Chapter 17

4K 460 137
                                    

Double up nih, semoga seneng ya kalian, lafyu :)

Meski Nabila belum juga mengetahui keberadaan kakaknya, ia cukup lega karena ayahnya sudah bisa pulang dari rumah sakit. Meskipun keadaannya tak lagi sama seperti sebelumnya, paling tidak sedikit lebih baik.

Hal lain yang membuatnya lega adalah ia bisa duduk dan bicara dengan teman-teman kakaknya yang merasa ditipu oleh Nadhira. Nabila bersyukur karena mereka bisa mengerti keadaannya saat ini, ketiga teman kakaknya itu juga cukup berempati dengan keadaan ayah Nabila. Gadis itu berjanji akan mengabari mereka jika sudah mengetahui keberadaan kakaknya.

Dan satu-satunya yang dia pusingkan saat ini adalah keberadaan Nadhira. Ia tidak akan pusing-pusing mencari perempuan itu jika bukan karena hutang yang dia tinggalkan.

"Kak Rony ini kopinya." Nabila meletakan secangkir kopi di meja Rony. Lalu ia kembali duduk di kursinya.

"Makasih Nab." Kata lelaki itu tulus. Tadi dia memang berniat membuat kopi saat tiba-tiba ia harus menerima telfon dari klien, dan akhirnya Nabila menawarkan bantuan untuk menyeduhkan kopi untuknya. Tentu saja Rony menerimanya dengan senang hati.

"Nab, jadi nonton kan?" Tanya Rony.

Nabila menggaruk kepalanya bingung. Di mejanya Paul yang tidak sengaja mendengar pertanyaan tersebut ikut menunggu jawaban Nabila.

"Gimana ya?" Bingung Nabila, ekor matanya sempat menangkap Salma mengulum senyum sambil melihat ke arahnya.

Rony masih menunggu jawaban Nabila dengan menumpukan tangan di meja kerja gadis itu.

"Ya udah nanti pulang kerja ya, Kak." Putus Nabila.

"Oke" Seru Rony dengan senyumnya yang mengembang, ia lalu kembali bekerja di mejanya.

Tepat setelah mendengar percakapan kedua orang itu Paul meninggalkan meja kerjanya dan berjalan ke pantry.

Ketiga orang lainnya saling berbagi tatapan jahil dan sama-sama menahan tawanya.

"Bener kan kata gue, makin seru." Celetuk Rahman pelan. Salma dan Novia mengangguk setuju.

"Harusnya Rony datang dari dulu gak sih." Sambung Rahman lagi masih dengan suara setengah berbisik.

"Iya, biar kisah cinta di kantor ini ada perkembangan." Sahut Novia sepakat.

"Nab... Lo nyimpen kopi dimana sih?" Teriak seseorang dari arah pantry.

Nabila sampai mengerutkan kening mendengar lelaki itu berteriak dengan suara lantangnya.

"Nabilaaa!" Teriaknya lagi seperti kehabisan kesabaran, padahal Nabila baru saja berdiri dari kursinya.

"Kenapa sih dia?" Bingung Nabila, gadis itu melemparkan pandangan bingung pada Salma.

"Samperin aja Nab, berisik." Saran Salma.

Tanpa mengatakan apapun lagi, Nabila segera menyusul Paul ke pantry. Mood bos nya adalah sesuatu yang harus dijaga dengan sangat hati-hati atau suasana kerja akan sangat menyebalkan.

"Na-"

"Iya iya apa?" Sela Nabila cepat sebelum Paul berteriak lagi. Sebenarnya lelaki itu memang sudah berteriak juga.

"Kopi dimana?" Tanya Paul ketus.

Nabila membuka kabinet atas dan mengeluarkan sebuah jar berisi kopi. "Nih." Nabila menyodorkan jar itu pada Paul dengan raut bingung.

"Mau ngopi lagi?" Tanya Nabila, ia jelas masih ingat pagi tadi Paul sudah minum kopi, dan ia yang membuatkannya.

"Gue nyari kopi ya berarti gue mau ngopi." Jawab Paul ketus.

Redefining Us (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang