Aurora mengangguk pelan, memeluk satu pesatu anak didiknya sebelum akhirnya bangkit berdiri. Walaupun ia bukanlah guru tetap di sana dan hanya mengajar kelas seni, tapi keakraban yang terjalin dengan murid muridnya membuatnya merasa sedih karena harus meninggalkan kota itu.
"Miss Ara, kau harus datang sesekali berkunjung kemari." Nick menatap Aurora, penuh harap.
"I will." Aurora mengangguk, mengulas senyum tulus, "Dan kalian harus berjanji pada miss, belajar yang rajin dan jadi anak yang baik."
Aurora tersenyum lebar menatap anak anak yang mengangguk tegas.
"Anak anak sangat menyukaimu, miss. Jika kau berkunjung ke kota ini, sempatkanlah mampir ke sini untuk bertemu dengan mereka. Sekolah ini selalu terbuka menerima kehadiranmu."
"I will." Aurora mengangguk, berjabat tangan dengan wanita paruh baya yang menjadi kepala sekolah tempat dirinya mengajar kelas seni. "Aku pamit dulu, bu. Aku harus mengejar bus sore. Terima kasih untuk semuanya."
"Hati hati ya."
Aurora mengangguk, sekali lagi melambaikan tangan sebelum akhirnya berbalik dan melangkah meninggalkan halaman sekolah.
********
Aurora menatap barang bawaannya, sebuah troly bag, tote bag kecil dan satu kardus berukuran sedang. Kardus itu berisi aneka oleh oleh dari warga yang sudah di bungkus rapi oleh Della.
Aurora melirik jam di layar ponselnya, masih tersisa dua jam lagi sebelum bus sore tiba dan ia memutuskan menunggu sambil menikmati segelas ice matcha latte di sudut ruangan cafe, tepat di sisi jendela besar.
"Ara...." Suara serak yang sangat ia kenali terdengar di telinganya.
Aurora memutar tubuhnya, jantungnya seolah berhenti berdetak saat melihat tubuh besar Dominic berdiri tepat di samping kursinya.
"D?" Suara Aurora terasa tercekat di kerongkongannya. Kerinduan membuncah memenuhi dadanya. Ia ingin berdiri dan memeluk pria besar itu, alpha brengsek dan mesumnya. Tapi seolah olah ada dinding kasat mata yang membatasi mereka, membuat Aurora hanya bisa terdiam menatap Dominic.
"Kuharap aku tidak menganggumu." Dominic memberi kode, menunjuk ke arah kursi kosong di hadapan Aurora. "Bolehkan aku duduk?"
"Duduklah." Aurora mengangguk pelan, "Masih ada dua jam sebelum bus tiba. Kau mau minum apa?"
"Aku..... Aku hanya ingin jujur padamu." Dominic bergumam pelan, menarik kursi di hadapan Aurora dan duduk di sana.
"Jujur tentang apa, D" Aurora menatap manik mata gelap milik Dominic yang terasa dalam tak berdasar, namun entah mengapa, Aurora menyukai mata Dominic, mata yang membuatnya terasa tenang dan terlindungi. Walaupun ada pancaran kesedihan dan beban di manik mata Dominic, tapi Aurora selalu berhasil menemukan kelembutan dan rasa nyaman di sorot mata Dominic.
"Masa laluku dan alasanku menghindari komitmen dengan siapapun."
"Apakah seburuk itu masa lalumu?"
"Sangat buruk." Dominic menghela nafas kasar, "Jika kau mau pergi setelah mendengar kisahku, aku tidak akan menahanmu. Tapi berjanjilah satu hal padaku, Ara."
"Apa?" Aurora menatap dominic, tampak penasaran.
"Berjanjilah padaku, apapun yang aku ceritakan hari ini, cukup sampai di sini. Aku tidak mau mom tau, apa yang sudah aku lakukan di masa lalu. Dia pasti akan sangat kecewa." Dominic menatap Aurora, penuh harap.
"Baiklah." Aurora mengangguk tegas. "Aku berjanji akan merahasiakannya."
"Sejak dulu, aku hanya hidup berdua dengan mom. Mom adalah cahaya hidupku dan satu satunya keluarga yang aku miliki setelah dad meninggal. Aku tidak punya keluarga lagi karena menurut mom, ia adalah anak tunggal sedangkan pernikahannya dengan daddy tidak pernah diakui oleh keluarga besar daddy. Sejak menikah, mom dan dad harus berjuang bersama tanpa bantuan keluarga." Dominic bergumam sendu.
![](https://img.wattpad.com/cover/342706631-288-k856610.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Behind You
RomanceMenjadi putri satu satunya dalam keluarga besar Ramiro tidak membuat Aurora tumbuh menjadi gadis manja. Aurora justru tumbuh menjadi gadis yang berjiwa bebas dan menyukai petualangan. Ia gemar mengunjungi berbagai kota dan daerah baru, sekedar menca...