Vote sebelum baca!
Happy reading!
~•~Dusyan melongo, hatinya kini berdebar. Ia yang berada di posisi imam salat langsung berdiri, disusul teman-temannya yang juga merasakan hal sama.
Kelima mahasiswa itu sempat tak yakin ingin keluar, tapi mereka harus keluar untuk melihat situasi. Batin mereka bertanya-tanya, apa yang salah?
Mereka berlima perlahan keluar. Mereka mendelik keheranan setelah melihat para warga berkumpul di depan masjid. Mereka semua menyoraki kelimanya. Tak terdengar jelas suara sorakan itu karena terlalu banyak. Dusyan hanya menangkap beberapa warga ingin menghentikan kebisingan dan berhenti mengganggu waktu tidur mereka.
"HENTIKAN SUARA ITU! KAU MEMBANGUNKAN TIDUR ANAK-ANAK KAMI!" seru salah satu warga.
"Tenang, tenang Bapak-bapak, Ibu-ibu. Tolong jelaskan pelan-pelan apa maksud kedatangan Bapak-bapak dan Ibu-ibu di sini?" tanya Dusyan. Kini keringatnya tak sengaja menetes deras. Jari-jarinya mengusap keringat itu satu-persatu.
"Ya, tolong jelaskan! Jangan asal menghakimi!" sahut Nina.
Warga dengan napas yang panas semakin berapi-api. Senter salah satu warga menyoroti mereka berlima sehingga wajah mereka tampak jelas kali ini.
"DASAR TIDAK TAHU MALU! KAU SADAR SUARA BEDUG ITU MENGGANGGU AKTIVITAS KAMI!" seru salah seorang warga, kemudian meludah di samping kirinya.
"Bedug apa? Ini waktunya salat. Bukankah wajar?" debat Dusyan.
"Salat? Kau mengajari kami salat? Kami tidak butuh salat!" balas mereka. "Kami hanya butuh makan, tidur, kerja!"
"Astaghfirullahalazim. Bapak-bapak, Ibu-ibu. Salat tiang agama. Jangan sekali-kali meninggalkan salat," tandas Aisyah.
"Tiang listrik? Saya tidak butuh ceramah kalian. Salat atau tidak, itu bukan hak kalian! Siapa kalian yang tiba-tiba datang mengusik ketenangan kami! Lain kali, jangan bunyikan suara berisik itu lagi!" omel warga.
"Dikatakan tiang Agama karena Islam tidak dapat ditegakkan kecuali dengan salat. Nabi Saw bersabda, “Pangkal atau pokok semua urusan adalah Islam, dan yang menjadi tiang atau penopang tegaknya Islam ialah Shalat fardhu lima waktu, sedangkan puncaknya adalaha berjuang di jalan Allah,” (Hr.Bukhari dan Muslim)." ceramah Dusyan menghadap kepada warga yang wajahnya masih memerah.
Nina menjawil sedikit tubuh Dusyan, mengedipkan matanya. Mengkode supaya tenang dan jangan berlebihan. "Ingat tujuan kita Dusyan, kita di sini ingin menyadarkan mereka bukan untuk bermusuhan. Kita jangan gegabah. Kau sudah tahu kan bahwa keimanan mereka lemah setipis tisu? Harusnya kau tahu Dusyan, control your emosi!"
Dusyan menarik napas, kemudian membuangnya. Kali ini Nina benar. Jika mereka berdebat saat ini akan tidak ada habisnya. Lagi pula misinya baru saja dimulai. Jika ia mencari masalah dengan jalan emosi maka tak akan ada yang berhasil.
Dusyan menghela, "Baik-baik. Kami salah. Kami seharusnya tidak mengganggu kalian tidur. Kami seharusnya diam saja. Salat atau tidaknya, kalian … i-itu bukan urusan kami. Saya menyesal, saya meminta maaf."
"Seharusnya saya tidak memaafkan kalian atas kesalahan itu. Anda harus ingat, banyak mahasiswa KKN di desa ini. Anda perlu tahu, tak akan ada yang berhasil membuat kami berubah!" seru warga.
Warga segera meninggalkan tempat itu dengan wajah yang masih berapi-api. Tak bisa mereka lupakan waktu tidurnya yang terganggu gara-gara ini tadi.
Kelima mahasiswa itu hanya saling menatap. Tak percaya bahwa apa yang mereka lakukan membawa malapetaka selanjutnya. Ternyata warga di sini benar-benar tak senang dengan perilakunya. Masihkah ada warga yang mengingat Allah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hantu Musala: Imam (SELESAI)
Horror(BILA PLAGIAT DIKENAKAN PIDANA PENJARA) (#1 Paranormal 30/7/23) (#45 Setan 3/8/23) (#26 Hantu 1/10/23) (#4 Novelislami 30/7/23) (#10 Horror 14/11/23) Kisah Urban Legend di salah satu desa di Surabaya. Hantu Musala (Musholla) sering meneror korbannya...