39. Difficult times pass

90 18 0
                                    

"Sangat menyakitkan yaa?." -Meiysa

"Banget, bahkan waktu itu aku sampai tidak ingin bertemu dengan orang-orang dan hanya mengurung diri di kamar. Kewarasan ku benar-benar di uji saat itu, karena beberapa kali aku hampir mengakhiri hidup."

"WHAT!." Pekik Tasya Bilqis dan Meisya bersamaan.

"Serius?." -Bilqis

"Yaa, sempat di bawa ke psikiater dan bahkan pernah di bawa ke orang pintar."

"Hei, pasti sangat berat bukan?." -Tasya

Shella hanya menarik nafas dan mengangguk.

"Kamu hebat, benar-benar hebat." Meisya menangis dengan memeluk Shella.

"Maaf membuatmu membuka luka lama." Ucap Vano.

"Tidak apa-apa kak."

"Bagaimana dengan si pengirim pesan?." Tanya Gibran tiba-tiba.

"Dia Vira mantan kak Kevin sebelumnya."

"Benarkah?." -Reyhan

Shella mengangguk. Ia tersenyum melihat Meisya yang masih memeluknya dengan terus menyeka air mata.

"Bagaimana kelanjutan bajingan itu?." Tanya Rafa.

"Kak Kevin?."

"Tidak usah memakai embel-embel kak dia bukan orang yang perlu di perlakukan sopan. Seperti kata Rania." -Bilqis

"Tapi kan dia lebih tua dari ku."

"Ah ayo lah Shella. Yasudah bagaimana kelanjutan si Kevin itu?." -Meiysa

"Kabar dari Vira Kevin batal bertunangan karena orang tuanya bangkrut, dan dia juga terpaksa berhenti kuliah lalu merintis kerjaan papah nya dari nol."

"Mampus!." -Tasya

"Bagaimana kamu bisa melewati semuanya?." -Bilqis

"Keluarga ku sangat berperan penting dan juga sahabat di sekitarku serta ke-tiga orang yang sangat membantu ku."

"Butuh berapa lama?." -Reyhan

"Untuk apa?."

"Untuk kamu mampu terbiasa dengan sekitar." -Reyhan

"1 tahun, dengan malam-malam panjang yang di temani airmata dan 2 tahun mulai mencoba berdamai dengan diriku dan memulai kembali hidup."

"Bagaimana bisa?." -Vano

"Bisa kak, buktinya aku masih ada."

Mereka diam dan mencerna perkataan Shella.

"Gadis kecilku yang malang." -Meiysa

"Dan saat ini bagaimana?." -Gibran

Shella diam beberapa saat untuk menelaah perkataan Gibran.

"Sulit sangat sulit, membayangkan hari-hari itu akan kembali. Dan berpikir apakah aku akan bisa melaluinya seperti dulu. Dan mungkinkah aku akan benar-benar menyerah?. Tapi nyatanya tidak, ini lebih baik dari sebelumnya dan lebih cepat, karena ada kalian disini." Jelas Shella.

Pecah sudah pertahanan Tasya dan Bilqis, mereka berpelukan dengan airmata yang mengalir di pipi masing-masing.

Rafa benar-benar merasa sangat bodoh, bagaimana bisa ia menyakiti wanita yang baik seperti ini. Bahkan disaat ia tau di sakiti, ia hanya bisa menangis. Wanita yang mati-matian mempertahankan kewarasannya agar tidak mengakhiri hidup. Wanita yang hampir di kira gila, ternyata dia hanya sedang menyembuhkan dirinya sendiri.

Ia melihat senyum Shella yang sangat manis dan benar-benar terlihat tulus, membayangkan bagaimana hari-hari yang sangat menyakitkan itu mampu ia lalui seorang diri. Membayangkan betapa menyakitkannya bagi Shella. Dan dengan bodohnya ia hampir membuat Shella kembali ke hari-hari yang mengerikan tersebut.

_____________

Kini sudah tengah malam dan yang lain sudah pergi meninggalkan apartemen Rafa, hanya menyisakan Shella juga Rafa.

Rafa sudah bersih dengan pakaian sudah berganti, begitupun Shella yang juga sudah selesai mandi dan rapih dengan piyamanya.

Shella duduk di kasur dan sedang bermain handphone hingga tak sadar kehadiran Rafa. Rafa langsung naik ke kasur dan memeluk pinggang ramping Shella.

"Eh, kenapa kak?."

Rafa tidak menjawab melain semakin menenggelamkan kepalanya di bahu Shella. Shella memposisikan tubuhnya miring kearah Rafa, yang membuatnya balik memeluk Rafa.

"Maafkan saya." Ucap Rafa yang terdengar tidak jelas.

"Apa? Kakak bicara apa?."

"Maafkan saya." Rafa menatap Shella dengan mata yang sudah merah akibat menangis.

"Loh kakak nangis?."

Tidak menjawab Rafa justru terisak di pelukan Shella. Ia semakin menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Shella. Shella yang kebingungan itu sempat tak berkutik, lalu setelah di rasa lehernya basah karena sesuatu barulah ia sadar kalau Rafa benar-benar menangis.

"Kak ada apa?."

"Maafkan saya maafkan saya."

"Bagian yang harus aku maafkan? Bicara yang jelas kak."

Rafa sedikit mengendurkan pelukannya lalu beralih menatap Shella dan berkata.

"Untuk semua bagian, maafkan saya yang hampir membuatmu kembali ke masa-masa sulit, maafkan saya yang telah menyakitimu begitu hebatnya. Dan terimakasih telah bertahan hidup selama ini, itu pasti sangat berat untukmu. Namun, saya dengan mudahnya hampir mengembalikan kamu ke hari yang sangat menyakitkan."

"Mulai saat ini saya yang akan menjaga mu, ntah kapan kau akan sembuh saya akan selalu ada di sisi mu, menemani hari-harimu. Bahkan jika itu hari-hari berat dan panjang untukmu, saya akan tetap berada di samping mu meskipun kamu tidak menginginkan keberadaan saya. Tapi sampai kapanpun saya tidak akan pernah melepaskanmu. Untuk alasan apapun itu, saya akan selalu bersama denganmu."

Oh tuhan, apa ini? Kenapa Rafa bisa berbicara seperti itu? Dan kenapa Shella merasa sangat terharu?

Runtuh sudah pertahanannya, ia ikut menangis dan melebihi tangis Rafa. Membuat keadaan menjadi terbalik, dimana yang tadinya Rafa yang ia tenangkan kini menjadi dirinya sendiri yang harus di tenangkan Rafa.

Trust Issue  [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang