Hinata berbaring di atas ranjang pasien sambil termenung menatap jendela. Langit sudah mulai gelap, sore kembali menjelang. Naruto pergi sejak pagi dan belum kembali untuk sekedar mengunjunginya.
Entah dia sibuk bekerja hari ini atau apa. Namun Hinata merasa seperti ditinggalkan di rumah sakit.
Pria itu tak mengatakan bahwa dia memiliki pekerjaan di pusat agensi hari ini, jadi seharusnya dia ada di rumah sakit. Tapi kenapa tidak menemaninya hari ini?
Hinata mengusap perutnya dengan lembut sambil memejamkan mata. Dirinya belum pulih seutuhnya, terkadang perutnya masih terasa nyeri. Biasanya Naruto ada di sini, membantunya melakukan ini dan itu, atau sekedar menemaninya meski di tengah jam kerjanya.
Namun hari ini pria itu tak datang, mungkin dia memiliki banyak jadwal operasi hari ini.
Hinata memejamkan mata, dirinya akan beristirahat dan tertidur untuk menyudahi penantiannya yang menyebalkan ini.
Tak menyadari seorang pria sejak tadi berdiri di depan pintu ruang rawatnya, berjalan ke sana ke mari dengan gelisah.
...
Naruto sesungguhnya sudah datang ke ruang rawat kekasihnya sebanyak lima kali. Dirinya tidak ragu sama sekali untuk mengatakan ini, namun dirinya hanya takut jika akan diberikan penolakan karena tidak benar menyampaikannya.
"Masuklah, kau seperti sedang menguntit." Sasuke duduk di depan ruang rawat itu, kebetulan ada kursi besi di sana.
"Sial!" Naruto tersentak kaget mendengar seseorang menginterupsi keresahannya. "Apa yang kau lakukan di sini?"
"Menemui kekasihku, kebetulan dia bekerja di sini." Sasuke menjawab dengan malas pertanyaan bodoh itu. Dirinya terkadang datang ke sini menemui Sakura, sekedar untuk bicara sebentar di tengah sibuknya pekerjaan satu sama lain atau mengantar makan malam saat wanita itu memiliki jadwal kerja malam.
Naruto meletakan keningnya di pintu kayu ruang rawat kekasihnya seraya mengembuskan napas pelan. "Apa aku gila jika melamarnya sekarang, Sasuke?"
"Ya, kau gila karena melamarnya sekarang." Sasuke berucap serius.
Naruto memasukan kembali kotak cincin itu ke dalam sakunya. "Aku menghamilinya setelah tiga tahun tak bertemu, lalu melamarnya setelah mengalami keguguran." Tentu saja semua itu terdengar brengsek dan tidak masuk akal.
Setelah tiga tahun berpisah, harusnya Naruto mengembalikan kepercayaan wanita itu terlebih dahulu, namun dirinya melakukan kesalahan, dengan mabuk dan bercinta.
"Seharusnya kau tidak pergi begitu saja tiga tahun lalu, berlutut di kakinya jika perlu setelah memanfaatkan keberadaannya untuk memuluskan pekerjaan kita, memang benar kita terdesak, tapi kau terpuruk terlalu lama." Sasuke dan Shikamaru selalu merasa bahwa Naruto bodoh karena diam saja selama tiga tahun penuh.
"Aku hanya merasa bahwa permintaannya berpisah saat itu tak bisa ku tolak." Naruto takut bahwa dirinya tidak mengenal Hinata dengan baik di titik di mana dirinya melihat wanita itu menangisi Toneri di hari kematiannya bahkan setelah dipukuli dan disakiti begitu lama.
Tiga tahun berlalu begitu saja di tengah kebimbangan rasa bersalah dan rasa tertahan untuk kembali memulai. Namun semua perasaan itu runtuh begitu saja di kali pertama mereka berhadapan lagi. Rasa ingin memiliki itu nyatanya masih sama besarnya, tak berubah sedikitpun.
"Aku mengerti." Jawab Sasuke secara singkat. "Sekarang dia kembali membuka hati dan memberimu kesempatan. Lupakan kebimbanganmu yang bodoh itu dan lamar dia jika kau serius. Jangan jadi bodoh dua kali."
"Aku menghamilinya, aku tidak mabuk malam itu. Kau tahu kan?" Naruto sudah katakan pada Sasuke apa yang terjadi malam itu.
"Kau hanya terlalu lama menahan diri, hingga kebrengsekan mengambil alih isi kepalamu." Sasuke mengerti sebagai sesama pria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hands of Yours
FanfictionWanita cantik yang sering datang dengan luka saat dini hari itu, membuat Naruto ingin tahu rahasia apa yang dia simpan dibalik raut sendunya.