Menghabiskan waktu beberapa hari di pondok kayu milik Dominic ternyata cukup menyenangkan dan sama sekali tidak terasa membosankan. Bagi Aurora, ia justru seperti sedang berlibur di villa kayu mungil yang eksotis yang berada di kaki bukit. Udara yang segar, suara kicau burung yang terdengar bagai musik di telinganya, suasana yang tenang, segala sesuatu terasa sangat sempurna, kecuali tentu saja, rasa nyeri tipis yang masih menyerang area pahanya.
Setiap pagi, Ethan datang berkunjung ke pondok Dominic untuk mengontrol bekas jahitan Aurora sekaligus menikmati suguhan secangkir kopi dan kudapan ringan buatan Aurora dan Sheeva. Kruk dari Dominic benar benar membantu Aurora bergerak lebih bebas. Aurora juga sering membantu Sheeva menyiapkan makanan dan terkadang mereka berdua bereksperimen, mencoba resep masakan baru.
"Ini teh panasmu." Suara Sheeva memecah lamunan Aurora.
"Thanks, bi." Aurora dengan sigap, menerima cangkir teh dan meletakkannya di atas meja teras belakang. Saat ini, teras belakang menjadi tempat favorit Aurora menghabiskan waktu sambil menulis di tabletnya, "Seharusnya bibi tidak perlu membawakan teh ke sini. Aku bisa mengambil sendiri di dapur."
"No, Ara." Sheeva menggeleng lembut, "Jauh lebih berbahaya memegang cangkir berisi teh panas sambil berjalan dengan krukmu. Kau bisa saja menumpahkan tehmu."
"Aku jadi merasa benar benar merepotkan bibi." Aurora mendesah pelan.
"Aku justru merasa senang, aku seperti punya anak perempuan." Sheeva tergelak, "Nikmati waktumu, bibi mau ke kebun dulu."
"Kebun? Di mana? Di halaman depan hanya ada taman kecil."
"Hanya sekitar 100 meter di belakang sana." Sheeva tertawa menunjuk ke arah belakang pondok yang tampak sedikit terbuka namun tetap dipenuhi pohon pohon besar.
"Bibi yang merawatnya sendiri?"
"Awalnya hanya untuk mengisi waktu." Sheeva tertawa ringan, menuruni tangga kayu teras belakang dan meraih sebuah keranjang kecil dari rotan, "Tapi ternyata menyenangkan saat kita bisa memanen dan menikmati hasilnya."
"Wah....Bolehkah aku ikut?"
"Kurasa tidak bisa, Ara." Sheeva tertawa pelan, menggeleng. "Jalan ke sana berbatu batu dan tidak rata. Sulit jika kau masih menggunakan kruk. Nanti saja kalau lukamu sudah mengering dengan baik."
"Baiklah." Aurora mendesah lirih, "Aku pegang janji bibi, dan aku akan menagihnya."
"Aku orang yang menepati janji, Ara." Sheeva mengangguk kecil sambil tertawa, "Aku tidak akan lama. Aku hanya ingin melihat apa saja yang sudah bisa aku panen di kebun."
Aurora mengangguk, melambaikan tangannya sebelum menyandarkan diri di kursi kayu. Suasana pondok yang sangat mendukung membuat proses menulis Aurora menjadi lebih cepat dari biasanya. Dalam beberapa hari ia sudah menyelesaikan belasan bab. Namun hari ini, entah mengapa, otak Aurora tiba tiba tidak bisa diajak berpikir. Aurora mendesah, memejamkan matanya, memutuskan membiarkan dirinya menikmati angin sejuk di teras belakang
Krak
Krak
Aurora membuka matanya, menajamkan pendengarannya.
Krak
Kembali telinga Aurora menangkap suara kayu yang patah. Aurora meraih kruk, berdiri dan berjalan ke sisi samping pondok, tempat suara itu berasal.
Wow
Waktu tiba tiba seakan berjalan lambat bagi Aurora. Di hadapannya, di sisi kiri pondok, tampak Dominic sedang sibuk membelah kayu bakar dengan menggunakan kapak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Behind You
RomanceMenjadi putri satu satunya dalam keluarga besar Ramiro tidak membuat Aurora tumbuh menjadi gadis manja. Aurora justru tumbuh menjadi gadis yang berjiwa bebas dan menyukai petualangan. Ia gemar mengunjungi berbagai kota dan daerah baru, sekedar menca...