•───────•°•✿❀✿•°•───────•
Sampai esok harinya pun, Rhea tidak pulang.
Mira tidak pergi ke Butik. Ia kembali mendatangi kantor polisi bersama Vienna dan menemui Polisi yang kemarin, tapi tanggapannya dingin dan terkesan tidak peduli. Hal tersebut membuat Mira marah-marah.
Karena dianggap membuat kebisingan dan keributan di dalam ruangan, Mira dan Vienna diusir dari kantor polisi.
"Beginikah cara petugas keamanan rakyat bekerja?" gumam Mira dengan tatapan seorang ibu yang penuh dengan kekecewaan tertuju ke bangunan besar Kantor Kepolisian Kota di depannya.
Karena tertekan dan stress atas hilangnya Rhea, Mira lagi-lagi masuk rumah sakit. Vienna menemani dan menjaga Mira di kamar rawatnya.
Selang infus terpasang ke tekuk lengan Mira.
Vienna menghela napas berat. Meski terlihat tenang, sebenarnya Vienna juga mengkhawatirkan keadaan Rhea yang entah di mana sekarang ia berada.
Dua hari sudah berlalu, tapi Rhea tidak pernah kembali.
Karena ibunya sakit, jadi Vienna yang pergi ke kantor polisi untuk melapor lagi, tapi tanggapan mereka masih sama.
Vienna menggebrak meja pelan, membuat polisi di depannya mendongkak menatap Vienna. Gadis itu kini tengah menatap polisi itu dengan ekspresi serius.
"Baiklah, jika polisi tidak bisa membantu, aku akan mengirimkan surat ke pemerintahan atau membuat petisi sekalian untuk menemukan kakakku. Karena kakakku adalah atlet jet ski kebanggaan negara, pemerintah pasti akan bertindak, saat tahu dia berada dalam bahaya. Dan seluruh masyarakat di negeri ini akan mengutuk kinerja kepolisian yang tidak becus mengurus kasus ini apalagi sampai pemerintah turun tangan," kata Vienna penuh penekanan dan ancaman.
"Kau tidak bisa bertindak sendirian seperti itu," sanggah polisi. Meski ia terlihat mengintimidasi Vienna, tapi tampaknya dirinya lumayan takut dengan ancaman Vienna. Dan justru, malah dirinyalah yang terlihat seperti diintimidasi oleh bocah berusia 15 tahun itu.
"Aku bisa melakukannya, kenapa tidak?" ucap Vienna penuh keyakinan. Ia melanjutkan, "Posisi rakyat di negara kita ini ada di atas pemerintahan dan kepolisian. Kalian memilih untuk menduduki jabatan pemerintah dan polisi, jadi harusnya kalian tahu apa tugas kalian... atau nantinya rakyat sendiri yang akan menghakimi kalian."
Karena sedikit ancaman dari Vienna, kali ini Polisi mengatakan jika mereka akan mencari Rhea.
Vienna beranjak dari kursi. "Terima kasih." Setelah mengatakan itu, ia pun berlalu pergi.
Setidaknya Vienna merasa sedikit lega, karena polisi memberikan kepastian untuk menemukan kakaknya.
Di rumah sakit, Vienna duduk di kursi samping ranjang ibunya. Mira yang terbaring di atas ranjang tampak bersedih.
"Bagaimana kata polisi?" tanya Mira.
"Setelah sedikit menggertak mereka, mereka berjanji akan mencari dan menyelidikinya," jawab Vienna.
Mira menghela napas lega mendengar jawaban Vienna. "Bagaimana jika kita meminta bantuan Bobby?"
Vienna tampak berpikir. "Aku tidak yakin. Bahkan dia tidak peduli dengan kematian Ayah. Dia dan Nenek sama sekali tidak datang ke Pemakaman Ayah."
"Bobby dan Ivan selalu bertengkar dan... aku pikir Bobby masih membenci ayahmu. Tapi, meski pun begitu, sebenarnya mereka saling menyayangi dan peduli satu sama lain," kata Mira.
"Entahlah," sahut Vienna.
Empat hari berlalu, setelah hilangnya Rhea. Vienna mulai kesal dengan kepolisian yang tidak pernah memberikan kabar tentang perkembangan pencarian Rhea.
Akhirnya Vienna mengirimkan surat ke pemerintahan dan juga tempat pelatihan jet ski mengenai hilangnya Rhea. Namun, Vienna merasa jika itu membutuhkan waktu yang lama dan sia-sia, sehingga ia memutuskan untuk menghubungi stasiun TV Nasional.
Dengan begitu, berita hilangnya Rhea menjadi topik hangat dan trending di sosial media, beritanya cepat menyebar ke seluruh penjuru kota. Tentu saja, seorang atlet jet ski perempuan menghilang, itu adalah berita yang sangat besar dan menggemparkan.
Tindakan Vienna membuat para polisi panik. Mereka pun mencoba yang terbaik dengan berusaha mencari Rhea, sebelum pihak pemerintahan turun tangan dan menyalahkan kepolisian yang tidak becus menangani kasus tersebut.
Ponsel Mira berdering.
Mira menoleh ke meja di samping ranjang rawat. Ia menarik laci dan mengambil ponselnya. Ada telepon dari seseorang bernama Amber. Mira segera mengangkatnya.
Sementara itu, Vienna baru tiba di Rumah Sakit. Ia melihat Mira sedang berbicara dengan orang di telepon.
Vienna duduk di kursi. Ia mengambil buah apel di keranjang lalu mengupasnya.
Mira menutup panggilannya. Ia menggenggam tangan Vienna. "Di hari Rhea menghilang, dia sempat mendatangi rumah temannya. Sekarang bilang pada polisi."
Vienna tampak berpikir. "Apa Ibu tahu di mana alamat temannya Kak Rhea?"
Vienna berdiri di depan Rumah Sakit. Ia menatap nomor polisi di layar ponselnya.
🌴🌴🌴
Vienna telah sampai di rumah temannya Rhea. Ia memutuskan untuk datang sendiri ke sana, tanpa menghubungi polisi. Tampaknya Vienna sudah tidak mempercayai polisi lagi, jadi ia memutuskan untuk mencari tahu sendiri.
Vienna mengetuk pintu.
Tak lama kemudian, seorang gadis berambut pirang membuka pintu. Ia adalah Amber yang tadi menelepon Mira.
Amber adalah teman Rhea sewaktu SMA. Bahkan foto kebersamaannya dengan Rhea masih terpajang di dinding ruang tamu, di mana keduanya masih memakai seragam SMA.
Vienna duduk berhadapan dengan Amber. TV di samping mereka menyala dengan volume rendah.
"Aku mendengar berita di TV tentang hilangnya Rhea. Kebetulan waktu itu Rhea datang ke rumahku, di hari terakhirnya sebelum menghilang," ucap Amber.
Vienna bertanya, "Apa yang dibicarakan kakakku pada Kak Amber?"
Amber bersuara, "Rhea berlarut-larut dalam kesedihan atas kematian ayahnya. Dia selalu bilang, kalau dirinya tidak pernah mengharapkan perceraian orang tuanya. Apalagi saat itu, Rhea dan juga dirimu masih kecil."
Vienna mendengarkan.
Amber melanjutkan, "Hari itu, Rhea menjelaskan mengenai rasa kehilangannya itu padaku. Dan belakangan ini, dia mengaku kalau dirinya stres, tertekan, karena profesinya sebagai atlet jet ski. Dia ingin pensiun dini dari dunia per-atlet-an. Kami tidak bicara lebih lama, karena Rhea mendapatkan telepon dari pelatih pendamping jet ski yang menyuruhnya datang ke Tempat pelatihan. Mungkin di sana kau akan mendapatkan lebih banyak petunjuk."
"Apakah tempat pelatihan jet ski-nya jauh?" tanya Vienna.
"Tidak juga, aku akan menuliskan alamatnya." Amber pergi ke kamar untuk mengambil kertas dan pulpen.
Berita di TV muncul. "Pagi ini telah ditemukan mayat seorang gadis berusia 19 tahun di Perairan Selat Timur. Gadis itu diketahui merupakan korban pemerkosaan dan pembunuhan...."
Vienna terbelalak melihat seorang pria paruh baya yang wajahnya disensor menangis tersedu-sedu sambil memeluk mayat putrinya yang sudah dimasukkan ke dalam kantong jenazah.
".... Ayah korban tidak bisa menahan tangisannya kala melihat putrinya yang terbujur kaku," sambung reporter.
Vienna mengenali jaket yang dipakai oleh pria paruh baya itu. "Paman Donny."
Amber kembali ke ruang tamu sambil membawa kertas di tangannya. "Ini alamatnya, semoga bisa membantu."
Vienna segera menerimanya. "Terima kasih." Setelah berkata demikian, ia pun pergi.
•───────•°•✿❀✿•°•───────•
07.25 | 14 Februari 2021
By Ucu Irna Marhamah
![](https://img.wattpad.com/cover/342630865-288-k39877.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SISTERHOOD
AventuraVienna baru saja kehilangan ayahnya. Ia harus berhadapan dengan kenyataan saat mengetahui kalau kakaknya menghilang secara tiba-tiba. Ibunya jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Vienna tidak tinggal diam. Ia pergi untuk mencari kakaknya, R...