Naruto meletakan sebuket besar bunga tulip di atas meja kerja Hinata, di studio lantai dua.
Hinata mendongak saat mendapati seseorang meletakan seikat bunga di atas mejanya.
"Apa kau punya waktu malam ini?" Tanya Naruto dengan sungguh-sungguh.
Hinata meraih buket tulip di atas meja, kemudian membuka kertas buketnya untuk diletakan dalam pot kaca. "Waktu untuk apa?" Ia mengatakannya tanpa menatap mata pria itu.
"Untuk berkencan." Naruto pergi meninggalkan rumah sakit di detik waktu kerjanya selesai, membeli bunga, dan menyampaikan ajakan kencannya malam ini.
"Maaf, aku ingin beristirahat malam ini." Hinata tak ingin mengatakan penolakan, namun inilah jawabannya. "Terima kasih untuk bunganya."
Naruto tentu saja kecewa, namun dia tak mengatakan kekecewaan itu. "baiklah, istirahatlah malam ini."
Hinata tersenyum tipis, dia senang pria itu tak memaksanya, membiarkan dirinya memiliki pilihan untuk bilang tidak pada ajakannya.
"Akan kutemani hingga studionya ditutup." Naruto berucap lembut, tak akan ada paksaan meski dirinya selalu bergerak sesuai insting yang dipenuhi ketidaksabaran.
Hinata menatap ke arah pria itu, yang kini memunggungi, sedang sibuk mengamati gelas-gelas kecil di atas kabinet.
...
"Ajakan kencanku terus ditolak." Naruto berucap putus asa di hadapan Sasuke dan Shikamaru.
Mereka duduk berhadapan di meja yang biasa mereka gunakan untuk melakukan meeting pekerjaan.
"Mungkin kau tak nampak menarik lagi di matanya." Shikamaru mengatakan kepahitan itu secara gamblang.
"Kurasa dia hanya ingin melihat apa kau benar sungguh-sungguh kali ini, mengingat kesalahanmu dulu bisa dikatakan cukup fatal." Sasuke berucap lebih rasional.
"Mungkin keduanya adalah benar, dia sangat kecewa padaku hingga aku tak lagi nampak menarik di matanya." Naruto menyangga kepalanya dengan satu lengan.
Beberapa waktu terakhir, dirinya selalu bergerak maju, dia datang ke studio milik wanita itu lebih sering dari pekerja magang di sana. Namun tentu saja semua itu tak cukup untuk meluluhkan hati Hinata.
"Bersabarlah, kau tahu jalannya tak akan mudah sejak awal." Shikamaru menutup pembicaraan dengan saran yang lebih rasional dan tidak membuat Naruto putus asa.
Naruto menyandarkan punggungnya di kursi. "Pertemuanku dengannya di sini, pasti bukanlah sebuah kebetulan semata kan?" Setiap kejadian yang dia alami terus membuat Naruto ragu pada konsep takdir yang sesungguhnya.
"Tak ada yang kebetulan di dunia ini." Sasuke menghela napas pelan. Bahkan kedatangan Hinata kemari karena alasan pekerjaan yang direncanakan dan diusahakan. Wanita itu memang sangat berbakat, namun jika bukan karena rekomendasi yang dirinya berikan ke museum nasional, tawaran project itu mungkin hanya akan jatuh ke tangan seniman lokal.
Naruto baru saja akan membantah ucapan Sasuke, namun tiba-tiba saja ponsel yang dia letakan di atas meja berbunyi nyaring, menampakan nama wanita itu di layarnya. "Apa ini yang disebut takdir?"
"Ck, cepat jawab." Shikamaru dan Sasuke menoleh secara bersamaan ke arah ponsel.
Naruto bangkit berdiri dari kursi dan mengangkat panggilan itu. "Ada apa, Hinata?" Tanyanya dengan tenang.
...
Panggilan itu berlangsung singkat. Naruto mendengar semua yang Hinata katakan dengan atensi penuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hands of Yours
FanfictionWanita cantik yang sering datang dengan luka saat dini hari itu, membuat Naruto ingin tahu rahasia apa yang dia simpan dibalik raut sendunya.