5. Waktu Subuh

472 41 3
                                    

Vote sebelum baca ya!

~*~

Allahu Akbar …. Allahu Akbar ….

Suara itu terdengar keras dari ponsel Dusyan yang berada di sampingnya. Dusyan berusaha membuka matanya. Ia bangun dari tempat tidurnya, kemudian duduk sejenak. Matanya masih buram, kini ia harus menggenapkan nyawanya.

Suara azan subuh. Biasanya memang anak ini terbiasa dibangunkan jika ada suara azan dari ponselnya.

Dusyan menguap, kemudian menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Ia mencoba melihat kanan kirinya. Rahman dan Arif masih tertidur. Bagaimana bisa dia masih tidur sedangkan suara ponsel Dusyan berbunyi sangat keras?

Sementara itu Nina dan Aisyah yang tidurnya terpisah jarak dua meter sudah tak ada di kasurnya. Entahlah mereka pergi ke mana, yang jelas saat ini waktunya salat seharusnya teman-teman Dusyan itu bangun lebih awal.

Tangan Dusyan terulur, mencoba membangunkan Rahman, tapi ia ragu. Ia takut Rahman akan semakin salah paham kepadanya. Beralih ia menengok ke sisi kiri, tangannya terjulur mencoba membangunkan Arif. Dusyan menggoyang-goyangkan tubuh Arif.

Dengan mata yang masih buram, Arif terbangun. Perlahan matanya melihat Dusyan dengan jelas. Arif merenggangkan tubuhnya yang kaku.

Kemudian mereka saling tatap. Mengkode satu sama lain untuk membangunkan Rahman. Tak ada yang berani membuatnya bangun.

Arif menghela, lirikan mata Dusyan menakutinya. Seakan mengancam jika ia tidak membangunkan Rahman, besok ia sudah ada di atas pohon beringin.

Arif dan Dusyan bertukar posisi. Kali ini Arif ada di tengah. Dusyan mencoba mengintip saja dari belakang. Perlahan dengan gemetar, Arif menggoyangkan tubuh pria itu.

"Rahman, sudah subuh!" Arif menggoyangkan tubuh pria itu semakin keras.

Rahman mulai melek melihat wajah Arif di depannya. Ia langsung terkejut, jantungnya berdebar. Ia kira sosok Arif adalah hantu yang membangunkannya.

Segera Rahman duduk. Mencoba diam untuk menggenapkan nyawanya. Dusyan mengembuskan napas lega. Tanpa banyak usaha, Rahman sudah terbangun.

"Gu-gue enggak takut, gue cuma mimpi setan aja semalem," ujar Rahman dengan keringat basah yang belum kering.

"Setan dari Hongkong? Yang ada kamu malah liat monyet!" seru Arif.

Rahman mengernyit heran. "Monyet?"

Arif melirik wajah Dusyan. Rahman paham. Langsung ia tertawa sejadi-jadinya.

Dusyan mendorong tubuh Arif pelan. "Ih apaan si Arif!"

"Sudah, sekarang ayo salat subuh. Ponselku sudah alarm nih, jadwalnya salat. Aku sempat heran juga mengapa azan tidak berkumandang di sini? Aku jadi ingat saat di rumah, azan subuh selalu berbunyi dari toa masjid. Yang terpenting "Dirikanlah sholat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula sholat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)." (QS. Al-Isra: 78)"" tambahnya.

Rahman dan Arif mengangguk. Kali ini temannya benar. Mereka yang masih dalam satu iman, memang harus saling mengingatkan jika tentang salat.

Mereka bertiga keluar dari kamarnya. Begitu terkejutnya mereka ketika melihat dua temannya yang lain sudah mengenakan mukenah putih dan membawa sajadah masing-masing.

"Aisyah, kau cantik sekali hari ini!" seru Rahman menatap Aisyah tak henti.

Arif menjawil tubuh Rahman. "Ish enggak sopan ya kamu, judes!"

Hantu Musala: Imam (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang