Chapter 30

1.9K 124 62
                                    


.

Dalam sejarah kehidupan manusia, penyesalan tidak mengembalikan momen yang hilang dan seribu tahun tidak akan mengembalikan sesuatu yang hilang dalam satu jam.

Tidak peduli sebanyak apa kebaikan begitu satu kesalahan terjadi semuanya rusak tanpa sisa. Seperti kanvas putih lukisan tercoret setitik tinta hitam dan semua fokus hanya pada titik itu.

Tapi di sini titik hitam itu berubah menjadi bercak yang semakin hari semakin besar hingga merubah kanvas putih polos menjadi hitam total.

Segala kebaikan, ketulusan, dan keikhlasan tertutup dengan kebohongan demi kebohongan terjadi saban hari.

Titik dan titik terus tercurah menambah luka yang memang sedia luka.

Luka yang sudah menganga diberi kelukaan terus menerus sampai terbuka lebar, tiada jalan perbaiki dan diobati.

Di sini Sunghoon maupun Jaeyoon sama-sama tahu dan cukup mengerti dengan keadaan saat ini dan yang lalu.

Sangat memahami apa yang perlu dilakukan atau dibicarakan ketika ini.

Maka begitu Sunghoon membuka pintu apartment di kediaman hampir empat tahun ditempati bersama Jaeyoon dengan perasaan bercampur baur.

Namun yang pasti rasa bersalah, menyesal, dan takut mendominasi.

Tidak kaget juga mendapati Jaeyoon sudah berdiri di ruang tengah menghadap ke arahnya seolah menunggu kehadirannya dengan wajah memerah serta mata berkaca-kaca.

Seketika hancur hati Sunghoon, melihat raut muka Jaeyoon yang tidak pernah terlihat, raut kosong, seakan menyatakan betapa kecawa dan sakit.

Perlahan berjalan mendekat dan tanpa dipinta air mata Sunghoon jatuh, hatinya benar-benar sakit melihat Jaeyoon dalam keadaan seperti ini.

Berdiri kaku menatap kosong tanpa binar sungguh menyakiti Sunghoon, ini bukan Jaeyoon yang selalu dilihatnya.

Lalu tanpa dipinta Sunghoon berlutut begitu dekat dengan Jaeyoon dan sekali lagi tanpa dipinta menunduk dan mencapai kaki Jaeyoon untuk dicium.

"Maafkan aku..." bergetar hebat suara Sunghoon, tak peduli air matanya yang mengalir laju tanpa henti. "Maafkan aku Jaeyoon-ah." Terisak kecil.

Namun Jaeyoon cuma berdiri mematung dengan kepalan tangan mengerat terlihat bergetar, kecupan Sunghoon di kakinya serta air mata itu tidak memberi reaksi padanya.

"Aku mohon maaf," masih berlutut, menunduk memegang kaki Jaeyoon, mulut Sunghoon tak henti melontar kata maaf berkali-kali. "Aku tahu, aku salah, maafkan aku."

Lalu air mata dibendung Jaeyoon jatuh bersamaan tubuhnya ikut meluru secara perlahan terduduk membuat Sunghoon mendongak dari terus bersujud di kaki Jaeyoon.

Dan untuk sekian kalinya hati Sunghoon seperti tercabik melihat wajah Jaeyoon yang bercucuran dengan air mata, dirinya tak sanggup melihat.

"Jangan menangis," laju Sunghoon mengusap pipi Jaeyoon. "Ini nyakitin aku, jangan nangis." Serunya melihat semakin banyak air mata Jaeyoon mengalir membuatnya terisak tak tega.

Namun mata memerah Jaeyoon tak berhenti mengalirkan bening begitu juga bibirnya yang bergetar, menatap Sunghoon yang sama sepertinya, menangis menatap satu sama lain.

"Aku salah, maafkan aku. Jangan nangis Jaeyoon." Terlihat bergetar tangan Sunghoon mengusap muka Jaeyoon dari jejak basah. "Jangan nangis, aku salah."

Sungguh hati Sunghoon memberat, tidak bisa melihat Jaeyoon dalam kondisi seperti ini. Tidak sanggup.

Perlahan tangan Jaeyoon naik memegang tangan Sunghoon di wajahnya, mengambil nafas baru bersuara. "Aku gak bakal tanya kenapa? Karena apapun alasannya gak seharusnya kamu lakuin itu."

AFTERMOST || sungjakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang