38.|PAMIT

102 4 1
                                    

بسم الله الر حمن الر حيم

Aku mohon kalau semisal cerita aku cuma buat kalian lalai sama ibadah mending jangan dibaca ya. Utamakan pencipta dulu. Utamakan ibadah dulu.

Oh iya buat kalian yang udah baca ceritaku aku mohon vote dan komen nya ya. Itu berpengaruh banget buat naikin mood aku. Tolong ya kalian bisa hargai aku yang nulis mikirin alurnya disini.

Dan kalo semisal menurut kalian cerita ini bagus kalian bisa rekomendasikan ke temen kalian ya biar mereka bisa baca kisah Alfi-Difa juga ya.

.

.


.

.

.

.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh rul, " Difa sedang berteleponan dengan Arul, saat ini dirinya harus berpamitan dengan Arul. Toh dengan pergi atau tidaknya Difa, mereka tetap tidak bisa bertemu karena Arul kuliah diluar negeri juga.

"Wa'alaikumussalam fa, tumben lo nefon gue. Ada apa nih? Kangen yaaa? Wajar sih secara wajah Arul ini kan memang merindukan setiap yang melihat nya. " Ujar Arul dibalik telepon dengan ke narsis nya.

"Dih, narsis banget kamu ya rul. " Setelah itu keduanya sama-sama tertawa.

"Oke, jadi apa alasan lo nelfon gue? "

"Aku mau kuliah rul. " Difa berkata tanpa gugup sedikit pun.

"Kuliah? Wah bagus dong. Lo kuliah dimana ui? Ugm? Ub? " Arul mengira bahwa Difa akan berkuliah di Indonesia saja. Ia juga mengira Difa akan masuk ke dalam universitas yang cukup terkenal karena Difa ini terbilang cukup pintar.

"Kemarin kepala sekolah dan wali kelasku dateng kerumah. Mereka bilang bahwa ternyata peringkat pertama umum pas waktu itu salah. Bukan Cia yang peringkat 1 tapi aku, jadi kedatangan mereka buat minta maaf sekaligus bilang kalau aku dapet beasiswa da-"

Difa belum menyelesaikan kalimatnya tapi ucapan nya sudah dipotong oleh Arul, "nah kan, udah gue duga kalo lo itu pasti dapet peringkat pertama. Makanya gue agak syok pas denger pengumuman ternyata bukan lo yang peringkat 1."

"Ih kamu ini rul, aku belum selesai cerita. Dah lah malas aku cerita. "

Arul yang menyadari bahwa Difa sedang menunjukkan tanda-tanda ia akan marah pun langsung panik dan langsung berkata, "eh eh engga gitu, iya iya gue dengerin dan enggak gue potong lagi. Sekarang ayo cerita lagi hehe. "

Difa sebenarnya hanya bercanda tidak mungkin juga dirinya akan marah dalam situasi seperti ini. "Jadi aku dapet beasiswa dan aku diperbolehkan kuliah dimana aja, baik di dalam maupun diluar negeri. " Difa menjeda kalimatnya. Dan Arul langsung berkata. "Jangan bilang lo mau kuliah di luar negeri?. "

Difa tak kuasa berkata hal itu kepada Arul tapi mau tak mau dia harus berkata Arul harus mengetahui bahwa dirinya akan berkuliah diluar negeri. "Iya, aku pilih kuliah diluar negeri dan itu di Al-Azhar, Mesir. "

"Fa? Lo kenapa enggak pilih di dalam aja? "

"Ini pilihan aku rul. Kuliah di Al-Azhar itu impian aku dari dulu, enggak salah kan kalau aku gunain kesempatan yang ada? "

"Tapi gue gabakal bisa ketemu lo lagi fa." Arul sangat terpukul dengan ucapan Difa. Dirinya tidak rela untuk melepaskan Difa pergi, Difa sudah ia anggap seperti Adiknya sendiri. Apakah disana Difa bisa menjaga dirinya sendiri? Apakah ia bisa mengurus dirinya sendiri? Arul khawatir akan semua itu ia benar-benar tidak rela jika harus melepaskan Difa.

"Kita  masih bisa ketemu, aku cuma kuliah, dan aku pasti lulus walaupun aku gatau itu kapan. Tapi pas libur semester aku bisa pulang ke Indonesia kan, bareng sama kamu. "

"T-tapi f-fa" Terdengar suara Arul seperti serak. "Rul, kamu nangis? " Difa menduga hal itu, dirinya pun sangat menahan air matanya agar tidak jatuh sedari tadi. "Ya lo coba pikir FA, gapernah dapet telepon sekalinya dapet ehh malah pamit mau kuliah. Lo udah gue anggep adik sendiri. "

"Iya aku paham, pasti kamu khawatir kalo aku disana gimana kan? Kamu tenang aja aku bakalan jaga diri selama aku disana aku janji bakalan sering ngabarin orang tua dan juga aku bakalan sering ngabarin kamu. Kamu ga perlu khawatir tentang aku, kamu harus percaya kalau aku bisa jaga diri aku sendiri. " Difa menjelaskan kepada Arul bahwa dirinya akan baik-baik saja selama berkuliah di Mesir. Difa sudah tahu menahu tentang sikap Arul yang selalu posesif dengannya, bahkan terkadang Difa lelah dengan tingkah Arul. Namun dibalik itu semua diri nya juga sangat bersyukur karena memiliki saudara sepersusuan seperti Arul. Ia bisa dibilang kategori beruntung bisa dekat dengan Arul.

"Oke, tapi lo janji harus sering hubungin gue ya? Pokoknya seenggaknya satu hari sekali wajib ngabarin. " Arul berkata diseberang dengan isak tangis yang masih tersisa walaupun sudah mereda.

Difa terkekeh mendengar suara Arul yang seperti anak kecil. "Iya iya, aku bakal ngabarin kok tenang aja. "

Tak lama setelah itu panggilan pun terputus. Dan setelah ini Difa harus berpamitan dengan pihak pondok serta mengundurkan diri sebagai guru disana, Difa harap pihak pondok akan mengizinkan nya untuk berkuliah di Mesir. Meskipun seperti yang Difa ketahui sekarang bahwa di pondok memang kekurangan guru bahasa Arab tapi Difa yakin pasti akan ada guru yang menggantikan nya secara Difa memang belum sepatutnya pantas menjadi guru. Karena dirinya minim pengalaman sehingga wajar jika dirinya diremehkan. Difa bukan lulusan pondok dan juga bukan lulusan kuliah, apalagi pondok plus kuliah. Diri nya hanya lulusan SMA dengan jurusan MIPA, wajar jika dirinya dicap tidak akan bisa mengajar.

********

"Jadi apa yang kamu ingin bicarakan nak Difa? " Tanya Kyai. Disana juga ada Alfi dan bu Nyai.

Ya, sekarang Difa sudah berada di pesantren dan berada di ndalem. Sebelumnya dirinya mengetuk pintu ndalem tapi tidak ada yang membukakan pintunya hingga ketika ke 3 akhirnya pintu terbuka yang dibukkan oleh Alfi, jujur saja ada perasaan aneh di dalam hati Difa jika dirinya bertemu atau berbicara dengan Alfi. Dirinya juga bingung perasaan apakah itu, hanya saja perasaan itu seperti perasaan takut bercampur dengan senang.

"Sebelumnya saya ingin mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada pihak pesantren karena sudah mau menerima saya yang banyak kurangnya untuk kesempatan yang telah diberikan kepada saya yaitu mengajar disini, saya juga ingin meminta maaf jikalau selama saya mengajar disini banyak kesalahan yang saya perbuat dan ada tingkah laku yang kurang mengenakan untuk cara mengajar saya. " Difa mengucapkan dengan tenang tanpa terburu-buru meskipun dirinya grogi namun itu tidak mempengaruhi pola bicaranya.

"Jadi niat saya disini, saya ingin mengundurkan diri untuk mengajar di pesantren. Mungkin terkesan mendadak karena ini juga diluar kendali saya, " Difa menjeda ucapannya sebentar kemudian melanjutkan nya, "jadi saya mendapatkan beasiswa untuk berkuliah di Universitas Al-Azhar Mesir. Dan oleh sebab itu saya harus mengundurkan diri sebagai pengajar disini. Saya benar-benar meminta maaf sebesar-besarnya jika ini terkesan mendadak namun memang ini benar-benar diluar kendali saya. Karena saya baru diberi tahu belum lama ini. "

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tugasku Adalah Mendoakan muTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang