21. Because that's his right

132 23 2
                                    

Rafa benar-benar di usir dari rumah itu. Kini Rafa berjalan keluar dari pekarangan rumah itu. Ia membawa motor matic yang ia pinjam dari apartemen ia tempati semalam. Rafa melajukan motor itu ke kantor tempat Revan bekerja.

Hati Rafa benar-benar hancur, ia tidak menyangka akan terjadi seperti ini. Rafa sadar sangat sadar jika semua adalah kesalahannya. Ia hendak menjelaskan semua dan meluruskan yang selama ini terjadi.

Namun sebelum itu semua sudah hancur dan ia kehilangan orang yang selama ini ia sayang. Memang benar Rafa tidak benar-benar mencintai Shella. Rafa hanya ingin menjadikan Shella sebagai pelampiasan, namun nyatanya ia jatuh cinta sesungguhnya kepada Shella.

Gadis itu sangat baik dan sangat berbeda dengan gadis yang selama ini ia temui. Shella tidak menuntut apa-apa dari nya, yang seharusnya perempuan lain akan melakukan itu kepada Rafa namun Shella tidak.

Di sepanjang jalan Rafa menangis tidak ada yang tahu ia menangis karena ia memakai helm full face. Tak terasa ia sudah sampai di gedung kantor milik kakaknya. Ia langsung masuk dan menuju ke ruangan sang kakak.

"Bang." Panggilnya setelah Rafa sampai di ruangan itu.

"Raf, ada apa? Kenapa Lo nangis?." Revan yang terkejut melihat adiknya menangis itu langsung berdiri dan menghampirinya.

"Bang, gue harus gimana?."

"Ada apa?."

"Semuanya hancur bang, bahkan mamah udah gak mau Nerima gue di rumah dan kini Shella juga ninggalin gue." Ucap Rafa dengan berderai air mata.

Rafa adalah pria yang sangat jarang di temukan menangis, bahkan bisa di bilang Rafa tidak mudah menangis apalagi sampai begini.

"Hei-hei jelaskan perlahan." Revan membawa Rafa duduk di sofa ruangan itu.

"Shella tau ke bangsatan gue selama ini, tapi dia hanya diam dan menunggu gue yang menjelaskan semuanya."

"Maksud Lo Shella sudah tau apa yang Lo lakuin di belakangnya selama ini."

"Iya, gue harus gimana bang? Gue gak mau dia pergi. Gue gak bisa kalau dia jauh dari gue, bahkan membayangkannya saja gue gak sanggup bang. Sekarang di depan mata gue dia nangis karena gue, gue sudah buka trauma yang selama ini dia kubur dalam-dalam seorang diri."

Astaga Revan saat ini sangat ingin memukul pria di depannya, namun bersamaan dengan itu dirinya juga tidak tega melihat Rafa yang menangis seperti ini. Seperti bukan Rafa yang ia kenal.

"Gue gak bisa berpihak pada lo saat ini, jika gue menjadi mereka gue akan melakukan hal yang sama."

"Gue harus gimana bang?."

"Semua sudah terlambat tidak ada kata maaf untuk hal itu, ingatlah trauma tidak bisa di remehkan, bahkan orang di luaran sana bisa dengan nekat mengakhiri hidupnya hanya karena tidak ingin trauma itu kembali."

"Sekarang lo pulang kerumah, lo tidak bisa kemanapun. Gue akan bicara sama mamah." Sambung Revan.

"Bang gue gak mau Shella pergi." Ucap Rafa sambil melihat kearah Revan.

"Ingat kata-kata gue. Untuk saat ini biarkan Shella sendiri, beri dia waktu untuk menyembuhkan dirinya dari luka yang lo torehkan. Itu tidak mudah dan tidak sebentar, dan selama itu juga adalah waktu lo untuk memperbaiki diri lo dan selesaikan masalah yang selama ini menjadi malapetaka buat diri lo. Saat itu juga lo berdoa agar Shella dapat sembuh dan mampu melewatinya. Setelah lo selesai dengan diri dan membenahi hidup lo dan Shella yang sudah sembuh dengan lukanya. Maka lo bisa datang kembali ke kehidupannya dengan versi terbaik diri lo dan versi terbaik bagi dirinya."

"Mungkinkah?."

"Di dunia ini jika tuhan sudah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin, masalah hati itu bukan apa-apa bagi tuhan. Tuhan maha membolak-balikkan hati manusia, maka saat ini perbaiki diri lo."

"Ini bulan terakhir Shella kerja di sana."

"Lo tau rumahnya, lo tau jalan menuju rumahnya, ko kenal keluarganya."

"Tapi dia udah gak mau bertemu gue lagi bang."

"Raf ingat perempuan butuh waktu."

"Gue takut ada orang lain yang mengisi posisi gue, dan orang yang menemani dia hingga ia sembuh dari lukanya."

Revan hanya terdiam dan mencerna perkataan Rafa. Benar yang di katakan Rafa, ia sendiri tidak bisa menyangkal hal itu.

"Bahkan lo gak bisa jawab gue bang."

Revan menarik nafas dalam lalu menghembuskannya dengan berat.

"Maka jika hal itu terjadi, lo harus bersiap untuk kehilangan Shella dan melepasnya untuk bahagia dengan seseorang yang membuatnya bahagia dan tentunya bukan lo. Dan ingat mencintai tidak harus memiliki. Biarkan Shella bahagia karena itu haknya."

Trust Issue  [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang