The Bridge

1.5K 295 41
                                    

3 Years Later

Musim gugur di Ceko selalu terasa menyenangkan. Cuaca tidak terasa panas atau dingin, hanya lembab dan terkadang hujan. Sebuah bangunan tiga lantai dengan bata merah yang indah itu cukup ramai didatangi belakangan ini.

"Terima kasih, sampai bertemu di sesi selanjutnya." Hinata tersenyum ramah kepada beberapa murid kelas potterynya sambil mengucapkan salam perpisahan.

"Sampai bertemu." Beberapa wanita itu melangkah pergi, membawa masing-masing satu paperbag berisi gelas buatan tangan mereka.

Hinata kemudian menutup kembali pintu studionya, memutar papan tanda buka menjadi tutup. Malam ini dirinya ingin menikmati sup kentang dan ayam panggang jadi akan lebih baik jika pulang ke rumah lebih awal untuk memasak.

Wanita itu melepaskan apronnya dan meletakannya di atas counter, memadamkan semua lampu serta menutup jendela sebelum meraih clutch miliknya dan melangkah keluar.

Kediaman dan studio miliknya hanya berjarak sekitar seratus delapan puluh meter saja maka Hinata lebih suka berjalan, menikmati suasana pagi atau sore di tepian danau kota yang nampak indah.

Benar apa yang pria itu pernah katakan dulu, Ceko begitu hangat, indah dan menenangkan.

Tepatnya dua tahun sudah Hinata menetap di sini untuk memulihkan luka hatinya.

Sebuah museum nasional di Praha, menginginkan sebuah kerja sama jangka panjang dengan studio miliknya jadi dia bisa mengurus kepindahannya kemari dengan alasan pekerjaan.

Meski nyatanya bukan itu satu-satunya hal yang Hinata inginkan dengan datang kemari, melainkan dia ingin meraih mimpinya. Mimpi yang dulu pernah pria itu janjikan kepadanya.

Karena pria itu menolak membawanya kemari, maka Hinata membawa dirinya sendiri menuju kebahagiaan itu.

Ceko tak cukup sempit untuk mereka bisa bertemu kembali. Hinata pun tidak tahu apakah pria itu kembali ke Ceko, menetap di Tokyo, atau pergi ke Jerman.

Di manapun pria itu berada sekarang Hinata hanya ingin mengatakan terima kasih. Berkat pria itu, ia bisa hidup di sini hari ini, ditemani angan indah yang dulu pernah pria itu katakan padanya.

Hinata telah mendatangi semua tempat yang pria itu sebutkan, menikmati semua makanan yang pria itu sukai, dan hidup tanpa rasa takut lagi, sebab sekarang hanya ada dirinya sendiri.

Meski sepi, hidup terasa jauh lebih baik hari ini.

Wanita itu menoleh ke arah danau dengan air tenang, pantulan cahaya matahari yang nyaris tenggelam nampak indah sekali, memantulkan cahaya orens ke sepanjang jalan pulangnya.

Hinata tersenyum tipis, dia meraih sesuatu di dalam tasnya, benda kecil berwarna hitam yang entah apa, dia temukan di dalam clutchnya tiga tahun lalu, benda yang sama dengan yang dia temukan di abu Toneri dulu.

Mungkin ini milik Naruto, benda yang dulu digunakan untuk memantau dirinya dengan Toneri. Hinata tak pernah membuangnya, dia anggap sebagai butiran kenangan dari pria yang tak akan dia temui lagi selamanya.

Hinata menghentikan langkahnya, berdiri di depan pagar yang membatasi jalan dengan danau sambil menggenggam benda itu. "Kuharap kau baik-baik saja, Naruto."

...

Naruto tersenyum sendu mendengar gumaman tiba-tiba wanita itu di telinganya. "sayangnya aku tidak baik-baik saja."

Pria itu termenung menatap ke luar kaca ruang kerjanya di salah satu rumah sakit militer kota Praha.

Dari sini nampak jelas matahari yang perlahan-lahan tenggelam, cahaya orensnya menghilang di makan gelap malam.

Hands of YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang