•───────•°•✿❀✿•°•───────•
Sesampainya di rumah, Vienna menghempaskan bokongnya ke sofa. Ia menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa sambil menghela napas berat. Kepalanya mendongkak menatap langit-langit ruangan.
"Kalau begitu, setidaknya telepon kakakmu saat kau sudah tiba di rumah."
Vienna teringat dengan ucapan ibunya. Ia pun segera mengambil ponselnya dan melihat kontak chat Rhea sedang online.
"Apa yang harus aku katakan padanya?" gumam Vienna yang terlihat kebingungan. Ia mengetik pesan.
Vienna : Tolong katakan pada Ibu, aku sudah sampai di rumah dengan selamat.
Vienna tidak segera mengirimkan pesan tersebut. Ia tampak berpikir. "Aku rasa, aku tidak perlu menulis seperti ini."
Vienna mengoreksi pesannya yang belum dikirim tersebut.
Vienna : Aku sudah sampai di rumah dengan selamat.
"Aku rasa ini terlalu panjang." Vienna masih ragu mengirimkan pesan chat tersebut. Ia lagi-lagi mengoreksinya.
Vienna : Aku sudah sampai di rumah.
"Emm...." Vienna terus meringkas pesan chat-nya.
Vienna : Aku sudah sampai.
Ketika akan mengirimkan pesan tersebut, muncul pesan chat dari Rhea.
Rhea : Ibu menanyakanmu, apa kau sudah sampai di rumah?
Vienna menghapus pesan yang belum ia kirimkan. Gadis itu kembali mengetik ulang pesan untuk menjawab kakaknya.
Vienna : Iya
Rhea : Okay.
Percakapan pun berakhir di sana.
Vienna menghela napas lega. Ia melihat postingan status Rhea, ternyata sebuah pantai tempat Rhea berlatih jet ski.
Keesokan harinya, Vienna pergi ke sekolah seperti biasa. Ia menjalani aktivitasnya tanpa kendala apa pun. Bahkan Vienna merasa senang saat mendapatkan kabar kalau keadaan ibunya sudah lebih baik, meski harus memakai kruk untuk berjalan, karena kakinya yang terkilir akibat jatuh dari tangga.
Dua bulan berlalu....
Vienna melewati penilaian akhir semester dengan lancar. Ia merasa senang, karena nilai raport-nya stabil, bahkan meningkat. Vienna menjadi peringkat 3 di kelas, sebelumnya Vienna peringkat 4.
Mira datang ke sekolah untuk mengambil raport Vienna. Itu adalah kali pertamanya Mira mengambil raport putri bungsunya, karena biasanya Ivan yang mengambilnya. Mira sangat bangga pada Vienna atas pencapaiannya itu.
Seperti rencana sebelumnya, Vienna akan tinggal bersama ibu dan kakaknya di kota, setelah penilaian akhir semester selesai dilaksanakan, sehingga ia pun harus pindah sekolah.
Sembari mengambil raport, Mira sekalian mengurus berkas kepindahan Vienna untuk semester baru di SMA di kota.
Dalam perjalanan pulang, Mira tampak fokus menyetir, sementara Vienna duduk di sampingnya.
"Ivan pasti bangga padamu," kata Mira.
Vienna hanya tersenyum tipis.
Mobil Mira berhenti di depan terasering bukit tempat di mana rumah Vienna berada.
"Ibu tidak mampir dulu? Atau menginap semalam saja?" tanya Vienna.
Mira menggeleng. Ia menatap rumah kayu di bukit depan sana. "Setiap aku mendatangi rumah itu, aku selalu teringat dengan kenangan saat bersama Ivan. Itu membuatku sedih."
KAMU SEDANG MEMBACA
SISTERHOOD
AventureVienna baru saja kehilangan ayahnya. Ia harus berhadapan dengan kenyataan saat mengetahui kalau kakaknya menghilang secara tiba-tiba. Ibunya jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Vienna tidak tinggal diam. Ia pergi untuk mencari kakaknya, R...