•✿ Part 20 ✿•

50 4 3
                                    

•───────•°•✿❀✿•°•───────•

Keesokan harinya.

Burung camar hinggap di batu pinggir pantai.

Terlihat Vienna tidur di atas pasir yang dialasi dengan dedaunan. Rompi pelampung dijadikannya bantal. Sementara Miky tidur di sampingnya. Api unggun di dekat mereka masih menyala walau mulai mengecil, karena kayu bakarnya sudah habis menyisakan arang.

Perlahan Vienna membuka matanya. Ia bangkit untuk duduk. Gadis itu terbangun, karena mendengar suara kawanan burung camar. Mereka terbang di atas permukaan laut dan memburu ikan-ikan yang lengah.

Vienna merasa kehausan. Ia mengusap tenggorokannya. Gadis itu pun beranjak bangun dan pergi ke dalam hutan.

Miky terbangun kala mendengar suara langkah kaki Vienna yang menjauh. Anjing berbulu putih itu bangkit sambil menggibrikkan bulunya. Butiran pasir berjatuhan dari tubuhnya. Miky menggonggong lalu menyusul majikannya.

Vienna melihat guratan di pasir dan di tanah yang dibuatnya kemarin menggunakan ranting pohon. Jadi, Vienna tidak akan tersesat.

"Wah." Vienna melihat ada tanaman berry liar di depan sana berwarna merah. Gadis itu memeriksanya.

Vienna tahu jenis-jenis berry yang bisa dimakan dan yang beracun. Beruntung berry merah yang ditemukannya itu tidak beracun. Ia pun memakannya.

Samar-samar Vienna mendengar suara aliran air sungai di kejauhan. Setelah kenyang memakan berry, Vienna mengambil rotan untuk menyambungkan guratan di tanah. Ia melangkah pergi ke tengah hutan bersama Miky untuk mencari sungai.

Kemarin Vienna tidak berkeliling sampai masuk ke tengah hutan __karena hari sudah sore. Vienna tidak ingin mereka tersesat di tengah hutan malam hari dan berhadapan dengan hewan buas. Tidak menutup kemungkinan, ada hewan buas atau apa pun itu di pulau tersebut__, jadi ia tidak tahu kalau di tengah hutan tersebut ternyata ada sungai.

Suara aliran sungai semakin jelas terdengar, menandakan jika mereka sudah semakin dekat dengan wilayah perairan sungai. Vienna segera mempercepat langkahnya menuju ke sumber suara. Ketika melewati semak belukar, kedua mata Vienna terbelalak melihat sungai kecil di depannya. Ada air terjun kecil juga.

Di depan sana ada anak gunung yang cukup tinggi dan ditumbuhi pepohonan rimba.

Miky menggonggong kecil. Ia mendekati tepian sungai lalu minum sepuasnya.

Vienna melihat ada banyak ikan air tawar yang berenang di dalam sungai. Ketika Miki minum di tepi sungai, ikan-ikan itu berhamburan menjauh dari Miky.

Melihat Miky yang sedang meminum air sungai, Vienna jadi haus lagi. Padahal tadi rasa hausnya sudah terobati setelah memakan berry yang mengandung cukup banyak air. Ia melihat ada beberapa pohon di tepi sungai yang batangnya menyimpan cadangan makanan berupa air yang diserap tanaman tersebut dari sungai.

Vienna mengeluarkan pisaunya dari dalam tas lalu ia menusuk batang pohon tersebut. Tidak sulit bagi Vienna menebang satu pohon sekali pun, karena sebagian besar yang terkandung dalam pohon tersebut adalah air, membuat tekstur batangnya lunak.

Vienna meminum air yang terkandung di dalam pohon tersebut sepuasnya.

Penasaran dengan anak gunung di depan sana, Vienna pun berniat untuk mendakinya.

Berbeda dengan tanda sebelumnya, Vienna membuat tanda di pohon dengan mengoleskan lumpur yang diambilnya dari sungai agar ia tidak tersesat.

Vienna mengambil ranting yang sedikit lebih besar dan panjang untuk dijadikannya tongkat daki. Gadis itu pun mulai mendaki anak gunung tersebut. Tidak lupa ia menempelkan cap tangan berlumpur ke pohon yang dilewatinya setiap delapan langkah.

Miky mengikutinya di belakang.

Mendaki sebuah anak gunung bukanlah hal yang sulit bagi seorang Avienna Oaklyne Braden. Ia pernah mendaki gunung yang lebih besar dan lebih tinggi dari yang ini.

Sampailah Vienna di puncak gunung. Ia menempelkan cap lumpur terakhir di pohon di depannya.

Vienna duduk di bawah pohon tersebut dan menyandarkan punggungnya ke pohon. Ia memeriksa ponselnya. Sama saja, tidak ada sinyal, meski ia berada di tempat yang tinggi.

Jam di ponselnya menunjukkan pukul 9 pagi. Baterai ponselnya masih tersisa 53%. Iseng-iseng Vienna memotret sekitaran gunung dengan ponselnya.

Vienna melihat ada pohon besar yang bercabang di depan sana. Ia pun naik ke pohon tersebut dengan menginjak dahan cabangnya sebagai tangga. Vienna berhasil mencapai bagian paling atas dari pohon tersebut. Ia melihat ke sekeliling.

Karena hari sudah menjelang siang, kabut yang menutupi pulau juga sudah menghilang. Jadi, Vienna bisa melihat pemandangan alam yang luar biasa dari atas sana. Ia melihat ke pulau seberang. Itu adalah Pulau Kerang, tempat di mana mayat __yang diduga polisi adalah__ Rhea ditemukan, alias TKP.

Vienna melihat ke arah sebaliknya. Ia mengernyit bingung, karena ternyata ada pulau lain yang tidak terlalu jauh dengan Pulau Lameda (pulau yang dipijak oleh Vienna saat ini).

"Pulau apa itu? Tapi, di Google Maps tidak ada pulau lain yang berdekatan dengan pulau tak bernama ini (Pulau Lameda)," gumam Vienna yang melihat screenshot-an Google Maps di ponselnya.

Ya, pulau yang paling dekat dengan Pulau Kerang hanya satu, yaitu Pulau Lameda (menurut sumber di Google Maps). Tidak ada pulau lain di sekitar kedua pulau kecil itu. Ada pun jaraknya tidak sedekat yang dilihat Vienna.

Samar-samar, Vienna melihat ada menara di pulau misterius itu. Ia berpikir, mungkin saja itu mercusuar atau menara pengawas.

Vienna turun dari pohon. Ia tidak tahu harus mencari Rhea ke mana lagi. Bahkan pulau tempatnya sekarang berada tampaknya tidak berpenghuni dan tidak pernah dijamah manusia.

Malam harinya.

Setelah menuruni anak gunung, Vienna memilih untuk berpindah tempat, yang awalnya tidur di pinggir hutan dekat pantai, sekarang Vienna memutuskan untuk tidur di tepi sungai.

Vienna membuat api unggun yang lebih besar. Ia membuat bendungan jebakan di sungai untuk menangkap ikan. Vienna membakar ikan hasil tangkapannya itu dan berbagi dengan Miky.

Berbeda dengan di pinggir hutan kemarin, nyamuk dan serangga di dalam hutan jauh lebih banyak dan lebih brutal. Namun, beruntung Vienna membawa body lotion anti serangga berukuran ekonomis. Ia pun mengoleskan body lotion tersebut le seluruh tubuhnya. Setidaknya itu berhasil membuat nyamuk-nyamuk dan serangga lainnya menjauh.

Suhu di dalam hutan terasa begitu dingin menusuk tulang. Vienna memakai sweater-nya lalu dilapis lagi dengan rompi pelampung. Ia pun merebahkan tubuhnya di atas dedaunan yang dijadikannya alas untuk tidur.

Semakin malam suhu juga semakin dingin. Tidak kehabisan akal, Vienna membuat empat api unggun sekaligus yang mengelilingi mereka berdua agar lebih hangat. Ternyata idenya itu berguna. Sekarang ia merasa sedikit lebih hangat. 

Miky sudah tidur pulas sedari tadi. Vienna kembali merebahkan tubuhnya di samping Miky. Perlahan kedua matanya tertutup.

Awan hitam berkumpul di atas Pulau Lameda. Sambaran petir membuat Vienna tersentak bangun. Begitu juga dengan Miky.

Tanpa aba-aba, hujan turun dengan derasnya mengguyur Pulau Lameda.

•───────•°•✿❀✿•°•───────•

15.17 | 14 Februari 2021
By Ucu Irna Marhamah

SISTERHOODTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang