Chapter 2

1.5K 144 14
                                    

.

Perusahaan berbidang dalam architecture yang Sunghoon dan Jiyeon bangunkan enam tahun lalu bermodalkan bakat yang baru saja bergelar arsitek kala itu. Mereka berdua yang awalnya hanya menyewa satu studio dengan ruangan terbatas dan hanya mengandalkan satu sama lain dengan dua orang pekerja yang mereka pekerjakan waktu itu.

Dengan modal yang juga sama terbatas. Mereka berdua tidak tahu mereka bisa pergi sejauh ini hingga sekarang. Dari studio kecil kini mereka memiliki bangunan tiga lantai diperusahaan mereka.

Enam tahun yang lalu hanya mereka berdua bertungkus lumus mendesain bermacam reka yang dibentuk untuk menarik perhatian klien. Waktu terus berjalan seperti itu sampai setahun lebih, hingga Jungwon yang merupakan adik kelas Sunghkon waktu jaman perkuliahan baru saja wisuda langsung Sunghoon tawarkan buat bergabung dengannya dan Jiyeon.

Bisa dibilang Jungwon satu-satunya pekerja sebagai seorang arsitek yang menemani titik susah mereka memajukan perusahaan yang tidak punya apa-apa sampai menjadi salah satu perusahaan archicture terkenal dengan kualitas desain yang bagus dan menjadi incaran setiap perusahaan besar dalam pembangunan atau klien-klien yang berminat dalam membangunkan sebuah aset.

Sesuai rencana tepat pukul satu waktu makan siang mereka semua berkumpul di ruang meeting, masing-masing dari mereka terlihat begitu serius membincangkan sesuatu dengan Sunghoon yang memimpin.

"Pastikan tidak ada apapun yang tertinggal." Titah Sunghoon tegas sebagai kata terakhir diselangi dirinya sibuk menggulung kembali kertas berukuran besar seperti peta itu lalu memasukkan ke tube, tas tabung.

"Jadi perginya sendiri-sendiri atau dibagi dua?" Soal Sunghoon menatap satu persatu wajah manusia di ruangan.

"Aku baremg kamu." Suara yang terdengar seperti perintah berasal dari Jiyeon yang bersiap-siap hendak pergi.

Wajah dingin itu membuat para pekerja terlihat canggung bahkan, takut meski hanya berpapasan. Jiyeon memiliki bentuk wajah yang memang terlihat angkuh dengan sikap tidak begitu ramah.

Sunghoon mengenalnya sejak sekolah menengah sudah terlanjur hapal, Jiyeon memang bisa dibilang judes dengan tekstur wajah yang mendukung ditambah sikapnya yang cuek akan sekeliling menambah kesan dingin bahkan buat tersenyum saja susah, kalau pun tersenyum hanya berlaku di hadapan klien, sekadar formalitas. Sunghoon sudah terbiasa namun sewaktu-waktu temannya itu memiliki sikap hangat dan itu sangat susah untuk ditunjukkan. Sunghoon baru beberapa kali melihatnya.

"Kami juga perginya bertiga." Ujar Sunoo, merujuk dirinya, Jungwon dan Hyejin.

Sunghoon mengangguk paham seraya tersenyum dan memilih berlalu pergi mengikuti Jiyeon yang telah meninggalkan ruangan.

"Asik! kita gak bakalan mati kebosanan selama tiga jam dalam mobil." Seru Sunoo riang, Jungwon melihat itu memutar bola matanya jengah.

"Kalau gak bertiga, emangnya kamu ke sana naik apa? Ke sini juga minta numpang sama aku, dasar kamu! Pemalas!" Jungwon mendorong pelan tubuh Sunoo untuk memberi laluan sebelum ikut keluar dari ruangan, meninggalkan Sunoo yang cemberut.

"Lihat! Itu mulut emang minta di geprek" Sunoo menunjuk-nunjuk ke arah pintu di mana tubuh Jungwon sudah melenggang pergi. Kemudian dengan senyum cerah ia berjalan sambil menggandeng lengan Hyejin, menyusul Jungwon.

"Beruntung tadi sebelum meeting kamu setuju buat pergi bareng kami. Jadi aku gak harus natap mukanya Jungwon doang di mobil." Sunoo bercoloteh riang.

"Kita bisa jadiin dia supir hari ini bahkan, nanti kalau kita pulangnya juga biar dia doang yang nyetir. Biar tahu rasa dia ngatain aku pemalas!" Begitu berapi-api setiap kata yang Sunoo ucapkan.

AFTERMOST || sungjakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang