We'll Be Fine

47 2 0
                                    


Leena menghela nafas, meletakkan benda kecil panjang di atas nakas. Kemudian ia merebahkan diri dengan selimut menutupi tubuhnya, dan perempuan itu menangis.

Kebodohannya kali ini berdampak sangat fatal untuk hidupnya.

Tapi ia tidak bisa memutar waktu, yang sudah terjadi memang mungkin seharusnya terjadi.

Menyesal, ia memang menyesal. Tapi sekali lagi pepatah mengatakan nasi sudah jadi bubur.

Leena hanya harus menerima semua yang digariskan untuknya.

.

"Pucet banget, lo sakit?" Blaise berseru memandang wajah adiknya.

"Cuma demam." jawab Leena, kembali menyantap sarapannya yang entah kenapa terasa hambar.

"Jangan kemana-mana, istirahat. Ntar pulang abang bawain obat." titah Blaise dan Leena mengangguk mengiyakan.

Leena memang tidak ingin kemana-mana hari ini, ia hanya ingin tidur seharian meratapi penyesalannya.

"Habiskan makanannya kalo gitu." Blaise beranjak, membereskan piring yang sudah kosong.

Sebagai seorang abang Blaise tahu terjadi sesuatu dengan adiknya. Feelingnya tidak pernah salah, tapi mungkin kali ini Blaise ga harus ikut campur.

Leena sudah dewasa dan Blaise yakin adiknya bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.

.

Setelah tiga jam ia menangis tanpa henti, akhirnya Leena beranjak menuju kamar mandi. Ia harus mencoba sesuatu untuk kelangsungan masa depannya.

Perempuan itu melihat siluet dirinya di cermin, matanya memerah dan sedikit bengkak. Ia segera memoles diri agar wajahnya tidak terlalu kelihatan berantakan.

Leena harus tegar, bukan untuk dirinya tapi untuk makhluk lain yang ada di perutnya.

Leena menghembuskan nafas untuk kesekian kali, kemudian ia mengambil totebag dan kunci motor. Ia harus menemui seseorang.

Kali ini ia berbohong pada abangnya untuk tidak kemana-mana.

.

Butuh waktu 20 menit untuknya sampai di sebuah apartemen mewah. Leena memarkiran motor di basement, ia berjalan ke lantai atas.

Dengan keberanian yang ia sendiri tidak tahu kadarnya, ia mendatangi seseorang.

Seorang pria yang sudah tidak lagi menjadi bagian dari hidupnya, terhitung sudah dua bulan berlalu.

Perempuan itu terdiam didepan pintu apartemen, harusnya Leena menekan tombol dan memasukkan password apartemen karna ia sering datang.

Tapi yang dilakukannya hanya terdiam, tidak bergerak sama sekali.

Ceklekk!!!

Tanpa diduga pintu apartemen terbuka, Leena terkesiap kaget dan mundur beberapa langkah.

"Lee, sedang apa kamu disini?" dan pria berambut pirang itu sama terkejutnya.

"Ehmm.. Itu aku..." Leena gelagapan, ia memalingkan wajah berusaha agar tidak berkontak mata dengan pria yang sudah jarang ia temui.

"Sepertinya ada sesuatu yang mau kamu bicarakan."

Leena tidak harus menjelaskan apa tujuannya datang, karna pria itu sudah hafal diluar kepala melihat gerak tubuhnya.

"Iya." jawab Leena masih enggan menatap lawan bicaranya.

"Apa itu sesuatu yang penting?"

Leena mengangguk pelan.

Draco & LeenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang