2. KKN

956 78 3
                                    

"Dan apabila mereka berjumpa dengan orang yang beriman, mereka berkata, "Kami telah beriman." Tetapi apabila mereka kembali kepada setan-setan (para pemimpin) mereka, mereka berkata, "Sesungguhnya kami bersama kamu, kami hanya berolok-olok. (Q. S. Al Baqarah : 14).

~*~

"APA YANG KAU BACA ITU!"

Seorang wanita dengan lengan yang panjang menyahut majalah dari seorang pria yang kini duduk di kursi kelasnya. Wanita itu menatap pria di depannya dengan mata besar yang mendelik.

"Apa yang kau lakukan, Nina!" seru pria itu, kemudian berdiri dan menyahut majalah itu lagi.

Nina mencoba meraih majalahnya kembali, kali ini tak bisa. Pria di depannya menyembunyikan majalah itu di belakang tubuhnya.

"Kau membaca majalah itu lagi, Arif? Sini!" seru Nina masih mencoba menyahut majalah itu dari Arif lagi.

Talanina Setiawan. Gadis pemuja coklat itu mendapat nama "Setiawan" dari ayahnya. Hari ini ia merasa Arif benar-benar menggodanya lagi.

"SUDAH KUBILANG BERKALI-KALI JANGAN MEMBACA MAJALAH ITU, TETAP SAJA KAU BACA! KAU TAHU KAN AKU INI ANAK SLAYY DAN PENAKUT!" tambahnya.

Arif menatap majalah itu, kemudian beralih ke arah gadis itu. "Apa yang salah dengan majalah ini? Majalah ini tak tampak menyeramkan?!"

"Matamu enggak seram! I-itu kan majalah horor edisi ketigapuluhtiga redaksi Increable!" ketus Nina.

Mata Arif yang agak sipit mencoba menatap majalah itu lagi, kali ini ia membaca judulnya. "Emm, edisi ketigapuluhtiga, Hantu Musala: Imam."

"Apa hubungannya denganku? Yang baca kan aku, bukan dirimu! Lagi pula, mana bagian terseram dari buku ini?" tambahnya.

Arif mencoba membuka buku itu, pelan-pelan dengan mata yang masih fokus. Ia membuka majalah itu dari halaman satu. Sekilas tak tampak aneh sampai akhirnya dengan cepat ia membalik majalah itu ke halaman 16.

"Hantu Musala, legenda urban Kota Surabaya, menampakkan dirinya sebagai imam salat di Desa Urban, Surabaya. Warga yang melihatnya, mengaku hantu itu tak bermuka, wajahnya datar. Mungkin hantu ini tak semenyeramkan kuntilanak atau pocong, tapi hantu ini benar-benar membuat warga resah sampai-sampai sudah tak ada lagi yang berani salat."

Arif berhenti membaca halaman itu, ia kemudian duduk ke kursinya lagi. Nina mengernyit heran menatap pria itu. "Mengapa kau berhenti membacanya? Sudah ku bilang kan, majalah itu seram banget!"

Arif menggelengkan kepalanya. Ia mencoba memberanikan dirinya Ia membuka kembali majalah itu. Kali ini perlahan ia membuka halaman 17. "Halaman 17, Hantu Musala kerap membuat penyamaran sebagai manusia agar tak diketahui. Cirinya yang paling misterius, hantu ini mudah mengelabui orang lain untuk menjadi makmumnya. Tak ayal, banyak warga pernah tertipu karena mengira ia imam salat musala."

Nina menggerogoti jari-jarinya, perlahan air keringatnya tumpah dari pori-porinya. Nina berusaha mengusap keringat yang ada di pelipis matanya yang tipis untuk membuatnya tenang. Ia benar-benar ketakutan sekarang. Arif membaca itu dengan nada penuh serak seperti menakut-nakuti.

Arif melihat muka Nina yang basah, kemudian terkekeh. "Haha ish bocil bener jadi anak! Jangan takut gitu napa?! Ini kan baru dua halaman?"

"Kau mau aku enggak salat gara-gara ginian? Awas loh kamu yang dosa!" balas Nina.

Arif terbelalak. "Loh loh loh, kok jadi aku? Ya kamu lah, yang enggak mau salat kan kamu!"

Kali ini Nina merasa aneh. Ia mengusap tengkuknya. Jantungnya berdebar hebat. Keringatnya semakin bercucuran. Seperti ada seseorang di belakang. Napasnya semakin memburu, perlahan matanya berotasi ke arah belakang. Semakin dekat, dan kini ia ... melihat sebuah monyet kampret di belakangnya.

Hantu Musala: Imam (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang