Hinata memelankan langkahnya saat melihat Naruto ada di depan studionya seolah menunggu. Entah darimana pria itu tahu bahwa hari ini dirinya akan datang ke studio. Padahal ini adalah hari Minggu, biasanya studionya akan ditutup. Namun hari ini dirinya datang karena tabletnya tertinggal.
Naruto bergegas memadamkan cerutunya saat melihat Hinata melangkah mendekat.
Hinata menundukan kembali pandangannya, kemudian melangkah menuju pintu masuk tanpa menyapa pria itu.
"Bisa kita bicara?" Naruto menatap wanita itu yang tengah membuka pintu kaca studio.
"Em." Ucap Hinata tanpa menatap mata pria itu. Salju turun sejak dini hari, mengakibatkan tanah berselimut salju yang cukup tebal dan udara dingin sekali, dia tidak tahu sejak kapan pria itu berdiri di sana.
Keduanya melangkah masuk ke studio, melepaskan coat dan menyampirkannya di dekat pintu.
Hinata melangkah ke lantai dua, mengambil tabletnya yang tertinggal di ruang kerjanya sedangkan Naruto menunggu di lantai satu.
Setelah Hinata pikirkan lagi, dirinya memang cukup egois karena menyalahkan Naruto soal malam itu. Namun Hinata tak menghampiri Naruto lebih dulu biar pria itu datang dan meminta maaf.
Bagaimanapun juga sebagai seorang pria yang memegang kendali atas apa yang terjadi malam itu, Hinata berikan tanggung jawab atas permintaan maaf itu kepada Naruto seutuhnya.
Naruto tahu Hinata akan ke studio hari ini karena dengar melalui penyadap. Wanita itu mengatakan bahwa tabletnya tertinggal kepada seorang pekerja magang melalui telepon.
Jadi di sinilah dirinya menunggu wanita itu datang.
Hinata membawa turun tabletnya dan melangkah kembali menuju ruang depan studio di mana tas tangannya dia letakan di sana.
"Aku benar-benar minta maaf soal malam itu, aku memang mabuk. Namun jika kau pikir aku seharusnya masih cukup sadar untuk bisa menahan diri, kau boleh berpikir begitu, aku memang brengsek." Naruto meraih tangan kanan Hinata, menggenggamnya untuk meminta maaf.
Hinata meraih sesuatu di dalam tas tangannya, dia selalu membawa benda itu karena dia memang menunggu pria itu datang kepadanya untuk meminta maaf dan dirinya bisa bicara.
Naruto terkejut saat Hinata meraih tangan kirinya dan meletakan testpack di genggamannya. Dia menatap testpack itu dan mengamati.
"Hasilnya negatif, tapi aku belum datang bulan sampai hari ini." Hinata tak menatap Naruto saat mengatakannya.
"Terlambat berapa hari dari waktu yang semestinya?" Naruto meraih sisi kiri wajah cantik wanita itu. Jika sudah begini situasinya, ini bukan lagi soal urusan hati tapi lebih serius dari itu.
"Sepuluh hari." Jawab Hinata seraya menatap mata biru Naruto, karena pria itu meraih wajahnya untuk berhadapan. Dua minggu sudah mereka tidak bertemu sejak malam itu dan Hinata selalu khawatir.
Memang malam itu tidak ada kehati-hatian seperti biasanya, tidak menggunakan pengaman atau menahan diri untuk tidak menyudahinya di dalam Hinata. Naruto ingat tiap detik yang dia lakukan dan memang benar dirinya mendekap erat wanita itu saat menyudahinya. Jadi kehamilan adalah hal yang mungkin saja terjadi. "Ayo ke rumah sakit, Hinata."
Hinata melepaskan genggaman tangan pria itu dan menyudahi tatap mata mereka. Dirinya tidak siap untuk kehamilan di tengah hubungan mereka yang tak menentu ini. Lagipula masih ada keraguan di hatinya soal Naruto.
"Aku akan bertanggung jawab." Ucap Naruto dengan sungguh-sungguh.
Hinata meraih tas tangannya. "Aku mungkin tidak hamil, hanya terlambat datang bulan." Ucapnya seraya bersiap pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hands of Yours
FanfictionWanita cantik yang sering datang dengan luka saat dini hari itu, membuat Naruto ingin tahu rahasia apa yang dia simpan dibalik raut sendunya.