1. Prolog

1.1K 86 8
                                    

Vote sebelum baca, share ke teman kamu yang suka horor, dan komen wajib si:)

#minimal vote semua part sebelum baca ya ges

~*~

Dug … dug … dug …

Suara bedug yang keras membuyarkan lamunan para warga. Sudah lama musala itu tak menabuh bedugnya. Beberapa warga yang sedang makan, termangu mendengarkannya, beberapa yang lainnya mulai meninggalkan pekerjaan.

Kabut muncul beberapa saat semenit setelah bedug dibunyikan. Membuat aroma menyengat yang menusuk hidung.

Langit memancarkan cahaya merahnya, perlahan menutup surya untuk kembali istirahat setelah ia cukup lama bertahta di puncak singgasana.

"Apa yang terjadi? Siapa yang membunyikan bedug itu? Kita sudah pernah berdiskusi untuk tak menyembunyikan bedug itu lagi sementara ini, 'kan?"  tanya Pak Suryo, mengernyit heran kepada bapak-bapak yang berjaga di pos sembari bermain catur.

"Lebih baik kita tutup saja permainan ini. Itu panggilan salat!" balas Pak Joko, kemudian memancarkan lenggok senyumnya.

"Joko, beberapa hari sejak pembangunan … apa kau tahu itu?" sahut Pak Naryo kemudian mengusap tengkuknya.

Pak Joko mengangguk. "Apa yang lebih penting daripada salat?"

Pak Naryo terdiam. Semua serentak mengiyakan.

Pak Joko mengambil bidak-bidak catur itu,  kemudian menutup permainannya. Tangannya terjulur ke arah Pak Naryo seakan memintanya segera berdiri. Tatapannya yakin bahwa ia akan baik-baik saja.

Segera setelahnya mereka berjalan menuju musala, mengambil wudu dan tertib untuk masuk. Musala bercat hijau itu terlihat sudah berdebu padahal baru ditinggal beberapa hari.

Pak Naryo selesai wudu duluan. Dibenaknya bertanya-tanya, siapa yang membunyikan bedug itu? Segera ia masuk musala sebelum semuanya masuk.

Pak Naryo terhenti di depan musala. Ada yang aneh di pikirannya. Mendadak angin mengibas rambutnya yang pendek. Pak Naryo merasa ada sesuatu di belakangnya. Seperti ada yang mengintip. Perlahan, kepalanya berotasi ke arah belakang, semakin ke belakang, dan kini sudah melihatnya. Melihat beberapa pohon menari-nari terlibas angin yang lumayan kencang. Pak Naryo menggelengkan kepalanya. Mungkin ini cuma halusinasi! Segera tak ragu ia langsung masuk ke dalam musala.

Pak Naryo agak tercengang melihat seseorang di depannya. Seorang pria menghadap kiblat dengan posisi pada mihrab imam. Ia mengenakan baju putih, dari belakang ia mengenakan keffiyeh semacam hiasan kepala orang arab sehingga rambutnya tak tampak. Dari samping hanya terlihat brengosnya yang tebal. Kulitnya putih bersih, badannya tinggi. 

Pak Joko tak lama datang. Mereka saling tatap. Namun Pak Joko hanya mengangguk seakan ini bukanlah hal yang tak wajar. 

Pak Joko tersenyum melihat tingkah Pak Naryo. Pak Joko menyapa Imam itu, kemudian imam tersebut menoleh ke arah Pak Joko. 

"Pak Imam, sini!" seru Pak Joko sambil melambaikan tangannya. 

Imam itu mulai melangkah maju menuju ke arah Pak Joko dan Pak Naryo. Imam itu tersenyum kepada dua pria tersebut. 

Pak Joko tersenyum kecil. "Perkenalan, dia Pak Saleh. Aku baru mengenalnya kemarin. Aku melihat dia membaca Al-Qur'an dengan merdu. Untuk itu aku minta dia menjadi imam hari ini. Aku sampai lupa mengenalkannya padamu."

Pak Naryo terdiam. Terbesit suatu rasa curiga dengan pria di hadapannya. Wajahnya yang pucat membuat kecurigaan Pak Naryo semakin kuat. 

"Orang luar sering datang ke sini untuk salat, tak perlu khawatir, toh penampilannya juga baik!" Pak Joko tersenyum kepada Pak Naryo. 

Dalam hati Pak Naryo sudah merasa aneh. Jantungnya berdebar dua kali lipat. Irama jantungnya mendadak cepat. Semoga bukan pertanda buruk! 

Allahu Akbar …

Pak Joko melakukan iqomah, Imam musala memulai salat. Dimulai dari gerakan takbiratul ihram. Mereka yang tak ingin ketinggalan secepatnya menempati saf depan yang masih kosong. 

Seisi ruangan tercium aroma harum melati. Mereka semua mengira sumber bau itu memang berasal dari imam. Beberapa di antaranya menggerutu tentang hal-hal positif dan beberapa lagi negatif.

Pikiran positif itu berasal dari Pak Joko. Ia berpikir, betapa mulianya imam ini sehingga bau badannya harum seharum bunga melati. Beberapa lainnya meneteskan keringat dingin, kemudian meneguk salivanya. Mereka yakin tidak ada parfum yang bisa semenyengat ini.

Rakaat terakhir ditutup dengan salam. Salam yang nyaring dari imam. Well, sepanjang ia menjadi imam, bacaan yang terdengar sangat merdu, fasih, dan lantang.

Assalamualaikum Wr ….

Assalamualaikum Wr ….

Dua kali salam kanan, kemudian ke kiri. Pak Naryo sedikit mengintip, merasa ada yang aneh dengan wajahnya. Setelah salam, tak terlihat brengos pria itu lagi.

Tangan Pak Naryo mulai menyentuh dadanya, merasakan detak jantungnya yang kian cepat. Napasnya memburu, matanya jelalatan. Pria itu menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya. Pak Naryo heran, mengapa brengos pria itu hilang secara mendadak dari samping?

Imam itu perlahan menoleh ke arah jamaah.  Jantung Pak Naryo seakan ingin copot ketika mengetahui imamnya itu tanpa wajah alias muka datar. Wajahnya putih bersinar, sekilas tak ada luka atau darah yang menempel di wajahnya karena sinar yang menyilaukan itu. Pak Naryo semakin menatap lekat hantu itu. Hantu itu mengeluarkan serangkaian darah yang membuat seisi ruangan amis, aroma melati itu semakin menyengat bahkan sampai luar ruangan. Kini aroma itu bercampur menjadi satu, membuat aroma nano-nano.

Warga secepatnya berdiri termasuk Pak Joko dan Pak Naryo. "HA-HA-HANTU!!"

Mereka lari tak tau arah, tak terkontrol dan saling menabrak satu sama lain. Imam itu perlahan menghilang, tapi tak ada yang melihatnya. Para warga hanya ingin secepatnya keluar dari musala itu.

"JOKO, KAU HARUS BERTANGGUNG JAWAB TELAH MENGAJAK KAMI SALAT!"

~*~

Vote ya!
Sidoarjo, 6 Juni 2023
Authormu 💛

Hantu Musala: Imam (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang