Aurora menaikkan selimut dengan cepat untuk menutupi tubuhnya saat Dominic masuk ke dalam kamarnya.
"Thanks, D." Aurora bergumam pelan.
Gerakan tangan Dominic yang sedang membereskan mangkok dan gelas kosong ke atas baki terhenti seketika.
"Maafkan aku yang sudah asal menuduhmu." Aurora mencicit lirih.
"Jika butuh sesuatu, katakan saja. Dokter Ethan akan memeriksamu kembali, besok pagi." Dominic menjawab datar.
"Boleh minta tolong?" Aurora berbisik pelan.
"Apa?" Dominic menaikkan alisnya, menatap Aurora yang bersandar di headboard ranjang.
"Saat kau menolongku, aku membawa tas ransel, kan?"
"Lalu?"
"Aku butuh tas itu. Ada barang berharga di dalamnya, sangat berharga." Aurora mendesah, menahan diri agar tidak menjerit dan memukuli Dominic yang terlihat menyebalkan dengan raut wajah datarnya.
Andaikata pria itu tidak tampan, mungkin Aurora akan mengambil palang pintu dan memukulnya. Sayang, selain wajahnya yang tampan, Dominic pula lah yang menyelamatkan dirinya dari kecelakaan di tebing. Jadi tidak mungkin ia memukuli dan memaki Dominic karena akan terasa seperti kacang lupa kulitnya.
"Apa sepenting itu?" Dominic melipat kedua tangannya di dada.
"Tentu saja. Aku butuh tas itu."
"Akan kulihat apakah aku membawa tasmu." Dominic meraih baki, berjalan keluar dari dalam kamar.
Aurora menghela nafas panjang. Pikirannya melayang, ia kini berharap tabletnya tidak rusak akibat benturan, karena sebagian besar karya tulisannya belum sempat ia pindahkan dan disimpan secara online.
*********
Aurora memejamkan matanya sambil bersandar di headboard ranjang. Tidak mengerjakan apapun ternyata sangat membosankan. Dan ia baru ingat, ia hanya menanyakan ranselnya pada Dominic tapi lupa menanyakan bagaimana kondisi ponselnya yang berada di saku celana cargo.
"Tasmu." Terdengar suara pintu dibuka dan suara Dominic membuat Aurora membuka matanya dengan cepat.
"Tasku...." Wajah Aurora tampak berbinar, "Kemarikan." Aurora mendesis lirih saat bergerak dan merasakan nyeri di pahanya.
Sambil berdecak, Dominic meletakkan tas ransel Aurora di atas nakas. Aurora dengan penuh semangat membuka tasnya, meraih tablet dari dalam tas.
"Ahhh kamu ternyata aman aman saja." Aurora tersenyum lebar, mencium tablet di tangannya, menekan tombol power. Namun senyum lebar di wajahnya berubah menjadi datar, saat ia melihat tablet di tangannya tidak bisa menyala.
"Lowbatt." Aurora mendesah pelan, mengangkat wajahnya, menatap Dominic, "Bisakah aku meminjam pengisi dayamu? Aku harus mem back up dataku."
"Sepenting itukah?" Dominic mendengus samar, menaikkan alisnya, menatap tingkah Aurora yang terasa sedikit kekanakan dan konyol, namun ia akhirnya membuka laci meja dan mengeluarkan alat pengisi daya.
"Tentu saja penting. Di dalamnya ada pekerjaanku. Karena kerjaan, tentu saja itu artinya duit. Aku tidak mau sampai kehilangan duit." Aurora mengangguk kecil, memasang wajah serius namun justru terlihat menggemaskan dan lucu di mata Dominic.
Aurora menerima pengisi daya dan menyambungkannya dengan tablet miliknya. "Tolong, D." Aurora kembali memasang wajah memelas, menyodorkan kepala pengisi daya, meminta tolong agar disambungkan ke stop kotak di samping nakas.
Dominic mendengus pelan namun menerima kepala pengisi daya dan menghubungkannya ke stop kontak. Matanya melirik ke arah Aurora yang tampak bersemangat menatap layar tabletnya yang berhasil menyala kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Behind You
RomanceMenjadi putri satu satunya dalam keluarga besar Ramiro tidak membuat Aurora tumbuh menjadi gadis manja. Aurora justru tumbuh menjadi gadis yang berjiwa bebas dan menyukai petualangan. Ia gemar mengunjungi berbagai kota dan daerah baru, sekedar menca...