•───────•°•✿❀✿•°•───────•
Mira mengambil tasnya lalu melihat ke arah Vienna yang sedang memberikan makanan pada Miky.
"Vienna, Ibu pergi ke Butik, ya," kata Mira.
Vienna menoleh pada ibunya. "Hati-hati di jalan, Bu."
"Iya, bersenang-senanglah." Mira pun berlalu kemudian menutup pintu.
Setelah selesai memberikan makan Miky, Vienna pun keluar dari rumah untuk lari pagi. Ia jogging di sekitar kompleks perumahan saja. Ada in pods yang terpasang di telinganya. Gadis muda itu lebih semangat jogging sambil mendengarkan musik.
Setelah berkeringat dan cukup lelah, Vienna duduk di bangku taman. Ia meminum satu botol air mineral hingga habis.
"Ah, ternyata lari pagi di kota lebih cepat lelah ketimbang di pedesaan. Padahal masih jam 6, tapi cahaya matahari sudah sangat terik," gumam Vienna dengan napas tersengal-sengal.
Setelah beberapa menit duduk istirahat di bangku taman perkotaan, Vienna kembali pulang ke rumah.
"Ah, aku mau mandi." Vienna menutup pintu. Pandangannya tertuju ke kandang kucing di dekat pintu.
Kedua mata Vienna terbelalak, karena kandang Poppy kosong. Pintu kandangnya juga terbuka.
"Oh? Tidak!" Vienna segera mencarinya. "Poppy? Poppy?"
Miky tidak ada di ranjangnya. Itu semakin membuat Vienna panik. "Miky? Miky?!"
Vienna pergi ke halaman belakang. Ia melihat Miky tiduran di rumput, sementara Poppy yang menjilati kepala Miky.
"Oh? Aku baru tahu anjing dan kucing bisa akrab," gumam Vienna sambil tersenyum kaku. Namun, ia merasa lega.
"Mungkin Ibu melepaskan Poppy dari kandangnya, sebelum pergi ke Butik. Aku tidak memerhatikan." Vienna berlalu masuk ke dalam rumah.
Sore harinya, Mira pulang ke rumah. Ia melihat Vienna sibuk memasak dan menyajikan hidangan ke meja makan.
"Kau memasak?" Mira menuangkan air ke dalam gelas lalu meneguknya hingga habis.
Vienna menoleh. "Aku hanya bosan. Jadi, aku mencari kesibukan. Apalagi beberapa hari ke depan aku tidak ada kegiatan, karena cuti sekolah."
Mira duduk di kursi meja makan. Ia melihat Miky dan Poppy yang bermain-main di bawah meja. "Kalau kau bosan, kau bisa jalan-jalan bersama Miky dan Poppy."
Vienna duduk di kursi meja makan. "Pagi ini, Ibu melepaskan Poppy dari kandangnya? Aku panik, karena bisa saja Miky dan Poppy berkelahi. Bahaya kalau sampai Miky melukai Poppy. Miky sangat sensitif dengan orang asing. Siapa pun itu, manusia atau hewan."
"Nyatanya mereka akrab, kan?" ucap Mira.
Vienna mengangguk. "Iya."
"Apa kakakmu sudah pulang?" Mira mengedarkan pandangannya ke sekeliling, karena tidak melihat keberadaan putri sulungnya.
"Belum."
"Kita tunggu sebentar, ya. Mungkin dia masih di jalan," kata Mira.
Vienna mengangguk.
Jam menunjukkan pukul 7 malam, tapi Rhea tidak kunjung pulang.
"Biasanya jam segini dia sudah ada di rumah," kata Mira khawatir.
Ponsel Vienna berdering, menandakan ada panggilan yang masuk. Ia melihat layar ponselnya, ternyata Rhea yang menelepon.
Vienna segera mengangkatnya. Terdengar suara berisik dan nyaring dari seberang sana. Vienna memberikan jarak antara ponselnya dengan telinga, karena sangat bising, seperti suara mesin.
"Halo? Kakak di mana?" tanya Vienna.
Terdengar suara Rhea yang bergetar, "Vienna... Aaarrgghh!"
"Kak Rhea?!" Vienna panik.
Mira juga panik mendengar suara Rhea yang gemetar dan situasi yang bising di seberang sana. Ia pun merebut ponsel Vienna.
"Rhea?! Ada apa? Apa yang terjadi?!" tanya Mira.
Namun, panggilan terputus. Mira tidak lagi mendengar suara Rhea.
"Aku akan menelepon polisi." Vienna segera beranjak dari kursi kemudian menelepon polisi menggunakan telepon rumah.
Sementara Mira masih mencoba menghubungi nomor Rhea, tapi tidak terhubung. Sepertinya ponsel Rhea tidak aktif.
Polisi datang ke rumah Mira dan menjalankan tugas mereka sesuai prosedur. Mereka menanyai Vienna dan Mira, seperti kapan Rhea pergi dan tempat apa yang biasa dikunjungi oleh Rhea.
Mira menjawab semua yang diketahuinya.
"Bu Mira, sekarang Bu Mira tenangkan diri." Polisi melihat jam tangannya. "Kalau Rheana tidak kembali dalam 24 jam, hubungi kami lagi."
Mira menautkan alisnya. "Apa? Menunggu selama 24 jam?! Putriku menghilang dan kalian menyuruhku untuk tenang?!"
Vienna menatap kesal pada kedua polisi itu yang tampaknya malas melayani masyarakat.
"Bu Mira, kami harus melakukan sesuai prosedur...."
Mira memotong ucapan Pak Polisi, "Lalu bagaimana dengan putriku?! Bagaimana jika dia sedang dalam bahaya?! Dalam telepon, dia berteriak dan tiba-tiba panggilan berakhir begitu saja."
"Bu Mira, mohon mengertilah. Banyak terjadi kasus orang berusia 20-an yang menghilang dari rumah. Mereka kabur dan mencari tempat untuk menenangkan diri. Ayolah, mereka mungkin akan kembali dalam waktu 7 jam. Kami tidak bisa menyia-nyiakan waktu untuk hal seperti ini. Masih banyak kasus penting dan kasus darurat yang harus kami tindaklanjuti," kata polisi satunya.
"Putriku tidak pernah kabur dari rumah! Apa kasus orang hilang dianggap kasus biasa dan tidak penting?!" gerutu Mira.
"Maaf, Bu, kami harus patuh dengan peraturan dan prosedur yang ada, permisi." Kedua polisi itu pun berlalu pergi.
Mira menghempaskan bokongnya ke sofa sembari menghela napas berat. Ia memijit pelipisnya yang nyeri, memikirkan Rhea.
"Bagaimana jika kita langsung melapor langsung ke kantor polisi? Mungkin saja para polisi yang bertugas di kantor polisi bisa bertindak lebih cepat," tanya Vienna.
"Ayo, kita ke kantor polisi."
Di kantor polisi.
Mira menjelaskan apa yang terjadi pada polisi di depannya. Polisi mendengarkan dengan serius. Sementara Vienna duduk di kursi tunggu, di dalam ruangan yang sama.
"Bu, mohon ikuti prosedur kami. Tunggulah sampai 24 jam. Kami belum bisa menyelidiki kasus yang masih abu-abu. Belum tentu putrimu menghilang, bisa saja dia kabur dari rumah untuk mendapatkan perhatianmu. Gadis diusianya memang seperti itu," kata Polisi.
Mira muak dengan tanggapan dari Polisi yang intinya sama saja dengan tanggapan kedua Polisi yang tadi.
"Pak Polisi, dia menelepon putri bungsuku dan dia berteriak kemudian ponselnya mati. Apa kau pikir itu sebuah tanda-tanda orang kabur? Dia dalam bahaya!" ucap Mira.
Vienna melihat ke papan. Ada banyak foto orang hilang yang menempel di di papan tersebut.
Polisi lain menghampiri polisi yang sedang berbicara dengan Mira. Ia membisikkan sesuatu.
"Baiklah, kau bisa pulang. Jika putrimu tidak kembali dalam 24 jam, kami akan mencarinya," kata polisi itu kemudian berlalu bersama rekannya.
Mira mendengus kesal. Ia melelapkan kepalanya ke tangannya yang dilipat di atas meja. Tubuhnya berguncang. Wanita itu menangis tanpa suara.
Vienna beranjak dari kursi tunggu. Ia menghampiri Mira lalu mengusap punggung ibunya.
"Ibu, ayo kita pulang."
Di rumah, Mira menelepon teman-teman Vienna, termasuk rekan atlet dan juga pelatih pendamping atlet jet ski. Tapi, tidak ada satu pun dari mereka yang mengetahui keberadaan Rhea.
•───────•°•✿❀✿•°•───────•
20.02 | 14 Februari 2021
By Ucu Irna Marhamah
KAMU SEDANG MEMBACA
SISTERHOOD
AventuraVienna baru saja kehilangan ayahnya. Ia harus berhadapan dengan kenyataan saat mengetahui kalau kakaknya menghilang secara tiba-tiba. Ibunya jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Vienna tidak tinggal diam. Ia pergi untuk mencari kakaknya, R...