15

1.2K 260 68
                                    

"Terimalah cincinnya Hinata, akan ku pesan tiket ke Beijing dalam waktu dekat." Toneri duduk di samping Hinata di sofa ruang tengah dan menyematkan cincin berlian di jari manis kirinya.

Hinata tak mengatakan penolakan apapun, dia tahu akan dipukul jika melakukannya. Jadi dia menerima saat pria itu menyematkan cincin di jarinya.

"Terima kasih kau sudah bersiap pergi ke Beijing." Toneri cukup senang saat mendapati Hinata mulai menyiapkan barang-barangnya untuk pergi, studionya bahkan sudah ditutup.

Hinata menatap pria itu, nampaknya malam ini Toneri sedikit tenang dan tak akan menyakitinya. "Apa yang kau lakukan di Singapura?"

"Tentu saja bekerja, mengirim logistik ke sana." Ucap Toneri, wanita ini tak perlu tahu apa pekerjaannya yang sesungguhnya. Selama ini yang Hinata tahu dirinya bekerja di sebuah perusahaan logistik yang mengurus ekspor dan impor barang ke luar negeri.

"Apa kau nanti akan bekerja secara berpindah?" Hinata bertanya kepada pria itu. Toneri sering kali berpergian ke luar negeri.

"Mungkin aku akan sering berpergian, tapi kita bisa memiliki sebuah rumah tinggal di Beijing." Jawab Toneri, dia senang kalau Hinata mulai peduli kepada hubungan ini seperti dulu.

"Kantormu berpusat di sana?" Hinata bertanya sekali lagi.

"Ya, kapanpun kau ingin ikut berpergian aku bisa membawamu. Aku tak akan pernah meninggalkanmu." Toneri meyakinkan kepada Hinata bahwa hidup yang nanti mereka jalani di Beijing akan menyenangkan.

"Kita kembali ke Beijing, aku tak pernah membayangkannya." Hinata bergumam, masa kecil mereka dulu tak bisa dikatakan menyenangkan sama sekali.

Hidup di panti hingga lulus SMA, Toneri keluar dua tahun lebih cepat dari Hinata. Pria itu mendapatkan pekerjaan, sedangkan Hinata mendapat beasiswa penuh untuk menempuh pendidikan seni di salah satu universitas.

Mereka selalu bertemu di saat senggang, begitu Hinata lulus, Toneri memintanya jadi kekasih. Seperti itulah perjalanan kisah mereka dimulai hingga hari ini.

"Panti kita dulu sudah tidak ada lagi." Toneri melihatnya saat kembali ke Beijing. "Pemerintahan mengambil alih."

"Syukurlah, tak ada anak yang hidup cukup baik di sana." Ucap Hinata.

Pengasuh panti mereka sangat keras, bisa disebut terlalu kejam untuk ukuran seorang pengasuh. Di sana lah pertama kalinya mereka mendapat kekerasan fisik. Baik Hinata ataupun Toneri mendapat didikan yang sama sedari kecil.

Hinata tumbuh jadi seorang yang tertutup sedangkan Toneri dia memiliki kemarahan yang meledak-ledak dalam dirinya. Ya, trauma di masa kecil sangat berpengaruh pada apa yang mereka dapatkan hari ini.

Namun sykurlah mereka bertahan meski tidak seindah kenyataannya. Mereka sering kali bertengkar dan Hinata berakhir di rumah sakit.

"Maafkan aku, membuatmu terluka." Toneri saat di titik sadarnya sudah berjanji akan menyampaikan maafnya. "Hanya kau yang kumiliki, maka aku sangat takut kehilanganmu."

Hinata tak tahu harus bereaksi seperti apa terhadap kalimat itu. "tolong jangan memukul ku lagi." Pintanya kepada pria itu. Mungkin terdengar menyedihkan tapi dirinya hanya merasa lelah.

Toneri merengkuh tubuh wanita itu. "Maafkan aku, percayalah aku sangat mencintaimu Hinata."

...

Naruto nampak muram di meja kerjanya, memgenakan headphone untuk mendengar apa yang Hinata bicarakan dengan Toneri tiap saat.

"Tak perlu mendengarnya jika mereka bercinta." Shikamaru memutuskan sambungan interkomnya.

Hands of YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang