Chapter 18

4.3K 474 131
                                    

Haiii
Udah pada nyate?? 😂
Sorry baru sempet up, enjoy yaa 🥰

Sejujurnya rencana Nabila begitu sampai di rumah adalah dia ingin mandi kemudian duduk di kamarnya, menyalakan diffuser dan mendengarkan podcast self improvement di salah satu kanal favoritnya pada platform hijau.

Tapi sepertinya rencana itu harus ia simpan, ketenangan yang ia bayangkan harus ia relakan begitu ia melihat kakaknya tengah duduk di sofa bersama ibunya.

Melihat raut kedua wanita itu, Nabila menelan kembali seluruh umpatan yang ingin ia tumpahkan pada kakaknya. Nabila bisa melihat dengan jelas jejak air mata di wajah kakaknya, sementara ibunya merangkul bahu Nadhira seraya mengelusnya sayang.

Nabila duduk di hadapan kedua perempuan itu, menarik napas panjang dan menatap Nadhira meminta penjelasan. Tidak seperti biasanya, Nadhira terlihat rikuh untuk bicara pada adiknya yang menatapnya dengan mata yang mengintimidasi.

"Kamu kemana aja, Kak?" Tanya Nabila lemah. Ia ingin berteriak tapi ia tahu itu akan percuma.

Kakaknya masih diam menundukkan kepala, satu per satu isakan lolos dari bibir tipis kakaknya. Ia menatap ibunya seperti meminta pertolongan.

"Kakak tau gak sih apa yang udah kakak lakuin?" Tanya Nabila lagi.

Seperti anak kecil, Nadhira menangis dalam rangkulan ibunya. Nabila merasa dirinya jahat, karena bukannya merasa empati atau sekedar kasihan, ia lebih merasa muak melihat sikap kakaknya.

"Gak usah nangis kak!! Kakak tau ayah kaya gitu karna siapa? aku harus ngadepin temen-temen kakak, dan kakak malah kabur entah kemana? Kakak punya otak gak sih?"

Pada akhirnya sekuat apapun Nabila menahan diri, ia sampai pada batas sabar yang dimilikinya. Ia meninggikan suara dengan wajah yang memerah karena marah.

"Nab..." Cegah ibunya.

Ia yang sempat berdiri karena terdorong amarah kembali duduk seraya membuang pandangannya.

"Kakak minta maaf, Nab." Lirih Nadhira di sela isakannya. "Kakak tau kakak salah, kakak gak ada niat kabur sama sekali, kemaren kakak ngerasa buntu dan gak tau harus kaya gimana." Ujar Nadhira terdengar pedih.

"Kita udah dewasa, kak. Udah bukan saatnya lagi dikasih tau soal tanggung jawab." Cibir Nabila.

"Kakak tau Nab, tapi kamu tahu sendiri dari dulu self defense aku setiap ada masalah, aku bukan menghindar aku cuma butuh waktu."

"Kabur!!" Seru Nabila cepat. "Yang kak Dhira lakuin itu kabur, bukan butuh waktu, cara kakak coping masalah, self defense kakak, itu bukan alesan Kak. Kakak gak liat separah apa akibatnya sekarang?" Nabila bukan tidak ingat kalau ia sedang bicara dengan kakaknya sekarang, bukan juga ia melupakan soal sopan santun, tapi kekesalannya pada Nadhira benar-benar sudah mencapai puncaknya.

"Udah Nab, apa yang terjadi saat ini memang udah takdir yang harus kita jalani." Sekali lagi ibunya melerai.

Apa yang dikatakan ibunya memang tidak salah. Sayangnya bagi Nabila apa yang diucapkan ibunya terdengar seperti pembelaan bagi Nadhira.

Gadis itu menatap ibunya tidak percaya. Ayahnya stroke gara-gara masalah yang dibuat kakaknya, belum lagi hutang kakaknya, dan ibunya masih membela Nadhira.

"Kakak minta maaf Nab, kakak emang salah. Tapi please kali ini kakak minta tolong, bantuin kakak." Mohon kakaknya, wanita itu sampai berpindah tempat ke sebelah Nabila, di genggam tangan adiknya erat dengan tangis yang berurai.

Nabila menatap kakaknya dengan emosi yang sudah bercampur aduk. Dalam benaknya bertanya-tanya masalah apa lagi kali ini. Gadis itu memejamkan matanya kuat.

Redefining Us (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang