Vote sebelum baca!
~*~
Nina menjerit ketakutan. Keringatnya mengucur deras, badannya gemetar, dan seluruh tubuhnya putih pucat. Ia kemudian memeluk Aisyah.
Perlahan, air matanya menetes membasahi baju milik Aisyah. Sahabatnya itu hanya tersenyum, mencoba menenangkan. Jika ia ikut takut maka tak akan ada yang akan menguatkan Nina. Posisi ini adalah posisi yang cocok untuk saling menguatkan.
Aisyah mengusap-usap punggung Nina walau sedari tadi wanita itu juga melek tak percaya. Baru kali ini mereka menjumpai hantu berupa imam salat.
Nina melepas pelukannya, kemudian menatap erat Aisyah dari dekat. "Aisyah, aku takut. Tolong, jangan tinggalkan aku!"
Aisyah menyentuh kedua belah pipi Nina. "Saya ada di sini bersamamu! Jangan khawatir! Hantu itu tak akan menyakiti kita!"
"Dusyan di dalam bagaimana? Bisakah kita diam di sini sementara Dusyan masih terjebak di tengah kabut itu? Aku enggak berani masuk, Aisyah!" seru Nina.
"Kamu percaya kan sama Dusyan? Dusyan anak yang baik, saleh, dan dia pasti bisa melewati cobaan itu di dalam!" balas Aisyah, kemudian tersenyum kecil.
"Ta-tapi kalau Dusyan mati gimana?" sahut Arif.
"Berpikir yang positif, deh!" balas cepat Aisyah.
"Semoga cepat mati!" sahut Rahman ketus.
Ketiga mahasiswa lainnya mendelik. "RAHMAN!!"
Hawa dingin perlahan mulai menghilang. Dari luar, keempat mahasiswa itu melihat kabut yang mereda. Masjid yang semula tertutup kabut dan tak tampak bangunannya, kini mulai kembali terlihat jelas. Keempat mahasiswa itu mengembuskan napas lega.
"Sekarang, kita cari Dusyan!" seru Nina, disusul anggukan dari teman-temannya.
Segera setelahnya keempat mahasiswa itu masuk ke dalam. Ada bau amis anyir darah tercium dari hidung Rahman yang agak pesek.
"Tunggu, gue kok mencium aroma anyir darah, ya?" tanya Rahman, mengernyit heran.
Nina mencoba mengendus. "Kau benar, Rahman! Jangan-jangan terjadi sesuatu dengan Dusyan!"
"ITU DUSYAN!" Aisyah menunjuk ke arah pria yang sudah terkapar dari jarak kurang lebih dua meteran di samping mereka.
Aisyah langsung gemetar, mulutnya komat-kamit membaca banyak doa. Aisyah berharap tidak terjadi sesuatu dengan Dusyan.
Pelan-pelan keempatnya merapatkan pandangan mengarah ke arah Dusyan. Kemudian mereka jalan ke arah sana. Keringat mereka sudah tak karuan membasahi baju yang dikenakan. Bahkan saat ini mereka tampak seperti orang yang barusan mandi.
Mereka sampai di hadapan Dusyan. Aisyah sengaja menjatuhkan dirinya. Sementara Nina dan yang lain ikut duduk, mengusap-usap punggung Aisyah. Sekarang tatapan mereka dibuat kosong.
"Yang sabar, Aisyah!" seru Nina.
"Udah mati enggak usah disesali!" ketus Rahman.
Dengan gemetar, Aisyah mencoba menggoyangkan tubuh Dusyan. Pria itu terkapar dalam keadaan tertelungkup. Arif yang peka langsung membalikkan badan Dusyan yang lemas.
Darah membasahi ubin putih dan mulai mengalir ke sela-selanya. Warna darah yang kental itu membuat sentuhan ngeri kepada Nina. Wanita itu tak terbiasa melihat darah.
Arif menunjuk wajah Dusyan. Kepalanya ada luka yang cukup besar. Seperti bocor kepala. Pantas saja darahnya cukup banyak. Namun menurut Arif, kepalanya itu tak seberapa parah. Ini bisa diobati di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hantu Musala: Imam (SELESAI)
Horreur(BILA PLAGIAT DIKENAKAN PIDANA PENJARA) (#1 Paranormal 30/7/23) (#45 Setan 3/8/23) (#26 Hantu 1/10/23) (#4 Novelislami 30/7/23) (#10 Horror 14/11/23) Kisah Urban Legend di salah satu desa di Surabaya. Hantu Musala (Musholla) sering meneror korbannya...