Chapter 14

3.9K 440 102
                                    


Haiiiii
How's life gaeess
Meskipun sebenernya sabtu kemarin bukan jadwal update, tapi aku tetep minta maaf  kemaren ga bisa update, karena ternyata ada yang nungguin, sooo maaf ya...
Jumat sabtu kemarin aku ada acara keluarga jadi gak update cerita ini 🙏 yang komen juga belum aku balesin, yang udah nandain typo makasih tapi belum aku edit, tapi makasih banyak seperti selalu :)

Oh iya part ini aku tulis waktu hari ulang tahun babeh, tapi baru bisa diposting di momen ulang tahun Paul 😅
*
*
*
Setelah siap dengan setelan kerjanya, Nabila melihat dua kue yang baru selesai ia hias tadi dengan perasaan bangga. Ia berkutat sejak dini hari demi membuat dua kue itu. Satu untuk ibunya dan satu lagi untuk Rony, ia kadung berjanji pada lelaki itu.

Kue yang dia hias dengan butter cream dan coklat blok yang dipotong tipis untuk ibunya, dan satu lagi kue yang dia hias dengan buah untuk Rony,  ia sedikit khawatir, sependek yang ia tahu Rony menjaga makanannya, itu mengapa ia menjadikan buah-buahan sebagai topingnya untuk mengimbangi.

Satu kue ia masukan ke dalam box, satu lagi ia bawa ke meja makan, dan ia letakan berdampingan dengan hadiah yang akan ia berikan untuk ibunya. Nabila sedikit lega, karena sejak subuh tadi ia tidak melihat kakaknya, sepertinya dia memang sudah pulang ke apartemennya lagi.

"Ibu." Seru Nabila ketika ibunya masuk ke ruang makan seraya menggelung rambutnya.

"Kamu udah mau berangkat, semalem kamu pulang jam berapa?" Tanya ibunya.

Nabila tidak buru-buru menjawab, ia menuntun ibunya untuk duduk di salah satu kursi. Wanita setengah baya itu menunjukan ekspresi terkejut melihat kue dan hadiah di hadapannya.

"Apa ini, Nab?" Tanya ibunya dengan raut terkejut.

"Selamat ulang tahun, ibu." Gadis itu mengecup pipi ibunya tulus.

"Ya ampuuun, padahal gak perlu begini Nab. Semalem ibu sama ayah udah diajak makan malem sama kakak kamu, dikasih hadiah juga, itu lho tas yang ibu pengen itu." Cerita ibunya yang tanpa sadar membuat hati Nabila menciut.
Apalah hadiah Nabila jika dibandingkan dengan tas pemberian kakaknya yang sudah pasti mahal. Satu lagi yang membuat Nabila merasa tidak nyaman, ayah ibu serta kakaknya pergi makan malam tanpa kehadirannya. Dengan cepat Nabila menepis pikiran jeleknya.

"Gapapa bu, hadiah dari aku gak seberapa kok." Nabila mengigit pipi bagian dalamnya.

Tangan ibunya kemudian bergerak meraih kotak berwarna peach di samping kue coklat itu. Ia menatap anaknya haru melihat isi kotak tersebut.

"Ini buat ibu, Nab?" Tanya ibunya retoris. Gadis itu mengangguk pelan.

Ibunya menarik Nabila ke dalam pelukannya, dan mengucapkan terimakasih beberapa kali.

"Makasih ya, ibu suka." Ujar wanita itu setelah mengurai pelukannya.

"Kamu gak perlu kasih hadiah begini ke ibu, kamu juga pasti punya banyak keperluan, meskipun uang kuliah dibantu kakak kamu, bukan berarti kamu boleh menghambur-hamburkan uang hasil kerja kamu, di tabungnya." Ibu Nabila mengelus pipi anak bungsunya dengan sayang. Sementara gadis itu menakutkan alis bingung dengan kalimat panjang yang dilontarkan ibunya.

"Uang kuliah??" Bingung Nabila. "Kak Dhira gak ngasih aku uang kuliah." Desis Nabila. Sejak awal kuliah Nabila tidak pernah mendapat uang kuliah dari kakaknya, itu mengapa sejak saat itu Nabila rela bekerja apa saja demi kuliahnya.

Ibunya menatap Nabila heran. "Dhira bilang tiap bulan dia ngasih kamu uang kuliah." Kata ibunya yakin.

Nabila menipiskan bibirnya, ada emosi yang tiba-tiba membuat dadanya terasa sesak. "Engga bu, ibu tau sendiri dari dulu aku kerja serabutan, ibu pikir itu buat apa?" Seru Nabila, ia berusaha mengatur napasnya. Setidaknya dari apa yang dia pelajari mindful breathing bisa membantunya mengatasi emosi.

Redefining Us (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang