14. Taman Belajar

305 28 0
                                    

Vote sebelum baca!

~*~

Malam ini Nina ikut dengan Pak RT untuk menyebarkan kabar baik seputar pembukaan taman belajar untuk anak-anak. Namun Dusyan tak ingin hanya anak-anak saja, bila ada orang tua yang ingin belajar mereka siap mengajarinya.

Dengan jaket coklat polos yang tebal, Nina menyusuri setengah desa untuk mempromosikan sebuah taman belajar yang akan dimulai besok. Sementara setengah desa lagi akan dipromosikan oleh Dusyan dan Arif.

Rahman tidak ingin bersama Dusyan untuk promosi itu. Sementara Aisyah harus memasak untuk sarapan besok. Rahman hanya ingin di rumah bersama Aisyah ketimbang bersama Dusyan yang suka ceramah itu.

Rahman sempat terpikir ikut bersama Nina, tapi Nina melarangnya karena Nina hanya ingin melakukan promosi bersama Pak Naryo. You know-lah, Nina tak ingin mendengar omongan ketus Rahman lagi, apalagi ketika harus berdebat dengannya di depan Pak Naryo.

Sebelum mereka melakukan promosi, mereka sudah berjanji untuk berkumpul di balai desa setelahnya. Mereka pastinya akan bertemu lagi di sana untuk membicarakan sesuatu.

Dusyan dan Arif mendata satu persatu yang ingin ikut. Sinar wajah Dusyan membuat beberapa tertarik untuk ikut, beberapa yang lain tak diperbolehkan orang tuanya karena takut ajaran yang dipakai nanti ajaran sesat. Entah mengapa ada indikasi trauma berat yang menyerang beberapa warga sehingga untuk mengaji saja, sudah dianggap ajaran sesat.

"Mereka anggap sesat karena kamu kali, Nyet! Rupamu yang kayak monyet itu pasti alasannya!" goda Arif disambut tawa darinya.

Dusyan mendelik, kemudian mendorong tubuh Arif pelan. "Arif, enak aja kamu, ya! Karena kamu kali!"

Di bagian desa yang lain, Pak Naryo dan Nina belum mendapat warga yang ingin ikut belajar. Sedari tadi Nina sulit untuk promosi karena Pak Naryo terus saja mengatakan hal-hal yang membuat orang tak tertarik. Bukannya promosi, justru ia ingin agar warga mempertimbangkan anak-anaknya ikut mengaji.

Nina menghela berat, namanya juga orang tua. Nina berpikir, seharusnya ia bersama Dusyan hari ini. Pasti jika Dusyan yang ikut, ada saja yang ingin join.

Nina, Pak Naryo, Dusyan, dan Arif berada di titik perhentian terakhir. Mereka akhirnya sampai juga di balai desa.

Pak Naryo menguap berat. Ia tampak kelelahan. Tanpa banyak bicara, Pak Naryo meninggalkan mereka bertiga.

"Aneh! Naryo seakan enggak ingin kita dapat peserta!" seru Nina sesaat setelah Pak Naryo pergi.

"Mungkin kamunya aja yang jelek Nin, makanya kamu enggak dapat!" goda Arif.

Nina menatap tajam Arif. "A-aku dapat, Rif. Cuma lima anak. Itu pun Pak Naryo maksa banget supaya kelima anak ini enggak ikut. Dia bilang ke warga kalau enggak usah ikut karena takutnya ajaran kita sesat. Katanya pada warga, tolong dipertimbangkan."

"Aneh memang, Nina. Pak Naryo seakan ragu kepada kita. Mengafirmasikan anak-anak untuk enggak ikut karena ajaran kita sesat. Buktinya, aku sama Arif dapat 20 anak loh dari hasil promosi kita. Enggak cuma anak-anak, ada dua ibu mereka yang juga mau ikutan," jelas Dusyan.

"Kamu dapat banyak banget, Syan? Hebat banget!" puji Nina, kemudian tersenyum sumringah.

"Itu kan karena aku, enggak mungkin Dusyan lah. Orang wajahnya aja kayak monyet," sahut Arif. "Eh, Dusyan tadi tuh, cuma ngomong beberapa kata aja kok. Cuma bilang, "Gimana Bu, mau ikut?" Gitu doang! Aku yang cerewet sana-sini, bukan dia. Hebat kan aku?" sahut Arif memuji dirinya sendiri dengan percaya diri.

Nina menghela. Nina tahu pasti Dusyan, bukan Arif. Apalagi si Arif wataknya begitu, bercandanya langsung ceplos aja.

"Ok Arif, kamu hebat banget, yaa! Hebat banget sampai dapat banyak kayak gitu. Sekarang, kita harus data mereka semua, kita jadikan satu file," ungkap Nina.

Hantu Musala: Imam (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang