.
Hinata menyudahi kontak mata itu seraya mengusap rahang tegas pria itu dengan sangat pelan. "Aku merindukanmu."
Naruto tidak merasa dirinya sudah gila atau mabuk berat. Tapi barusan wanita itu mengatakan rindu kan? "Beritahu aku seberapa rindu." Pintanya dengan bisikan yang sama pelannya.
...
Keduanya pergi ke kamar dengan tangan saling menggenggam dan bibir saling mengecup hingga Hinata dibaringkan di atas ranjang. Katakan saja mereka sama mabuknya, meski Naruto sesungguhnya hanya terlalu larut dan tak bisa menahan diri sedangkan Hinata benar-benar mabuk.
Naruto menyingkap piyama tidur sebatas lutut yang dikenakan Hinata untuk mendambai keindahannya lagi.
Membawa wanita itu ke atas ranjang sudah pernah dia lakukan tiga tahun lalu. Namun kali ini rasanya sangat mendebarkan seperti kali pertama saja.
Ya, memang kali pertama setelah tiga tahun berlalu.
Naruto menekan pinggul wanita itu di atas ranjangnya, melucuti sisa pakaian yang mereka kenakan sambil terus mengecup di tengah kesibukan itu.
Hinata rasa kepalanya terlalu pening untuk sekedar bisa mendorong tubuh kokoh pria yang mengukung tubuhnya.
Naruto mengurung tubuh wanita itu, kepala mereka berada di atas bantal. Sempat menatap mata satu sama lain tanpa jarak berarti sebab hidung saling menyentuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hands of Yours
FanfictionWanita cantik yang sering datang dengan luka saat dini hari itu, membuat Naruto ingin tahu rahasia apa yang dia simpan dibalik raut sendunya.