Malam tiba tidak terasa memang dan kini semuanya sudah pulang dari rumah Shella, rasanya sepi yang tadinya ramai kini hanya terdengar suara obrolan dari keluarganya di depan rumah.
Shella kini berada di kamarnya ia merapihkan pakaian kedalam lemari dan menyimpan semua dengan tertata. Ia melihat barang yang tadi ia beli. Menatap barang tersebut dengan perasaan sangat senang namun juga sangat ragu.
Lama ia mengamati tas dan juga sepatu, dering telepon Shella membuyarkan semuanya. Di lihat si penelpon dan itu adalah Rafa.
Shella tidak ada hasrat untuk mengangkat telpon itu, hingga ia biarkan telpon itu mati sendiri dan berdering berulang. Tak kunjung ada jawaban handphone itu akhirnya berdenting menandakan ada sebuah pesan baru.
Masih tetap tidak perduli Shella terus menyibukkan dirinya dengan pakaian. Rasanya tidak karuan, hati Shella bimbang. Rafa, dia mulai masuk lagi kedalam hidup nya. Secepat itukah?
________________
Malam benar-benar berlalu dan ini sudah seminggu sejak kehadiran mereka di rumah Shella. Ia sudah kembali menjadi Shella si gadis desa. Shella sering membantu ibunya di rumah makan hingga Shella juga terkadang membantu ayahnya di sawah.
Shella masih belum menjawab pesan dari Rafa, tidak. Tidak hanya Rafa, semua pesan masuk belum ada yang ia respon. Seolah dirinya menghilang Shella membiarkan itu begitu saja. Ia menyibukkan diri dengan hal baru.
"Kak." Panggil El
Shella yang sibuk membantu ibunya itu menoleh kearah El.
"Apa?."
"Kak-"
"El mending kamu bantuin kakak. Ini kasih di meja depan sana." Shella memotong ucapan El dan menunjuk meja yang ia maksud.
"Kak aku kesini mau bicara sama kakak."
"Yasudah nanti bicaranya sekarang bantu kakak dulu."
"Kak-"
"Sudah sana cepat."
Dengan perasaan kesal El membantu Shella untuk membawakan makan ke meja yang tadi Shella beritahu. Terus hingga selesai. Setelah itu El dengan wajah kesalnya menghampiri Shella.
"Nah sekarang kamu mau bicara apa?." Tanya Shella.
"Malas."
El pergi keluar dari rumah makan itu, menaiki motor menuju rumah.
"Dih dia kenapa sih?." Gumam Shella.
"El kenapa?." Tanya Sindi.
"Gatau Bu, tiba-tiba."
"Yaudah sana kamu tanya dulu, disini biar ibu sama bibi kamu yang nanganin."
"Yaudah deh."
Shella berjalan kaki kerumahnya dan kurang dari 5 menit ia sudah sampai. Shella masuk dan mencari keberadaan El. Tidak ada. Lalu ia masuk kedalam kamar anak itu.
Disana ada El yang tengah duduk di kursi gaming nya. Shella menghampiri El dan mulai bertanya.
"El ada apa?."
"Gak."
"Dih ngambek."
El tidak menjawab ia terus sibuk dengan handphonenya. Shella memutar kursi tersebut hingga berhadapan dengannya. El hendak memutarkan balik namun Shella menahannya dengan kaki.
"Kamu mau bicara apa?." El tidak menjawab.
"Hei Stevan El Shaarawy kamu tidak punya telinga?."
"Kak El mau nonton ini!." El menunjukkan sebuah poster untuk film di handphonenya.
"Yaampun El El ya kamu tinggal nonton aja sih sana, biasanya juga kamu sama temanmu."
"El gaada uang kak. Dan teman El sudah nonton semua."
"Terus?." Shella menyilangkan tangannya di dada.
"Lupakan." El membuang muka.
Sedewasa apapun El ia akan menunjukkan sifat anak-anaknya di depan Shella. Sangat menggemaskan.
"Yasudah siap-siap."
El menatap Shella sambil menaikkan satu alisnya. Seolah bertanya.
"Katanya mau nonton."
"Terus?."
"Yasudah ayo."
"Benar kak?."
"Iya, udah cepat."
"Yes, makasih kak."
Shella keluar dari kamar El dan masuk kedalam kamarnya. Ia akan menemani El nonton kebetulan ia juga merasa jenuh.
20 menit berlalu Shella belum siap dan El yang sudah tidak sabaran itu terus mengetuk pintu kamar Shella.
"Apa sih El, sabar sedikit."
"Cepet kak."
"Iya sebentar!." Teriak Shella dari dalam kamar.
El sudah siap dengan celana jeans hitam dan kaos putih polos di lapisi oleh jaket jeans. Sangat tampan.
Shella keluar dengan celana panjang hitam dan kaos dalam hitam di padukan dengan kemeja putih yang menjadi outer. Sangat cantik dan kasual.
"Ayo." El sangat antusias.
"Ya ayo."
Mereka keluar rumah dan El menyiapkan motornya, Shella memakai helm begitupun dengan El.
"Sudah siap kak?."
"Hmm."
"Let's go."
Keduanya pergi meninggalkan rumah dan menuju sebuah mall yang lumayan jauh dari rumah. Shella memberi tahu Sindi bahwa ia dan El pergi untuk menonton sebentar.
"Kak?." Panggil El.
"Kenapa?."
"Kenapa gak mau angkat telpon kak Rafa, bahkan tidak menjawab pesannya."
"Kakak lagi gak mau di ganggu El."
"Tapi kasian kak, bang Rafa."
"Kenapa?."
"Kakak gak akan tahu, hanya laki-laki yang paham."
"Dih." Shella memukul helm El cukup kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trust Issue [Lengkap]
Teen FictionShella gadis cantik dengan paras yang menawan. Terlahir dari keluarga sederhana, yang berkerja menjadi seorang baby sitter. Ia membuat orang-orang yang bertemu dengannya langsung terpikat karena paras cantiknya, bahkan ia sering di puji baik hati da...