30. Perjuangan Aisyah

469 27 1
                                    

Aisyah kini sudah tak rupa lagi. Bajunya sobek-sobek, compang-camping kayak orang gila yang menghibur warga jalanan. Wanita itu menggas-menggos, kemudian perlahan mengusap keringatnya di tengah udara pagi yang menyejukkan.

Hanya di desa ini Aisyah akan mendapat bantuan. Kantor polisi sudah buka pukul 09.00 pagi. Wanita itu masuk ke dalam kantornya, kemudian mencoba masuk ke dalam ruang laporan. Di sana sudah ada polisi yang berjaga.

Aisyah melihat sebuah kursi, kemudian langsung duduk di kursi depan. Tidak ada orang di sana. Hanya ada satu polisi yang berjaga dan dirinya.

Polisi itu menatap Aisyah kikuk, ia mengernyit heran. Melihat tubuh Aisyah yang compang-camping, polisi itu ragu jika dia masih waras.

"Mbak, permisi?? Orang gila tidak boleh masuk ke sini!" seru Pak Polisi itu.

Polisi dengan hidung pesek itu mencoba mencium aroma Aisyah. Bau lumpur yang sangat pekat disertai bau keringat yang benar-benar menyengat.

Aisyah mengernyit heran melihat polisi tersebut mengendusnya seperti itu. Apakah dia kira saya tak sadar dan benar-benar gila?

"SAYA BUKAN ORANG GILA, PAK! TOLONG SAYA! SAYA INGIN MELAPOR! SAYA INGIN CARI BANTUAN!" seru Aisyah dengan nada tinggi.

"Anda sepertinya gila, Ibu. Jangan berbicara dengan nada bicara seperti itu!" ungkap Pak Polisi.

"Saya ingin lapor, Pak. Bapak harus percaya kepada saya! Di-di desa itu—"

Polisi tersebut mengernyit heran, Aisyah tak bisa mengungkapkan kata-katanya. Tampak ada trauma mendalam dari raut wajahnya.

"Desa mana, Ibu? Mengapa Ibu terlihat compang-camping seperti ini?!" tanya Polisi itu.

Aisyah menarik napas panjang, berusaha mengatakan hal yang sebenarnya. "Desa Urban. Terjadi banyak pembunuhan di sana! Teman-teman saya disekap! Mereka akan dicelakai! Tolong, Pak segera ke sana. Saya berhasil kabur, tapi teman-teman saya? Saya tidak tahu bagaimana nasibnya sekarang!"

Polisi itu tersenyum, kemudian mulai mencatat. "Baik, Ibu. Tunggu selama 24 jam, ya! Laporan sudah kami terima!"

Aisyah meremas-remas tangannya. Matanya memburu melihat polisi itu. Napasnya mendadak panas. "DASAR!  POLISI APA KAMU?! BUKAN MENGAYOMI, YANG CEPET GITU LOH, PAK! TEMAN SAYA DALAM BAHAYA! TIPIKAL POLISI INDONESIA. KALAU TEMAN SAYA MATI, BAPAK MAU TANGGUNG JAWAB??"

Polisi itu tersenyum kepada Aisyah. "Ibu, pertama perkenalkan nama Ibu dulu. Kedua, isi biodata ini."

Polisi itu menyodorkan satu lembar kertas formulir untuk di isi.

Aisyah semakin berapi-api. "SAYA TIDAK BUTUH FORMULIR INI! SAYA  BUTUH DITOLONG SECEPATNYA!"

Polisi itu menenangkan Aisyah. "Ok, oke! Saya akan mengirim banyak orang untuk pergi ke sana sekarang!"

Aisyah mulai tersenyum. "Terima kasih, Pak!"

Segera polisi itu menelpon beberapa orang. Ia meminta sekarang juga ikut ke Desa Urban untuk menyelidiki dan mengungkap sebuah kasus yang telah dilaporkan Aisyah.

Sembari menunggu, Aisyah mengisi formulir itu. Bagaimanapun mereka juga akan membutuhkan data. Ya Allah saya harap teman-teman saya tidak apa-apa di sana!

Para polisi itu datang, dipimpin oleh seorang pimpinan yang jabatannya lebih tinggi di antara mereka. Segera mereka langsung menaiki sepuluh mobil yang berjajar dari depan ke belakang. Aisyah duduk di depan dengan pimpinannya.

"Pak, tolong lakukan yang terbaik untuk teman saya. Saya mohon!" pinta Aisyah di dalam mobil itu. Air matanya tak sengaja menetes karena berharap banyak kepada polisi itu.

Hantu Musala: Imam (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang