09. Rafa went to Singapore

161 47 2
                                    

Waktu berlalu. Kini Shella sudah berada di rumah omah kembali bersama dengan chio.

"Shell." Panggil omah.

"Iya omah?."

"Rafa ke Singapore?."

"Iya."

"Kapan?."

"Tadi pagi."

"Sama papahnya aja?."

"Iyaa."

"Acara apa Shell?."

"Kurang tahu pasti si omah, cuma kak Rafa bilang bisnis papahnya."

"Oh iya, mamah nya tadi bilang ke omah lewat telpon."

"Iya."

"Kamu dong yang temani Kirana?."

"Hehehe iya."

"Bagus itu, pendekatan sama calon mertua." Celetuk omah dengan tertawa.

"Yeeee omah."

"Gausah malu-malu ah."

"Omahhh!." Teriak chio.

"Iya sayang?."

"Omah sama ncus ngoblol apa si?."

"Itu om Rafa."

"Kenapa?."

"Om Rafa pergi naik pesawat."

"Oh gitu yaa."

"He'em."

Omah yang gemas dengan cucu gembul nya itupun mengunyel-nguyel pipi chio. Shella yang melihat hanya tertawa kecil.

"Chio bobo siang ayo."

"Ndak."

"Hei nanti kamu krengki yang ada malam."

"Nah bener kata ncus." Bela omah.

"Tapi chio nda mau bobo omah."

"Bobo lah nak. Ayo sama omah." Bujuk omah.

"Ayo chio, nanti pas chio bangun kan udah sore. Nah nanti bisa main deh di taman."

"Bener tuh ncus." Kata omah.

"Iya ayo sayang."

Chio menurut dan memeluk leher Shella sembari berbisik.

"Ndendong."

"Jalan lah kan chio sudah besar."

"Naik tangga itu capek ncuss."

"Hmm dasar." Shella berdiri.

"Omah di ajak gak?." Tanya omah.

"Ayo chio mau bobo di kamal omah."

"Ya ayo."

Mereka berjalan menaikinya tangga dan menuju kamar omah.

"Dah sampai." Ucap Shella.

Shella menurunkan chio di kasur, di sana ada opah nya chio yang sedang tidur juga.

"Opah gesel chio mau bobo juga."

"Geser opah." Bela omah.

"Oh chio mau bobo juga, sini sama opah." Ucap opah.

"Udah tinggal aja Shell, kamu makan dulu sana sudah jam 1 ini." Kata omah.

"Iya omah, aku keluar. Chio bobo yaa."

"Siap ncuss."

"Pinter."

Shella keluar kamar omah menuruni tangga menuju lantai bawah, dimana di sana masih ada art rumah itu.

"Mba ayu." Panggil Shella kepada art itu yang bernama ayu.

"Apa Shell?." Jawabnya.

"Lagi ngapain?."

"Lagi main air Shell." Jawab mba ayu yang sedang menyetrika.

Sebenarnya Shella melihat apa yang sedang mba ayu lakukan namun ia senang sekali menggoda. Mereka juga sering bertukar cerita bersama, dan bahkan sering bercanda.

Shella terbilang anak yang pandai bersosialisasi dan menempatkan diri sehingga siapapun yang mengenalnya akan sangat nyaman dan senang. Karena itu lah Shella sudah di anggap keluarga di rumah ini. Walaupun begitu Shella tetap menjaga batasan, karena pada dasarnya ia hanya berkerja disini.

"Aku lapar ih." Ucap Shella.

"Kamu belum makan?."

"Belum."

"Makanlah dulu sana, selagi chio sama ibu." Ibu adalah panggilan mba ayu ke omah.

"Iya ini mau makan. Mba ayu udah makan?."

"Udah tadi aku, sebelum menyetrika."

"Oalah."

Shella berjalan kearah meja makan dan mengambil beberapa lauk di sana lalu kembali ke tempat mba ayu, dan duduk disana.

"Rafa ngapain ke Singapore Shell." Tanya mba ayu.

"Bisnis papahnya."

"Ohh, terus mamahnya?."

"Dirumah."

"Sendiri."

"He'em."

"Berani."

"Kan aku malam ini gak tidur disini."

"Terus dimana?."

"Dirumahnya Rafa."

"Kamu temani mamahnya?."

"Iya."

"Wihh calon menantu."

"Apa sih mba."

"Gapapa Shell, kamu juga kalau mau nikah udah cukup umur."

"Eemm aku masih mau menikmati masa muda ku."

"Benar sih."

"Kan."

Jujur sebenarnya Shella agak janggal dengan ucapan akan menikah dengan Rafa, apalagi hingga mereka memiliki anak. Mungkinkah?

Memang Rafa benar-benar yakin dengan Shella?
Apakah Rafa benar-benar mencintai Shella?
Dan apakah sikap mamahnya Rafa benar-benar tulus?

Shella tak bisa berfikir jernih dan ia tidak bisa dengan mudah mempercayai orang bahkan bisa di katakan ia tidak bisa mempercayai orang-orang yang terlihat menyayanginya dengan tulus, terkecuali keluarganya di rumah.

Rafa dan mamahnya begitu asing bagi Shella, walaupun sudah terbilang dekat, namun hati Shella tidak bisa langsung menerimanya. Bahkan ketika Rafa menyatakan cintanya, Shella tidak mempercayai apa yang Rafa katakan.

Ia menerima Rafa karena ia memang merasakan cinta di hatinya untuk Rafa. Namun ia tidak sepenuhnya mempercayai perasaan Rafa kepadanya.

"Heh kamu kok malah bengong."

"Hah?."

"Kenapa?."

"Gapapa, cuma lagi mikir aja."

"Mikirin apa sih kamu?."

"Sesuatu yang seharusnya tidak di pikirkan."

"Ya terus kenapa kamu pikirin."

"Ya gatau."

Trust Issue  [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang