"Nab lepas dulu lah, Nab." Pinta Salma. Sejak tiba di rumahnya Nabila terus memeluk Salma seperti anak kecil yang takut ditinggalkan oleh ibunya.
Setelah semua pekerjaan mereka selesai, Paul mengiyakan ajakan teman-teman nya untuk mengunjungi Salma yang hari ini tidak masuk. Tadi pagi dia mengabari Nabila kalau dia mengalami morning sick parah. Yap, jadi tadi pagi Nabila menangis karena terharu Salma mengabarinya bahwa ia hamil.
"Kak Salma mau kemana emang? Diem aja nanti Bang Diman marah."
Salma mengerlingkan matanya. Nabila clingy mode on. Nabila sewaktu-waktu memang bisa menjadi sangat manja, Salma tidak mengerti dengan perubahan sikap gadis itu yang terkadang mendadak.
"Ya engap Nab lo peluk-peluk terus." Protes Salma, Nabila melepaskan pelukannya dengan bibir yang mengerucut
"Ya ampun gue tadi seneng banget lho Kak Sal pas denger kak Salma hamil." Cerita Nabila dengan mata yang berbinar.
"Iya tau, lo sampe teriak gitu di telfon." Ujar Salma teringat saat tadi pagi Nabila berteriak hingga telinganya terasa pengang.
"Pas gue baru dateng dia udah riweh sendiri, Ma." Ujar Novia. "Dasar bocil emang." Sambung Novia, Nabila nyengir menunjukkan deretan giginya.
"Gue yakin lo bakal tambah bucin, bro." Paul menepuk bahu Diman. Para lelaki berkumpul di halaman belakang rumah Salma, di kursi kayu yang diletakkan di depan rumah kaca yang tempat Diman menyalurkan hobi berkebunnya.
"Gue seneng sih bisa bucin sama istri sama calon anak gue, rasanya bahagia banget, Pol. Bisa dampingin mereka, menuhin apa yang Salma mau, ada disaat dia butuh. Itu another level of happiness banget." Terang Diman. Entah ia yang salah atau memang ia melihat mata Diman sedikit berkaca-kaca.
Rahman ikut menepuk bahu Diman beberapa kali, mengungkapkan rasa bangganya pada lelaki yang sudah ia kenal beberapa tahun ke belakang.
"Anyway selamat, Bro. Dari cara lo ngomong udah keliatan banget bahagianya." Itu Rony yang berbicara.
"Iya makanya kalo udah siap dan ada targetnya jangan tunggu lama-lama, sikat Ron. Lo udah mapan juga." Nasihat Diman.
Rony terkekeh sambil mengelus tengkuknya. Jujur saja bicara dengan Diman memang seasyik itu, meskipun ia belum lama kenal, tapi dia bisa cepat akrab dengan lelaki itu. Dan sepertinya Diman bisa melihat Rony seperti buku yang terbuka.
"Emang lo udah ada calon, Ron?" Tanya Paul terlihat penasaran. Seingat Paul Rony belakangan ini terlihat mendekati Nabila, dia tidak ingin anak itu mengulang sakit hati seperti saat dengan Satya.
"Kenapa? Kok lo kaya kepo gitu sih, Pol?" Sahut Rony jahil.
"Ya nanya aja, emang apa salahnya gue nanya, kan kita temen." Jawab Paul, ia menyisip minumannya untuk menyamarkan ekspresi wajahnya.
"Elo juga Pol, pengumuman mulu cinta sama Aluna, geraknya kagak, progress nol besar." Cibir Diman.
"Ah mantap tuh, dengerin Powl." Imbuh Rahman. Ia kemudian berhighfive dengan Diman merasa memiliki kawan untuk menyerang Paul.
"Berisik ah lo." Paul melempar Rahman dengan makanan ringan.
"Lo sama Aluna itu emang udah kenal lama banget ya?" Tanya Rony penasaran, selama ini ia hanya mendengar cerita Paul dan Aluna dari teman-teman kantornya saja itu pun hanya potongan-potongan cerita.
"Mereka temen kuliah, Ron." Rahman membantu Paul menjawab meski pria itu tidak memintanya.
"Lama juga ya." Sahut Rony, ia melihat ke arah Paul.