Chapter 5

4.3K 487 46
                                    

Haiii
Selamat hari Senin matemaaaan
Selamat mengawali aktivitas di pekan ini
Semoga berkah dan berlimpah bahagia

Selamat membaca :)

Nabila menepati janjinya pada diri sendiri untuk tidak menangisi Satya lagi. Dia memilih fokus dengan sidang skripsinya. Dia mengatakan pada dirinya untuk tidak mengorbankan sesuatu yang dia usahakan dengan sepenuh hatinya hanya untuk orang seperti Satya. Nabila tidak akan merusak hasil usahanya selama ini hanya dengan memikirkan laki-laki yang bahkan mungkin tidak memikirnya.

Tidak menangis bukan berarti Nabila tidak lagi merasakan sedih, hatinya patah, tapi selama dia masih bisa menyembunyikan di balik senyum palsunya, maka dia akan melakukan itu. Ia sudah terbiasa dengan pola seperti itu.

Nabila duduk bersama beberapa temannya untuk menunggu giliran. Ia kembali membaca skripsinya dan memberikan penanda pada beberapa bagian yang ia anggap penting. Berulang kali ia menarik napas dan mengembuskannya teratur untuk menghilangkan kegugupan.

Salah satu yang menjadi dosen pengujinya adalah dosen yang terkenal suka mencerca mahasiswa dengan pertanyaan-pertanyaan menjebak, Nabila dibuat khawatir karenanya. Saat Nabila sedang membaca ulang beberapa bagian skripsinya ponsel gadis itu berbunyi. Semula ia takut kalau itu dari Satya lagi, karena dari semalam pria itu hampir tidak berhenti menghubunginya, dan tentu saja Nabila abaikan.

Nabila menghela napas lega saat layar ponselnya menampilkan kontak Salma. Dengan cepat Nabila menjawab panggilan video itu.

"Naaaaab." Seru Salma.

Nabila melambaikan tangan ke arah kamera ponselnya, di layar sempit itu bukan hanya ada wajah Salma, Novia dan Rahman juga ikut masuk ke dalam frame.

"Udah belum??" Novia terlihat sangat antusias.

"Belum Kak Nov, masih nunggu." Jawab Nabila ia mengalihkan kameranya ke kamera belakang untuk menunjukkan situasi di kampusnya.

"Semangat anakkuuu!!" Teriak Salma seraya mengepalkan tangannya di udara.

"Makasih mamiiiii." Balas Nabila setengah berteriak, ia kemudian membekap mulutnya sendiri khawatir mengganggu teman-temannya yang lain.

"Gak usah gugup Nab, gue yakin lo bisa." Ujar Novia memberi semangat.

"Santai aja, jangan lupa makan dulu Nab, minum yang banyak" Pesan Rahman yang membuatnya tertawa.

"Udududu, perhatian kali kakak kakakku ini." Balas Nabila pura-pura menunjukkan wajah terharu. Meski sebenarnya dalam hatinya ia benar-benar merasakan haru karena perhatian dari mereka. Disaat orang-orang yang paling dekat dengannya bahkan tidak mau repot-repot untuk sekedar menyemangatinya.

"Doain lancar ya." Pinta Nabil.

"Pasti Nab, pasti." Nabila tidak tahu siapa diantara ketiga orang ini yang berbicara lebih dulu, yang jelas mereka mengatakannya nyaris bersamaan.

"Pokoknya yang tenang, jangan gugup." Pesan Salma kali ini dengan wajah serius. Nabila mengangguk pasti.

Karena hanya mendapati tiga orang itu yang terlihat di layar ponselnya, Nabila berulang kali melongokkan kepalanya mencari seseorang yang sejak tadi tidak ia lihat.

"Nyari Paul ya lo?" Tanya Salma menyadari gestur Nabila.

"Iya dia kemana dia, kak?"

"Ada meeting dia sama klien." Jawab Salma sambil memainkan ballpointnya..

"Ooooh gitu."

Nabila mengangguk, dia ingat kemarin Paul janji akan datang untuk menyelamatinya, meskipun sekarang Nabila belum selesai sidang, tapi tiba-tiba dia takut kalau Paul tidak datang. Meeting dengan klien itu kadang waktunya tidak tentu, bisa singkat bisa juga sngat lama, apalagi kalau kliennya rewel.

Redefining Us (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang