19

1.5K 293 58
                                    

Flashback

Anak perempuan itu melangkah pelan di tepi jalan sepi menuju ke panti tempatnya tinggal. Meski hujan turun dengan deras, langit perlahan semakin gelap dan menyeramkan namun Hinata tetap berjalan pelan di sana membawa kantung berisi daging dan susu.

Seorang pengasuh membawanya pergi ke kota siang tadi, kemudian meninggalkannya di sana seorang diri karena sibuk berbelanja dan tidak sadar bahwa dirinya tertinggal.

Memang salahnya karena terlalu sibuk menatap lampion-lampion indah di toko.

Tangannya gemetar kedinginan, mungkin karena kehujanan di sepanjang perjalanan.

Anak itu sudah hapal jalan pulangnya sebab sering kali dibawa ke pasar oleh pengasuh. Maka meski usianya baru enam tahun, dia tetap bisa berjalan pulang meski sambil menangis di sepanjang jalan.

Tak ada seorangpun di perjalanan, hanya Hinata sendirian.

Ada memori menyedihkan yang tiba-tiba anak itu ingat. Dia di dekapan ibunya, kembali dari berbelanja di tengah hujan lebat yang sama. Namun sekarang dirinya sendirian, menyeret sebuah tas belanja lusuh yang satu talinya putus di perjalanan.

Mungkin karena sibuk menangis, Hinata tidak menyadari seorang anak lain berlari ke arahnya dari ujung jalan yang berlawanan. "Hinata!"

Hinata menoleh, meski masih menangis terisak. Anak laki-laki itu datang lagi, yang memberinya roti di belakang panti.

"Pengasuh mencarimu!" Toneri berucap sungguh-sungguh. Dia meraih tangan kecil itu dan menggenggamnya, membantunya membawa tas yang berat sekali, entah apa isinya.

Hinata kembali menangis namun dalam diamnya. Pasti dirinya akan dimarahi dan dipukul lagi saat tiba di panti.

Toneri menggenggam tangan anak itu, menuntunnya pulang meski sama basah dan terguyur hujan. Dia jadi khawatir karena di panti, pengasuh sangat marah tak mendapati Hinata pulang bersamanya dan sampai sore belum juga terlihat.

"Apa aku akan dipukul?" Tanya Hinata dengan suara bergetar.

"Tidak." Jawab Toneri secara singkat.

"Ada kotak susu yang jatuh." Hinata memperlihatkan isi tasnya. Tadi ada delapan kotak, namun jatuh karena tasnya tak cukup kuat, sekarang tersisa lima saja.

"Berapa banyak?" Tanya Toneri.

"Tiga." Hinata menunjukan tiga jemarinya kepada anak itu.

...

Hinata hanya diseret ke kamar begitu tiba di panti, dia tidak dipukuli oleh pengasuh. Namun Toneri dibawa ke halaman karena dia yang membawa tasnya. Anak itu mengintip dari jendela.

"Kau yang membawanya dari pasar?" Pengasuh membawa kayu di tangannya sambil menyeret Toneri ke halaman samping.

"Aku meminum tiga kotak susu di perjalanan." Toneri menundukan kepalanya sambil mengepalkan tangan kuat-kuat.

"Kau tidak tahu diuntung, itu susu untuk sarapan besok pagi!" Pengasuh memukul kaki Toneri dengan kayu di tangannya.

Suara pukulan demi pukulan terdengar menyakitkan. Hinata bisa melihatnya dari celah kecil di jendela.

Toneri berbohong, tidak ada yang meminum susu itu. Hinata yang menjatuhkannya di perjalanan.

"Kau pembawa sial!"

"Anak keparat!"

Pengasuh mengumpat tanpa henti sambil terus memukul dengan kayu. Sedangkan Toneri hanya diam sambil memejamkan mata dan mengepalkan tangan kuat-kuat.

Hands of YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang