Seorang wanita terbaring di atas ranjang pasien, ini adalah hari ke tiga dirinya berada di rumah sakit di tepian kota Tokyo, tak jauh dari tempat di mana kemalangan menimpanya.
Beberapa pengendara melintas membantunya ke rumah sakit dan akhirnya dirawat di sana.
Toneri menuangkan air ke dalam gelas dan meletakannya di atas nakas. Dia kemudian membelai surai Hinata yang tergerai di bahu. Meminta wanita itu segera terbangun. "Hinata."
Kelopak mata perempuan itu membuka perlahan setelah mendengar namanya disebut. Cahaya matahari pagi menyeruak dari tirai jendela di sisi kanan ruang rawat.
Seluruh tubuh Hinata terasa masih sama sakitnya. Luka di kepala, lebam di pinggul, dada, dan kakinya yang di gips adalah hal yang Toneri berikan begitu dia kembali dari Beijing.
Hinata memalingkan wajahnya dari pria itu, dua malam pria itu ada di sini, menunggunya tanpa diminta bahkan muncul tanpa rasa bersalah.
Toneri membelai wajah cantik wanita itu. "Aku datang ke rumahmu kemarin, kau mengganti pintunya hm?" Dia ingin memeriksa rumah wanita itu, ingin tahu apa ada hal yang dia sembunyikan dari rencana kepergiannya, namun sial pintunya telah berubah, semua jendela memiliki teralis besi sekarang.
Hinata tidak mengatakan apa-apa, dia tahu mungkin Naruto yang melakukannya.
Toneri kemudian menarik dagu lancip wanita itu untuk menghadap ke arahnya. "Aku temukan cerutu di depan pintu, kau membawa seorang pria ke rumah?" Dia bertanya dengan nada dingin namun bukan bentak keras seperti biasa sebab ini di rumah sakit.
Hinata menggeleng, dia menatap Toneri secara terpaksa. "Tidak."
Toneri menarik kursi dan duduk di samping ranjang, mungkin cerutu itu milik petugas yang mengganti pintu. "Setelah pekerjaanku selesai, aku akan menjemputmu. Kita harus kembali ke Beijing bersama setelah itu agar kau bisa ikut denganku kemanapun aku pergi bekerja setelahnya."
Hinata menatap pria itu dengan ketidakpercayaaan. "Kumohon berhenti, Toneri."
"Aku mencintaimu, Hinata." Toneri meraih tangan wanita itu. "andai kau tak pernah mencoba pergi, semua tak akan sejauh ini. Kau mengkhianati kepercayaanku namun aku akan beri mu kesempatan ke dua."
Hinata menjatuhkan air matanya, dia pernah sangat mengenali pria itu tapi kenapa dia begini sekarang?
"Kita akan menikah, begitu aku kembali dari Singapura. Jangan pernah mencoba pergi atau kau akan menyesal." Ucap Toneri untuk menyudahi pembicaraan itu. Dia muak melihat Hinata minta menyudahi hubungan dan ingin lari.
"Aku tidak ingin menikah." Hinata berucap dengan suara tercekat.
"Jika kau tidak menikah dengan ku, kau tak akan kubiarkan menikah dengan siapapun." Ucap Toneri sambil menatap Hinata tepat di mata amethystnya.
Hinata tak memalingkan wajahnya dari pria itu saat ancaman tersebut dilontarkan, namun tak seperti ancaman biasanya, Toneri nampak sungguh-sungguh kali ini. Bola matanya tak bisa berbohong.
Pada detik itu Hinata seolah tersadar bahwa Toneri saat ini berbeda dari Toneri yang dirinya kenali dulu, dia bukan lagi orang yang sama.
...
Naruto bersandar di kursi kerja sambil menunggu telepon dari kekasihnya. Seharusnya Hinata pulang malam ini, namun kenapa tak memberi kabar apapun?
Pria itu selalu berpikir positif bahwa di sana Hinata sangat sibuk sehingga tidak sempat menelepon meski rasanya mustahil seseorang sibuk hingga tidak bisa mengirim satu saja pesan singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hands of Yours
FanfictionWanita cantik yang sering datang dengan luka saat dini hari itu, membuat Naruto ingin tahu rahasia apa yang dia simpan dibalik raut sendunya.