08. A novel

160 47 3
                                    

Setelah pulang dari membeli makanan, Rafa tak lama juga berhenti di rumah Shella. Sekita 30 menit, karena waktu juga yang semakin malam dan ia yang harus segera pulang, untuk mempersiapkan barang-barang karena Senin pagi ia akan flight ke Singapore.

Rafa pergi sekitar 3 hari 3 malam di sana dan ia meminta Shella untuk menemani mamahnya di rumah yang sendirian. Juga sebenarnya itu adalah keinginan Kirana.

"Mamah yang minta kamu untuk menemaninya." Ucap Rafa.

"Ya kalau aku si gapapa."

"Saya sudah bilang kak Nindita. Dia bilang gapapa, selagi kamu merasa gak terbebani."

"Aku gak akan merasa terbebani."

"Kamu yakin?."

"Lagian juga aku senang kalau cuma temani mamah."

"Syukurlah kalau kamu senang. Nanti akan ada yang antar jemput kamu buat kerumah atau kerumah bunda."

"Iya kak."

Rafa melempar senyum manis kearah Shella dan begitupun sebaliknya. Rafa melihat kearah jam tangannya. Ini menunjukkan pukul 10 malam.

"Yasudah saya pamit pulang dulu."

"Sudah malam ya?." Shella menoleh kearah jam dinding di rumahnya.
"Oh iya sudah malam." Sambungnya.

"Kamu masih mau saya disini." Shella mengangguk.

Rafa memeluk Shella dengan erat dan mencium pucuk kepalanya.

"Tapi gak deh kak, sudah malam nanti kakak pulang kemalaman. Belum lagi kalau macet."

"Nanti setelah saya pulang dari Singapore, saya akan jadikan kamu milik saya seutuhnya."

"Ngomong apa sih kak."

"Serius lah."

"Iya deh iya."

"Kamu gak percaya."

"Enggak."

"Dasar kamu."

"Hehehehe." Rafa mengusak kepala Shella gemas.

"Yasudah saya mau pamit."

Rafa dan juga Shella berdiri lalu berjalan keluar, dan berpamitan kepada semua orang yang ada di rumah Shella.

"Udah mau pulang?." Tanya Sindi.

"Iya Bu sudah malam."

"Iya benar, lagipula jauh rumah kamu kan?." Irwansyah bertanya.

"Ya hampir 1 setengah jam lah pak dari sini. Itupun belum termasuk macet."

"Malem masih suka macet ya?."

"Masih sih kadang."

"Hm begitu."

"Iya, yaudah pak Bu semua Rafa pamit."

"Iya hati-hati nak."

"Iya, baik semuanya mari."

Shella mengantar Rafa hingga Rafa ke tempat mobilnya di parkir tak jauh dari rumah Shella.

"Saya pulang dulu."

"Iya kak hati-hati."

Rafa lalu masuk kedalam mobil, dan mobil itu meninggalkan tempat tersebut. Shella kembali kerumahnya dan masuk lagi ke kamar.

"Kak." Panggil El sambil berdiri di pintu shella.

"Hm?."

"Kak bagi uang dong, El mau main."

"Mau main kemana?."

"Jalan atuh kak, kan malam Minggu."

"Kamu gak lihat jam? Ini sudah jam berapa?."

"Baru jam 10 kak."

"Ya udah malam El."

"Belum kak ini mah masih sore."

"Dih."

"Kak."

"Apa sih?."

"Minta uang."

"Berapa?."

"100 ribu aja."

"Yaudah ambilkan dompet kakaknya."

"Dimana?."

"Itu disana."

Shella menunjuk meja yang berada di dalam kamarnya. El menghampiri meja tersebut dan mengambil dompet Shella. Shella mengeluarkan satu lembar uang bernilai 100 ribu dan di berikan kepada El.

"Hehehe terimakasih kakak ku yang paling cantik satu keluarga."

"Dih."

______________

Keesokan paginya Shella bangun agak siang, sekitar jam 9 pagi Shella baru bangun. Lantaran semalam ia bergadang membaca novel hingga tamat satu buku. Dan baru tidur sekitaran jam 3 dini hari.

Sebenarnya Shella masih sangat mengantuk, namun ia terus di bangunkan oleh dering telepon sejak tadi. Ia meraba nakas di sebelah tempat tidurnya dan meraih benda pipih tersebut.

____________
Kak Rafa is calling....

Baru bangun?

He'em

Cuci muka dulu sana

Nanti

Masih ngantuk

Iya

Kamu bergadang?

He'em

Baca novel?

He'em

Sampai jam berapa?

3 an mungkin

Kenapa?

Hah?

Kenapa sampai jam 3?

Gatau

Yaudah kamu bangun dulu, nanti saya telpon lagi

_______________

Rafa mematikan telpon sepihak. Shella tak menggubris ia kembali bergelung dengan selimut serta bantalnya lagi.

Shella tak benar-benar tidur ia hanya memikirkan bacaan novelnya semalam, dimana di novel tersebut menceritakan perjuangan seorang pria untuk mendapatkan wanita yang ia inginkan, namun nyatanya setelah si wanita di dapatkan hingga membuat wanita itu jatuh di pelukan si pria. Nyatanya wanita itu hanya di jadikan pelarian dan tempat untuk menyembuhkan hatinya, dengan enteng si pria membuang wanita itu bagaikan barang yang sudah tak terpakai.

Oh ayolah itu hanya sebuah novel karangan tak perlu sampai sebegitu kau memikirkannya. Shella membayangkan bagaimana jika ia di posisi seperti wanita di novel tersebut. Bisakah ia melaluinya. Itu pasti sangat menyakitkan.

Trust Issue  [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang