Vote sebelum baca!
~*~
Nina telah bersiap hari ini. Pak Joko memintanya untuk membeli bahan-bahan dapur untuk makan malam nanti. Nina mengenakan kemeja polos dengan kulot coklat panjang. Hijab pasminanya terurai panjang berwarna putih bersih, membuat auranya berbinar tampak dari depan.
Rencana siang ini ia akan pergi ke desa seberang. Itu karena pasar di Desa Urban hanya buka setiap pagi. Terpaksa Nina harus mengenakan sepeda ontel untuk pergi.
Nina menemui Aisyah yang sedang mencuci pakaiannya. Wanita itu masih mengenakan baju tidur dengan hijab warna kuningnya. Entahlah, sepertinya Nina tidak ingin pergi sendiri. Seandainya saja ia berani, ia akan pergi tanpa temannya. Ketakutan Nina tentu sangat beralasan. Baru-baru ini teror menakut-nakuti Nina, membuat Nina agak trauma jika ia sendiri. Selain itu, suasana desa yang aneh membuat Nina takut terjadi apa-apa pada dirinya.
"Aisyah, ikut aku, yuk!" ajak Nina.
Aisyah mengelap keringatnya yang bercucuran, Aisyah tampak pucat. "Saya lagi mencuci, saya capek banget. Namun jika kamu benar-benar butuh bantuan saya, saya bisa ikut!"
"Aku pingin kamu ikut sih, aku takut dibunuh!" seru Nina, badannya bergetar tak beralasan.
"Aduh Nina, kamu masih terbayang kejadian waktu itu, ya? Baiklah, kau membuat saya semakin bersalah saja. Saya akan ikut!" putus Aisyah, kemudian tersenyum kecil kepada Aisyah.
Nina mengangguk setuju, sementara Aisyah mendorong bak cuciannya dulu, meletakkan di pojokan, kemudian menutupnya dengan bak yang lain supaya tidak terciprat air ketika ada orang yang akan masuk ke kamar mandi.
Aisyah kini bersiap, ia tidak harus mandi untuk pergi ke pasar. Aisyah ganti dengan daster polkadotnya, masih mengenakan kerudung yang sama ketika mencuci pakaian tadi. Sementara Nina sudah siap dengan pakaian yang sama.
Nina dan Aisyah mengambil masing-masing satu sepeda ontel milik anak-anak Pak Joko dulu yang telah meninggal sepuluh tahun lalu akibat terlindas truk. Ontel itu adalah saksi kematian mereka, tapi untuk mengenang anak-anak itu, Pak Joko memperbaikinya.
Aisyah dan Nina berangkat. Butuh waktu cukup lama untuk ke desa seberang, mengingat kontur desa yang dikelilingi tambak dan hutan bakau.
Kini mereka tiba di desa sebelah. Langsung mereka mencari pasar yang sudah direncanakan sebelumnya. Pasar itu tidak begitu besar, mereka pedagang kecil hanya meletakkan satu meja dan satu kursi untuk menjual barang-barang.
Nina mencari tomat dan pasta. Mungkin jika malam ini ia membuat pasta, akan sangat menyenangkan dan tidak ribet.
"Nin, kamu ingin membeli itu?" Aisyah bertanya sambil menunjuk beberapa tomat yang ada di depannya.
Nina mengangguk, "Iya, aku ingin beli ini. Ngomong-ngomong, makasih ya udah mau temenin. Kamu kan tahu, aku penakut!"
Aisyah tersenyum tipis. "Sama-sama, Nin. Saya merasa bersalah sama kamu atas kejadian kemarin."
Nina menggelengkan kepalanya. "Kamu enggak salah. Untuk meminimalisir kejadian ini, aku punya ide!"
Aisyah mengernyit heran. Matanya yang lentik berbinar. "Ide? Ka-kamu punya ide?"
Nina mengangguk, "Aku ingin membuat musala itu ramai. Ya, alasannya satu. Biar si setan itu enggak datang lagi, gimana?"
Aisyah berbinar-binar tampak antusias. "Gi-gimana Nina! Beri tahu saya supaya bisa saya bantu."
"Kita buka TPQ/TPA. Kan bagus tuh sekalian anak-anak bisa belajar Al-Quran. Mengingat tujuan kita di sini kan untuk pendidikan. Jika anak-anak terbiasa terdidik dalam menjalankan semua ajaran agama maka generasi selanjutnya di desa itu tak akan jadi generasi penerus yang sekarang. Kamu tahu kan sekarang ini untuk salat saja warga bosan. Kalau kita berhasil mendidik anak-anak, kita bakal seneng banget dong!" jelas panjang lebar Nina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hantu Musala: Imam (SELESAI)
Horror(BILA PLAGIAT DIKENAKAN PIDANA PENJARA) (#1 Paranormal 30/7/23) (#45 Setan 3/8/23) (#26 Hantu 1/10/23) (#4 Novelislami 30/7/23) (#10 Horror 14/11/23) Kisah Urban Legend di salah satu desa di Surabaya. Hantu Musala (Musholla) sering meneror korbannya...