Chapter 16

604 62 8
                                    

Dominic merobek kemasan kopi instan, menuangkan isinya ke dalam gelas, mematikan kompor yang diletakkan di meja kayu lipat di sudut ruangan.

Aroma semerbak kopi mengisi ruangan kecil itu saat Dominic menuangkan air mendidih dari panci ke dalam dua gelas berbahan stainless steel.

"Hanya ada kopi instan di sini. Tapi ini adalah minuman terbaik saat ini." Dominic mengaduk aduk isi gelas dengan sendok sebelum menyodorkan gelas pada Aurora.

"Thanks, D." Aurora tersenyum lebar, menerima gelas dari tangan Dominic. Jemarinya mengusap usap sisi gelas, "Hangat."

"Kau kedinginan?" Dominic bangkit, berjalan ke arah pintu, merapatkan pintu rumah, membuka lebar jendela yang mengarah ke teras.

"Sedikit." Aurora bergumam pelan, menyeruput perlaham kopi panas dari dalam gelas, tersenyum lebar, "Kau benar, D. Ini kopi terbaik yang pernah aku minum."

"Tentu saja. Saat kau kedinginan dan tidak punya pilihan, air panas pun akan terasa luar biasa." Dominic tertawa pelan, kembali duduk di lantai, meraih gelas kopinya, menyeruput perlahan isinya.

Aurora meletakkan gelas di lantai, mengusap wajah dan lehernya, memegang gelas kembali, mengusap wajahnya lagi.

"Kau benar benar kedinginan?" Dominic tertawa pelan melihat tingkah Aurora yang terasa menggelitik.

"Huum..." Aurora mengangguk, memegang erat kembali gelas kopinya, menyeruput pelan.

"Put it down." Dominic bergumam pelan, memberi kode agar Aurora meletakkan gelasnya di lantai.

"Apa?" Aurora menaikkan alisnya.

"Gelasmu." Dominic tertawa, memegang erat gelasnya dengan kedua tangannya.

"Oke, so what now?" Aurora meletakkan gelas kopinya di lantai, menatap Dominic.

Dominic meletakkan gelasnya di lantai. Kedua tangannya yang besar, menangkup pipi Aurora, mengusapnya dengan gerakan lambat.

"Hangat?" Dominic bergumam pelan, nyaris terdengar seperti bisikan.

Hening

Aurora terdiam, menatap Dominic, tidak menduga tindakan spontan dari Dominic akan membuat jantungnya berdebar sangat kencang. Rasa hangat dari telapak tangan Dominic bukan hanya menjalar ke wajahnya, tapi juga ke seluruh tubuhnya yang hanya berbalut handuk.

Cup

Bibir Dominic menyentuh sekilas bibir mungil Aurora. Dominic menarik bibirnya menjauh, menyentuhkan keningnya dengan kening Aurora. Hanya suara titik air yang mengenai kaca, deru angin, dan tarikan nafas keduanya yang terdengar di ruangan kecil tersebut.

Entah siapa yang memulai terlebih dahulu, ketika kedua bibir tersebut menempel kembali, namun kali ini bukan hanya sentuhan semata, namun ciuman lembut dan intim, hangat sekaligus panas.

Aurora mendesah pelan, memejamkan matanya, membuka mulutnya, memberi akses pada Dominic untuk memperdalam ciuman mereka berdua. Dominic tidak mengabaikan kesempatan dari Aurora, lidahnya menyusup masuk, bertautan dengan lidah Aurora, saling membelit, mengecap.

Dominic melepaskan salah satu tangannya di pipi Aurora, meraih tengkuk gadis mungil itu, menahannya dengan kuat, memperdalam ciuman intim dan panas mereka berdua.

Sejenak, waktu seolah olah terhenti bagi mereka berdua. Tidak ada lagi suara hujan, angin, maupun guntur yang masuk ke dalam indera pendengaran mereka. Bagi Aurora hanya terdengar suara kecapan bibir mereka berdua dan deru nafas memburu yang mengisi keheningan ruangan.

Dominic menarik diri, nafasnya terdengar memburu dan berat. Dominic menurunkan kepalanya, berhenti di ceruk leher Aurora, mencium lembut leher Aurora.

"Ara, ask me to stop now." Dominic berbisik serak.

"Why?" Aurora mendesah, memejamkan matanya, menikmati sentuhan lembut bibir Dominic di ceruk lehernya.

"Karena aku takut, jika aku tidak berhenti saat ini, aku rasa aku tidak akan bisa menahan diriku sama sekali. Bahkan saat kau memintaku untuk berhenti." Dominic bergumam serak, kembali mengecup ceruk leher Aurora.

"So don't stop." Aurora berbisik pelan, mengusap lembut rambut Dominic.

"Apa?" Dominic mengangkat wajahnya, menatap manik mata kecoklatan milik Aurora, mencari kepastian.

"So don't stop this, D." Aurora mengangguk pelan, tersenyum malu malu, menangkup pipi Dominic, mengecup sekilas bibir Dominic.

Oh gosh.

********

Oh shit

Dominic menegang melihat Aurora yang tampak pucat dengan bibir gemetar.

"Are you okay?"

Sial aku benar benar baru saja memperkosa anak gadis.

"Kurasa aku tidak bisa berjalan kembali ke pondok, D." Suara Aurora terdengar terputus putus.

"Aku akan menghubungi mom dan bilang kita akan menginap di sini, menunggu badai usai." Dominic mengusap lembut pipi Aurora yang terdapat jejak air mata yang sudah mengering.

"Istirahatlah dulu. Aku akan memasak air hangat untuk membersihkan tubuhmu." Dominic menyelimuti tubuh Aurora yang meringkuk lemah di atas lantai.

Terbersit rasa iba saat melihat kondisi tubuh Aurora. Ia tau persis jika tubuh Aurora pasti terasa remuk menghadapi tubuh besarnya. Namun terselip juga rasa bangga dan bahagia saat mengetahui jika dirinya adalah pria pertama Aurora.

Thanks, Ara.

Dominic meraih boxernya, mengenakannya dengan cepat dan meraih baskom kecil di rak, membawanya keluar untuk diisi dengan air dari bak penampungan di samping rumah kayu.

*********

Hola, ketemu lagi dengan Ara dan D
Chapter ini memang pendek dan ada beberapa bagian yang dihilangkan tapi tidak merubah alur cerita.

Buat teman teman yang ingin akses versi lengkap bisa otw ke karyakarsa. Chapter lengkapnya bisa ditebus dengan 30 kakoin atau setara 3K.
Buat teman teman yang terbiasa nebus 2 chapter dengan 50 kakoin atau 5K, kalian bisa beli paketan dua chapternya chapter 15-16 seharga 50 kakoin. Lebih irit dibanding beli satuan.
Chapter nya memang sengaja aku lepasin satu satu, karena biasanya ada yang hanya mau baca extended nya aja di karyakarsa

Anyway, thanks for reading, vote and comment
Thanks for supporting me at karyakarsa
Love you all

Makassar, 28 Oktober
Ig dan threads : agustini_tandean
Karyakarsa : agustinitandean

The Secret Behind YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang