Chapter 23

891 98 53
                                    

.

Semakin perasaan tumbuh membesar untuk seseorang semakin besar juga ketakutan untuk kehilangan.

Kalimat di atas menggambarkan perasaan Sunghoon saat ini.

Semua bicara Jay berputar ulang di kepalanya, terus terngiang seakan itu lagu yang didengar tiap detik.

"Kita gak tahu sehancur apa dia nanti sampai mungkin gak ada maaf lagi."

Kalimat itu bermain dipikiran Sunghoon. Gelisah, khawatir dan takut bercampur menjadi satu.

Berharap semua itu cuma sekadar bualan yang takkan terjadi. Karena apapun itu Sunghoon belum siap.

Memikirkan kemungkinan Jaeyoon memilih pergi dan tak memaafkan saja sudah seperti ingin pecah kepalanya.

Merapal kata-kata menenangkan dengan ucapan Jaeyoon yang sering terluah jika dirinya adalah cinta terakhir dan tiada lagi setelahnya.

Itu satu-satunya pegangan Sunghoon, ucapan yang sering keluar di mulut Jaeyoon betapa cinta dan sayang sampai sudah menetapkan dirinya adalah yang terakhir. Tepatnya cinta terakhir.

Itu yang sering didengar dari Jaeyoon.

Jadi, tiada yang harus di khawatirkan sedangkan Jaeyoon saja sudah secinta dan sesayang itu pada dirinya.

Jika pun terbongkar suatu saat nanti, pasti Jaeyoon menerimanya dan tak memilih pergi meninggalkannya walau dalam keadaan apapun.

Sunghoon percaya itu.

Hampir tiga menit Sunghoon berdiri mematung di depan pintu apartment ditempatinya bersama Jaeyoon.

Sebelum keluar dari mobil tadi Sunghoon memastikan lebih dulu wajahnya yang sudah membekas lembam dan luka.

Tak ingin membuat Jayeoon panik melihatnya dalam keadaan seperti ini namun tak bisa dinafikan jika dirinya saat ini tetap terlihat habis berantam.

Luka membiru di pipi dan sobek dipinggir bibir menjelaskan.

Menimang sekian kali menghadapi Jaeyoon sekarang, sebelum dengan gelisah tangannya memasukan digit sandi di kediaman mereka.

Melangkah masuk dengan khawatir, menjilat bibir sekali lagi seraya kaki terus diambil masuk ke dalam.

Langkah terburu-buru terdengar dari kamar membuat kepala Sunghoon terdongak melihat Jaeyoon berjalan cepat.

"ASTAG----"

"Hei! Tenang..." cepat meluru Sunghoon saat Jaeyoon tercegat kaget begitu melihatnya. "Tenang, ini luka kecil." Lantas membawa Jaeyoon di pelukannya, mengusap punggung itu.

"Ini gak apa-apa, cuma kecil doang." Terus memberi ketenangan di mana Jaeyoon saat ini mendongak mengamatinya dengan raut nyeri.

"Kenapa bisa?" Jelas terlihat kaget Jaeyoon yang kemudian sepantasnya menarik Sunghoon duduk di sofa. "Bentar, kamu harus diobati dulu."

Cepat bergerak Jaeyoon mengambil first aid kid yang terletak di dalam lemari di ruang tengah lalu secepatnya kembali dan terus mengobati Sunghoon.

Meski terlihat Jaeyoon sedikit gugup, mengoles tiap salep di luka Sunghoon.

"Aku gak apa-apa, oke. Jangan berpikir bukan-bukan." Sekain kali memberi kata penenang, melihat wajah Jaeyoon masih diburu kaget dan khawatir.

"K-Kenapa?" Bertanya gugup Jaeyoon. "Kamu berantam?" Cicitnya hampir tidak terdengar.

Mengulas senyum kecil dan menggapai tangan Jaeyoon untuk digenggam. "Biasa, hal kecil doang sama teman."

AFTERMOST || sungjakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang