Chapter 9

3.9K 376 34
                                    


Nabila merapikan blazzernya yang sedikit kusut di bagian siku lengannya. Tamu sedang tidak begitu ramai, dan pekerjaan Nabila sedikit luang. Jika biasanya saat menjadi stopper pelaminan waktu yang ditunggu itu saat tidak terlalu banyak tamu, maka tidak dengan hari ini. Nabila lebih suka saat tamu membeludak dan ia menjadi sibuk sehingga tidak harus melihat kedua mempelai pengantin itu, bukan karena sedih, tapi sejak tadi Satya seperti selalu mencuri pandang ke tempat ia berdiri.

Merasa risih dengan ulah Satya, Nabila memilih untuk pura-pura sibuk, entah itu berbincang dengan rekannya yang lain lewat HT dengan memilih topik acak, entah itu mengeluh lapar, atau mengomentari gaun para tamu, bahkan iseng berjulid soal lelaki berotot yang duduk di pojok sana dengan wajah sendunya. Novia bilang sepertinya lelaki itu mantan Diandra. Nabila tergelak dengan candaan itu, meskipun faktanya justru dia lah mantan si pengantin pria yang kini sedang bersanding dengan Diandra.

"Nab..."

Nabila terkejut melihat Nadhira yang kini sudah berdiri di sampingnya dengan gaun Sabrina berwarna merah yang memeluk wanita itu dengan sangat pas.

"Eh kok di sini, Nab?" Tanya Nadhira tak kalah kagetnya, tapi sepertinya keterkejutan Nadhira tidak sama dengan yang dirasakan Nabila, Nadhira tersenyum berseri saat bertemu dengan Nabila di tempat yang tidak ia duga, sementara Nabila tidak menunjukkan raut senang sama sekali.

"Kerja kak." Jawab Nabila memaksakan senyumnya sambil menunjukan name tag di dada kirinya.

"Oh ya ampun kok bisa kebetulan ya, itu yang nikah atasan di kantor kak Dhira." Jelas Nadhira dengan senyumnya yang gak mau luntur.
Gadis itu menganggukkan kepala enggan menoleh ke arah pengantin.

"Ikut foto yuk." Ajak kakaknya antusias.
Nabila melepaskan genggaman Nadhira di lengannya perlahan. "Sorry kak, gak enak sama yang lain kan lagi kerja."

Nadhira menipiskan bibirnya terkejut dengan nada bicara Nabila yang terkesan dingin meski ia mengatakannya dengan senyuman.

"Oh gitu ya." Nadhir merasa kikuk, namun ia cepat-cepat menerbitkan senyumnya lagi.

"Ya udah kalo gitu, kak Dhira tinggal ya, Nab." Pamit Nadhira, ia tak lupa menepuk bahu adiknya untuk memberikan semangat.

Nabila mengangguk lalu membiarkan Nadhira berjalan ke arah pelaminan sendirian. Huft, jangankan berfoto dengan mereka, menoleh saja Nabila enggan.

Gadis itu merasa risih karena beberapa kali ia menangkap Satya memperhatikan ke arahnya. Ia ingin menyingkir dari sana tapi khawatir disebut tidak profesional atau lebih parah lagi dianggap tidak bertanggung jawab.

Menjelang pukul sembilan malam, tidak terlalu banyak tamu baru yang datang, yang mengantre untuk berfoto dengan pengantin juga sudah jauh berkurang. Nabila merasa ia tidak terlalu diperlukan saat ini. Beberapa kali ia mengedarkan pandangan, ia melihat kakaknya sedang bercengkrama dengan beberapa undangan lainnya, sepertinya teman kantornya. Mata gadis itu terus menyapu seisi ballroom mencari teman-temannya yang sedang sibuk dengan tugas mereka masing-masing, kecuali Salma, Nabila tidak mendapati sosok itu dalam jangkauan pandangannya, padahal ia bertugas sebagai MC.

"Ma stand by yah, bentar lagi kita clossing nanti arahin tamu buat ke pinggir kolam buat nerbangin lampion." Suara Paul terdengar lewat HT

Nabila terlalu sibuk mencari Salma yang tidak terlihat sosoknya, sampai ia terlambat menyadari saat tangannya ditarik oleh seseorang dan menjauh dari venue pesta pernikahan itu. Gadis itu terkesiap saat sebuah lengan kokoh menariknya cepat.

"Lepasin!!" Bentak Nabila setelah ia mampu mengambil kembali kesadarannya.
Satya melepaskan tangan Nabila begitu mereka sampai di lorong yang lebih sepi di hotel tersebut.

Redefining Us (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang