"Baik-baik di tempat baru ya, Nab." Novia menepuk bahu Nabila sayang. Sekali lagi ia memeluk gadis itu erat. Nabila mengangguk tersenyum tapi dengan air mata yang juga ikut jatuh.
"Makasih ya kak Nov." Ujar Nabila pelan.
Ia beralih pada Rony yang berdiri di sebelah Novia. "Kak Rony..." Panggil gadis itu.Rony mengusap wajahnya kasar lalu menghembuskan napas. Ia merentangkan tangannya untuk memeluk gadis itu.
"Kamu bukan keluar karena ngerasa keganggu sama aku, kan?" Tanya Rony bercanda.
Nabila tertawa meningkahi candaan Rony. "Apa sih kak Rony, mana ada aku keganggu sama kak Rony." Ujarnya sambil tertawa. "Kapan-kapan kita ngobrolin soal psikologi lagi ya kak, aku penasaran sama buku-buku yang udah kak Rony baca." Ujar gadis itu sambil tersenyum menyipitkan matanya.
"Nanti aku kasih pinjem deh bukunya." Sahut Rony seraya mengedipkan mata.
"Udah-udah, nanti ada yang ngamuk lagi kita semua yang kena." Rahman menarik Nabila yang masih menggenggam lengan Rony.
Pada akhirnya mereka mengetahui hubungan Nabila dengan Paul. Nabila sedikit terkejut karena ternyata respon teman-temannya sebatas tersenyum santai sambil mengatakan "Akhirnya." Lalu bertanya pada Nabila kenapa ia baru sadar setelah sekian lama. Nabila bingung sendiri dan mengingat interaksinya dengan Paul yang dulu ia rasa sama seperti dengan yang lainnya.
Rony melirik Paul dengan senyum mengejek. Lelaki itu tidak cukup pintar untuk pura-pura bersikap biasa saja.
"Nanti tetep sering-sering maen kesini ya, Nab." Rony sengaja mengelus puncak kepala Nabila.
"Kalau aku gak sibuk ya, Kak." Cengir Nabila.
Dari belakangnya, Salma mendorong bahu Nabila pelan. "Gaya banget lo sok sibuk. Awas aja kalo kesini gak gue bukain pintu." Ujar Salma pura-pura kesal.
"Nanti gue minta Paul aja yang bukain."
Seketika mereka membuat koor 'uuu' menyoraki Nabila. Kontan gadis itu menutup mulutnya merasa sudah salah bicara. Di tempatnya Paul mengulum senyum melihat pipi Nabila yang sudah memerah menahan malu."Udah lah udah sore, yok balik." Ajak Paul. Ia mengecek kembali box berisi barang-barang Nabila, memastikan tidak ada yang tertinggal.
"Bilang aja lo mau pacaran." Goda Novia.
Nabila menutup wajahnya, ia masih belum terbiasa dengan kalimat-kalimat bernada ledekan dari teman-temannya. Sepertinya memang ada baiknya juga dia pindah tempat kerja. Paling tidak dia tidak harus merasa direcoki dengan bercandaan tentang hubungannya dengan Paul setiap hari. Meski tidak menjamin mulut mereka akan diam saat Nabila bertemu mereka lagi.
"Jangan digodain kasian, dia maunya ngumpet-ngumpet." Paul melirik Nabila lewat ekor matanya, sementara bibirnya mencibir gadis itu.
"Ngumpet-ngumpet gimana, sebelum lo berdua sadar kita udah tau duluan." Teriak Salma gemas.
"Emang iya?" Tanya Paul seraya terkekeh merasa lucu pada dirinya sendiri.
"Iya lah gimana engga lo minta Nabila bawain sarapan tiap hari, ni anak nurut mulu lagi." Tunjuk Salma pada Nabila. "Belum lagi kalo punya makanan, lo pasti bilang, jangan! itu punya Nabila, tanya Nabila maunya makan di mana, gue mau keluar, Nabila mau gue beliin apa?" Sambung Salma menirukan cara Paul bicara.
"Jangan lupa waktu Nabila sidang inget gak kelen dia bolak balik nanya florist yang bagus dimana, terus nyuruh kita hias kantor buat surprise-in Nabila, reschedule pertemuan sama klien demi datengin Nabila di kampus, tolong jelaskan hubungan pertemanan macam itu." Novia tak mau kalah ikut serta mengingatkan betapa kedua manusia itu sudah tidak biasa sejak awal.